ArtikelIbadah

Pengertian Shalat Sunnah Mutlak dan Tata Caranya

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Pengertian Shalat Sunnah Mutlak dan Tata Caranya

Agama Islam datang dengan syariat yang sempurna, paripurna dari setiap sisi kehidupan manusia. Jika ada sebuah kewajiban yang tidak sempurna, maka amalan utama lainnya dapat menutupi kekurangan itu. Misalkan saja, shalat sunnah yang dilakukan akan menutupi kekurangan pada shalat wajib.

Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ.

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘Azza Wa Jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu,
“Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah.
Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.”
(HR. Ahmad, 2/425, Abu Daud, no. 864, dan lainnya. Ahli hadits syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Tak bisa dipungkiri, setiap muslim tahu dan sadar dengan penuh kejujuran bahwa tidak ada yang yakin shalat lima waktunya dikerjakan secara sempurna. Kadang kita tidak konsentrasi, tidak khusyu’ (menghadirkan hati), juga kadang kurang tenang dalam shalat, maunya cepat-cepat selesai dari bacaan imam yang panjang, karena irama yang dipakai kurang enak didengar, membuat mengantuk, dan seabrek alasan lainnya hanya untuk sebuah pembenaran. Maka ajaran Islam yang mulia datang dengan segala pintu kebaikan dan kebajikan.

Di antara sarana-sarana kebaikan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah dengan memperbanyak shalat sunnah. Dengan inilah seorang hamba akan mencapai derajat yang tinggi nan mulia.

Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”
(HR. Bukhari, no. 2506).

Definisi Shalat Sunnah Mutlak

Shalat sunah mutlak adalah semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Shalat sunnah ini boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat. (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27/154).

Shalat sunnah inilah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana termaktub dalam keumuman Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

عن رَبِيْعَة بْن كَعْبٍ الْأَسْلَمِيُّ رضي الله عنه قَالَ : كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي : سَلْ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Dari sahabat Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Suatu hari aku bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, aku menyiapkan air wudhu’ dan keperluan beliau, kemudian beliau berkata, ‘Mintalah sesuatu kepadaku!’
Aaku menjawab, ‘Aku ingin menemanimu di Jannah (Surga).’ Beliau menjawab, ‘Tidak adakah permintaan selain itu?’ aku menjawab, ‘Itu saja permintaanku.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Kalau begitu perbanyaklah sujud (shalat sunnah).”
(HR. Muslim, no.489).

Baca Juga:  Sifat Dan Karakter Lelaki Sejati

Tata Cara Shalat Sunnah Mutlak

Pelaksanaan shalat sunah mutlak, tata caranya sama dengan shalat biasa. Tidak ada bacaan khusus, maupun doa khusus. Sama persis seperti shalat pada umumnya. Untuk bilangan rakaatnya, bisa dikerjakan dua raka’at salam-dua raka’at salam. Bisa diulang-ulang dengan jumlah yang tidak terbatas.

Shalat sunah yang dilakukan di rumah, lebih utama dibandingkan shalat sunnah yang dikerjakan di masjid.

عَنْ زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ ، فَإنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ في بَيْتِهِ إِلاَّ المَكْتُوبَةَ

Dari sahabat Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Wahai manusia, shalatlah kalian di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
(HR. Bukhari, no. 731 dan Muslim, no. 781)

Waktu-Waktu Terlarang Shalat Sunnah Mutlak

Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits yang ia dengar langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam;

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah shalat Shubuh sampai matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah shalat ‘Ashar sampai matahari tenggelam.”
(HR. Bukhari, no. 586 dan Muslim, no. 827)

Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu juga meriwayatkan hadits tentang waktu yang terlarang untuk shalat

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Ada tiga waktu yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk shalat atau untuk menguburkan orang yang mati di antara kami yaitu: (1) ketika matahari terbit (menyembur) sampai meninggi, (2) ketika matahari di atas kepala hingga tergelincir ke barat, (3) ketika matahari akan tenggelam hingga tenggelam sempurna.”
(HR. Muslim, no. 831).

Syaikh Abdullah bin fauzan hafizhahullah, penulis Kitab bermanfaat Mihhatul ‘Allam Fi Syarhi Bulugh al Marom berusaha menyimpulkan dua hadits di atas, beliau berkata bahwa waktu terlarang untuk shalat itu ada lima,

1. Dari shalat Shubuh hingga terbit matahari terbit.
2. Dari matahari terbit hingga matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit).
3. Ketika matahari di atas kepala tidak condong ke timur atau ke barat hingga matahari tergelincir ke barat.
4. Dari shalat Ashar hingga mulai tenggelam.
5. Dari matahari mulai tenggelam hingga tenggelam sempurna. (Lihat Kitab Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 2/205).

Imam Nawawi rahimahullah pernah menyatakan (artinya); “Para ulama sepakat untuk shalat yang tidak punya sebab (sunnah Mutlak) tidak boleh dilakukan di waktu terlarang tersebut. Para ulama sepakat masih boleh mengerjakan shalat wajib yang ada’an (yang masih dikerjakan di waktunya, pen.) di waktu tersebut. Dari sini diambil kesimpulan bahwa waktu terlarang untuk shalat hanya berlaku untuk shalat sunnah mutlak yang tidak punya sebab, sedangkan yang punya sebab masih dibolehkan.
(lihat penjelasannya dalam Kitab Syarh Shahih Muslim, 6/100).

Shalat Sunnah Mutlak ini tidak mempunyai sebab tertentu, sebagaimana shalat sunnah yang lain, karena memang tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala Yang Maha Dekat, dan murni hanya mengharapkan pahala dari-Nya Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Selasa, 03 Rabiul Awwal 1442 H / 20 Oktober 2020 M



Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button