Ibadah

Mengaku Cinta Nabi Tapi Meninggalkan Sunnah, Berdosa?

Mengaku Cinta Nabi Tapi Meninggalkan Sunnah, Berdosa?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan mengaku cinta nabi tetapi meninggalkan sunnah, berdosa? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz. Di bab fiqih, kita diajarkan bahwa “puasa sunnah” itu: hukumnya sunnah. Di bab aqidah, kita diajarkan bahwa “tidak mengamalkan puasa sunnah setelah mengetahui ilmu tentang puasa sunnah” itu: hukumnya makruh.

Mohon penjelasan lebih lanjut: Bagaimana sebenarnya hukum melakukan/tidak melakukan amalan tersebut (contoh dalam hal ini: puasa sunnah), apakah sunnah, ataukah makruh; dengan asumsi bahwa seseorang baru dapat melakukan puasa sunnah apabila telah mengetahui ilmunya? Demikian, terima kasih. Assalamu alaikum.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Alhamdulillah. Aamiin, dan semoga Allah juga berikan kepada kita kemudahan dan kebahagiaan dalam kehidupan kita semua.

Pengertian Hukum Sunnah dari Tinjauan Fikih

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله، وصحبه، أما بعد:

Sebagaimana yang kita pahami, bahwa hukum sunnah yang dimaksudkan di sini adalah hukum perintah yang tidak sampai kepada hukum wajib, sehingga bagi orang yang meninggalkannya ia tidak berdosa dan tidak ada hukuman selama ia tidak terus-menerus untuk meninggalkannya.

Tidak pantas bagi seorang muslim yang mengaku cinta dan pengikut nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam, namun ternyata ia sering meninggalkannya seakan tidak suka terhadap sunnah Rasulullah sama sekali.

Karenanya, sepantasnya bagi seorang muslim untuk berusaha mengikuti setiap apa yang dilakukan dan dicontohkan oleh nabi sebisa mungkin, baik dalam perkataan ataupun perbuatannya.

Untuk diketahui pula bahwa menjaga sunnah-sunnah nabi ternyata mempunyai peran penting dalam menjaga perkara yang telah diwajibkan. Bila sunnah dikerjakan, seorang hamba akan cenderung untuk menjaga kewajiban yang dibebankan oleh agamanya dan akan selalu berusaha menjauhkan dirinya dari melakukan yang dilarang.

Random Ad Display

Sebagaimana bila orang terbiasa melakukan perkara makruh atau syubhat ia biasanya akan cenderung/mudah untuk melakukan yang diharamkan dan meninggalkan yang diwajibkan.

Dan meninggalkan perkara sunnah karena meremehkannya menunjukkan keengganan seseorang terhadap kebaikan dan pahala yang ditawarkan, sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa telah berdosa seseorang yang selalu enggan untuk meninggalkan sunnah atau dengan kalimat yang di tanyakan di dalam soal bahwa meninggalkan perkara sunnah adalah makruh.

Dengan makna bahwa amalah tersebut akan berdampak besar terhadap iman dan agamanya, terutama dengan sunnah sunnah yang sangat di tekankan oleh Rasulullah sallahu alaihi wasallam untuk dijalankan, semisal sholat rawatib, sholat witir, dst.

Hukum Meninggalkan Amalan Sunnah

Berkata Ibnu Rajab rahimahullah ta`ala menukilkan perkataan Alqodi `Iyadh (rahimahumallah ta`ala):

من داوم على ترك السنن الرواتب أثم، وهو قول إسحاق بن راهويه.

“Barangsiapa yang selalu meninggalkan sunnah rowatib maka dia telah berdosa, sebagaimana perkataan Ishaq bin Rohawaih.”

Dan dia juga berkata dalam Kitab Al-Jami`: “Tidaklah diadzab seseorang karena meninggalkan sesuatu dari amalan sunnah (nafilah). Rasulullah telah mengajarkan banyak sunnah selain faroidh/perkara yang telah Allah wajibkan. Maka tidak boleh seorang muslim untuk meremehkan amalan-amalan sunnah yang telah diajarkan Rasulullah.”

Semisal sholat idul fitri, sholat idul adha, sholat witir, berkorban dan yang semisalnya, barang siapa yang meninggalkannya karena meremehkannya maka ia akan di(ancam dengan) adzab, kecuali yang Allah berikan rahmat kepadanya.

Saya khawatir di dalam dua rokaat fajar dan dua rokaat maghrib (ba`diyah), sebagaimana yang Allah telah sifatkan di dalam kitabNya. Dan Allah anjurkan atasnya sebagaimana firmanNya

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَٰرَ ٱلسُّجُودِ

Dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai salat.” (QS. Qaf: 40)

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَسَبِّحْهُ إِدْبَٰرُ

Dan firman-Nya, “

جُوَمِنَ الَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَاِدْبَارَ النُّجُوْم

Dan pada sebagian malam bertasbihlah kepada-Nya dan (juga) pada waktu terbenamnya bintang-bintang (pada waktu fajar). (QS. At-Tur: 49)

Berkata Sa’id bin Jubair, “Kalau dua rokaat setelah maghrib aku tinggalkan aku takut (Allah) tidak mengampuniku.”

