Yang Ingin Mencari Jodoh, Silahkan Baca Ini!

Yang Ingin Mencari Jodoh, Silahkan Baca Ini!
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Yang Ingin Mencari Jodoh, Silahkan Baca Ini! selamat membaca.
Pertanyaan:
Bismillaah Assalamu’alaikum ustadz, ahsanallaahu ilaykum ustadz serta tim Bias. afwan ana izin bertanya, adakah batasan mengenai “menanyakan aib terhadap calon pasangan”? Apakah kita perlu menceritakan aib kepada calonnya Ustadz? Syukron Jazakumullaahu khayraan
Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam
Jawaban:
Waalaikumsalamwarahmatullah wabarokatuh
Dan semoga Allah menjaga dan membaguskan diri kita semua dengan apa yang diridhai Allah ta`ala.
Seorang yang akan menikah diperintahkan untuk mengetahui keadaan orang yang akan dinikahi, sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,”
انظر اليها فانه أحرى أن يؤدم بينكما
“Lihatlah calon istrimu, karena hal tersebut akan mengundang kelanggengan hubungan kalian berdua” (HR. Tirmidzi & Nasa’i)
Dalam hadis lain juga disebutkan;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا؟»، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا»
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan memberi kabar bahwa ia akan menikahi seorang perempuan dari Anshar, maka Rasulullah berkata kepadanya: “Apakah kau sudah melihatnya?. Dan dia berkata: “Tidak”. Rasulullah Saw berkata: “Pergilah lalu lihatlah ia, karena sesungguhnya di mata perempuan Anshar itu ada sesuatu”. (HR. An-Nasa’i dan Muslim)
Selain melihat fisik dari calon pasangan, maka tidak salah bila kita mengetahui akhlak dan agamanya, sebagaimana hadist Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466).
Dari Abu Hatim Al Muzanni radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi” (HR. Tirmidzi no.1085. Al Albani berkata dalam Shahih At Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi).
Maka hendaknya seseorang yang akan menikah mencoba mencari tahu dari orang orang dekat nya dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari keadaan dan kualitas agama calon pasangannya. Semakin baik agama seseorang berharap akan berpotensi mendapatkan kehidupan keluarga bahagia yang dicita-citakan.
Walaupun tidak mudah mendapatkan sifat yang sesuai harapan, jangan sampai ia terlalu tinggi dalam memberikan standar calon pasangannya padahal dirinya bisa jadi tidak sebanding dengan apa yang di cita citakan.
Karenanya, seseorang banyak berdoa dan meminta kepada Allah dengan apa yang di cita citakan sambil terus meningkatkan kualitas dirinya dengan harapan Allah akan memberikan jodoh se kufu (sepadan) dengan dirinya.
Sebagaimana firman Allah ta`ala:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Lalu apakah seseorang harus mencari yang sempurna dari kualitas agama dan jasmani atau materinya? Dimana bila sifat yang diinginkan ada sebagian yang kurang ia harus meninggalkannya?
Maka siapakah yang mempunyai sifat sempurna tanpa ada kekurangan, bila kesempurnaan ini yang distandarkan maka rasanya ia akan berat dalam mendapatkannya.
Namun bukan berarti kemudian kita menyepelekan apa yang kita inginkan, karena hal itu akan memperngaruh kesiapan kita dengan masalah yang akan terjadi.
Harus ada standar minimal yang harus dijaga untuk mendekatkan usaha maksimal dengan hasil yang diinginkan.
Apakah onani adalah hal yang patut dipertimbangkan dan dijadikan standar untuk menerima atau tidak? Maka dikembalikan lagi dengan hukum onani, apakah ia termasuk hal yang terlarang dan berdosa? Bila ternyata perbuatan ini diharamkan maka sebaiknya calon pasangannya harus memperhatikan jangan sampai ia menikahi seseorang yang masih menikmati sebuah dosa tanpa ada usaha menghentikannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31).
Terkecuali memang ia dalam keadaan darurat bila tidak melakukannya ia dipastikan akan terjatuh dalam perzinaan. Namun bila kenyataannya ia telah terbiasa menjerumuskan dirinya dengan kebiasaan jelek tersebut, dimana sering mendekatkan diri kepada sebab yang ia dapat terjebak di dalamnya tentunya keadaan ini tidak di sebut dengan darurat.
Apakah wanita berhak menanyakannya dengan perilaku dosa yang masih di lakukan?
Bila itu menjadi standar bagi dirinya,Menjadi hak bagi calon pasangan untuk menelusuri dan mempertanyakan informasi yang dibutuhkan. Bila akan dilakukan hendaknya bertanya kepada orang yang tepat dan dekat dengannya.
Bagi orang yang ditanya hendaknya menjawabnya dengan baik dan adil. Bila tidak ditanya, tidak ada kewajiban untuk menceritakan aib saudaranya, sambil terus mendoakan temannya dan memberikan masukan kepadanya untuk bertaubat dan menghentikan perbuatannya.
Untuk sedikit catatan, bahwa seharusnya tidak ada alasan dengan fitnah yang ada disekitarnya untuk mencari pembenar dan terus melakukan kemaksiatan, karena kewajibannya untuk menghentikan segala kemaksiatan yang ia ketahuinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‘Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim].
Bila wanita menanyakan, dan telah mengetahui perbuatan calonnya, sebaiknya mencoba memberikan masukan, atau bahkan berani memberikan persyaratan kepada calonnya untuk menghentikannya.
Dalam rangka memberikan motivasi kepada lelaki tersebut dengan dosa yang di lakukan untuk segera di hentikan. Mumpung belum bersama dalam satu perahu rumah tangga,karena seringkali akan terasa sulit untuk menghentikan kebiasaan lelaki yang telah menjadi suaminya karena ia akan merasa palinng berkuasa.
Jika ternyata lelaki itu mudah menerima nasihat, dan berjuang untuk menundukkan syahwatnya maka insyaallah dan berharap kedepannya akan mudah untuk saling berbagi dan berjalan bersama membangun bahtera rumahtangga dalam mengarungi samudra yang berat. Artinya ini bisa dijadikan sebagai indikator awal dari baiknya agama calon suami, karena mau menerima masukan dan ada kesungguhan untuk berubah.
Maka, tetap seorang wanita melihat kualitas agama calon lelaki yang akan menikahinya, terus berdoa untuk diberikan suami yang baik yang mau menerima masukan dan berusaha menjauhkan segala kemaksiatan di dalam kehidupannya.
Bila masih belum berubah atau bahkan marah dengan apa yang diminta, sebaiknya wanita shalihah tersebut tidak memaksakan untuk meneruskan, semoga Allah memberikan ganti yang lebih baik.
Namun bila ternyata calonnya bisa, maka selalu tetap berdoa semoga ia adalah jodoh yang terbaik dengan memaafkan kesalahan yang setiap manusia mungkin pernah melakaukan suatu kesalahan dan dosa, baik besar ataupun kecil.
Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Rabu, 15 Sya’ban 1444H / 8 Maret 2023 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di