KeluargaKonsultasiNikah

Suami Tidak Memberi Nafkah Batin Istri Selama 4 Bulan?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Apa yang Harus Dilakukan Istri, Bila Suami Tidak Memberi Nafkah Batin Selama 4 Bulan?

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

‘Afwan Ustadz, bagaimana jika ada seorang istri yang tidak digauli (diberi nafkah batin) oleh suami nya semenjak hari pertama menikah sampai 4 bulan usia pernikahan. Suami mengatakan bahwa ia belum siap untuk melakukan hubungan, Sedangkan si istri ingin sekali.

Apa yang harus dilakukan oleh istri terhadap suaminya ?
Apakah boleh istri minta cerai karena nafkah batinnya tidak dipenuhi?

Mohon pencerahnnya Ustadz, Jazaakallah khayran.

(Disampaikan oleh Fulanah, Admin Sahabat BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan :

 والوطء الواجب قيل إنه واجب في كل أربعة أشهر مرة، وقيل: بقدر حاجتها وقدرته، وهذا أصح القولين

“Menjima’i istri yang wajib itu dilakukan setiap empat bulan sekali. Dikatakan pula (menurut pendapat lain) intensitasnya diukur sesuai kebutuhan istri dan kebutuhan suami. Pendapat yang ini lebih kuat dari dua pendapat yang ada.
(Al-Fatawa Al-Kubra : 1/294).

Maka suami ini hendaknya memaksakan dirinya untuk menjimai istrinya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Atau perlu diadakan pemeriksaan medis ataupun non medis dengan diruqyah misalnya barangkali ada kelainan atau ada gangguan jin ataupun sihir yang melanda si suami tadi.

Jika Tetap Tidak Mampu Memberi Nafkah Batin?

Namun jika disebabkan lemah syahwat permanen yang tidak sembuh, maka istri boleh membatalkan pernikahan dengan tanpa menunggu setahun. Imam Ibnu Utsaimin rahimahullahu ta’ala menyatakan :

إذا قرر الأطباء من ذوي الكفاءة والأمانة أنه لن تعود إليه قوة الجماع فلا فائدة من التأجيل ، فلا نستفيد من التأجيل إلا ضرر الزجة ، فهو في الحقيقة يشبه مقطوع الذكر في عدم رجوع الجماع إليه

“Apabila para dokter spesialis yang pakar dan amanah telah menetapkan bahwa kekuatan jima’ tidak bisa kembali pada dirinya, maka tidak ada gunanya penundaan. Dan tidak ada manfaat penundaan kecuali hanya madharat bagi si istri.

Suami tadi hakikatnya sama hukumnya dengan orang yang terputus kelaminnya tatkala kemampuan jima’ tidak bisa kembali kepada dirinya.”
(Asy-Syarhul Mumti’ : 12/207).

 

Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati, حفظه الله تعالى
Kamis, 7 Dzulhijjah 1440 H / 8 Agustus 2019 M



Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله  
klik disini

Ustadz Abul Aswad Al Bayati, BA.

Beliau adalah Alumni S1 MEDIU Aqidah 2008 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Malang tahunan dari 2013 – sekarang, Dauroh Solo tahunan dari 2014 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Koordinator Relawan Brigas, Pengisi Kajian Islam Bahasa Berbahasa Jawa di Al Iman TV

Related Articles

Back to top button