Begitu mengagumkan bagaimana orang orang salih dari para salaf dalam memperhatikan dan menjalankan perkara sunnah.

Karenanya, lakukan dengan semangat apa yang dicontohkan dan dilakukan oleh nabi kita Muhammad sallahu alaihi wasallam. Optimalkan dan maksimalkan untuk dilakukan, terutama sunnah-sunnah yang sangat ditekankan dan sering dilakukan oleh beliau.

Bila memang tidak dilakukan sering, maka janganlah ditinggalkan sama sekali. Jagalah niat hati bila tidak bisa melakukannya, bukan karena kebencian dengan sunnah dan perilaku Rasulullah, namun karena keadaan yang belum memungkinkan untuk dikerjakan.

Dengan harapan, bahwa kita akan selalu berusaha untuk melakukannya bila ada waktu dan kesempatan. Dengan ini, kita tidak termasuk dari apa yang sedang kita bicarakan, bahwa meninggalkan sunnah adalah makruh atau meninggalkan sunnah adalah dosa.

Menyikapi Seorang Yang Meninggalkan Amalan Sunnah

Sikap kita terhadap saudara-saudara kita yang sering kali meninggalkan sunnah, maka janganlah bersikap keras seakan ia telah meninggalkan perkara wajib, bagaimanapun perkara itu adalah sunnah yang tidak diwajibkan. Nasihatilah dengan cara baik dan bijak, berikan contoh dan ajaklah untuk menjalankannya.

Dengan itu semua, berharap ada perubahan dari dirinya untuk selalu dan beusaha semangat menjalankan sunnah sunnah Rasulullah, sebagai tanda cinta kepada beliau sehingga kebahagiaan akan didapatkan dengan menjalan perintah perintahnya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab/33 : 21).

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬ (٣١)

Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Ali Imran/3: 31).

Sebagaimana yang juga dijelaskan oleh Syekh Ibnu Utsaimin dengan perkara sunnah dan komentar terkait orang yang meninggalkan sunnah telah berdosa dan sebagainya, beliau menjelaskan,” adapun pertanyaannya.

Jika meninggalkan perkara sunnah (yang bukan wajib) dihukumi bukan maksiat, jika memang yang ditinggalkan sebagian amalan saja. Bagaimana jika yang ditinggalkan adalah seluruh perkara sunnah?

Jawab Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah, seperti itu bukanlah maksiat, tergantung kondisinya. Jika disebut meninggalkan seluruh perkara sunnah itu maksiat, maka perlu ditinjau lagi.

Namun sepertinya pemahaman itu diambil dari perkataan Imam Ahmad rahimahullah, “Siapa yang meninggalkan shalat witir, maka ia adalah Rajulun Suu’ (laki-laki yang jelek), janganlah terima persaksiaannya.”

Padahal diketahui bahwa shalat witir dihukumi sunnah (bukan wajib) seperti yang diyakini pula oleh Imam Ahmad rahimahullah ta`ala. Beliau melihat bahwa seseorang yang meremehkan menunjukkan atas ketidakpeduliannya, sehingga beliau katakan,” tidak layak persaksiannya di terima.”

Bila ia tidak peduli dengan sholat witir, padahal ia tahu bahwa sholat witir sangat penting dan sangat di tekankan, maka ia akan meremehkan/lalai dalam persaksiaan nya.” sehingga persaksiaannya tidak diterima.

Sekali lagi hendaknya seorang muslim selalu semangat dalam mengikuti sunnah Nabinya.

Semoga Allah menjadikan kita bagian dari umatnya yang selalu mencintai dan menghidupkan sunnah sunnahnya di dalam kehidupan sehari hari. Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Selasa, 6 Rabiul Akhir 1444 H/ 1 November 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button
https://socialbarandgrill-il.com/ situs togel dentoto https://dentoto.cc/ https://dentoto.vip/ https://dentoto.live/ https://dentoto.link/ situs toto toto 4d dentoto https://vlfpr.org/ http://jeniferseo.my.id/ https://seomex.org/ omtogel https://omtogel.site/ personal-statements.biz https://www.simt.com.mk/ https://www.aparanza.it/ https://vivigrumes.it/ https://interpolymech.com/ https://frusabor.com/ https://www.aparanza.it/ https://www.ibcmlbd.com/ https://www.newdayauctions.com/ https://sikd.madiunkota.go.id/style/scatterhitam/