Adab & Akhlak

Banyak Bertanya Tentang Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat, Berdosakah?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Banyak Bertanya Tentang Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat, Berdosakah?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan tentang banyak bertanya tentang sesuatu yang tidak bermanfaat, berdosa kah? Selamat membaca.


Pertanyaan:

بسم الله الرحمن الرحيم

Assalaamu’alaikum ustadz mau bertanya. Bagaimana cara memahami ayat dan hadits yang melarang banyak bertanya, dengan perintah untuk bertanya?

Dan juga bagaimana kita memahami hadits yang menjelaskan bahwa dosa yang paling besar ialah dosa bertanya tentang sesuatu lantas dengan pertanyaan itu (sebabnya ) hal itu diharamkan? Jazaakallaahu khairan katsiiraa.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Alhamdulillah…

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh.

Semoga Allah memberikan kepada kita semua hati yang salim, akal yang baik dan lisan yang digunakan untuk dzikir dan bertanya.

Sebagaimana hadist tentang masalah tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ

“Kaum muslimin yang paling besar dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu, lantas sesuatu tersebut diharamkan karena pertanyaannya, padahal sebelumnya tidak diharamkan.” (HR. Bukhari, no. 7289 dan Muslim, no. 2358)

Juga berkata Imam Nawawi di dalam kitab Syarh Muslim ketika menjelaskan hadist di atas, beliau menuliskan”

والصواب الذي قاله الخطابي وصاحب التحرير وجماهير العلماء في شرح هذا الحديث أن المراد بالجرم هنا الإثم والذنب، إلى أن قال: قال الخطابي وغيره: هذا الحديث فيمن سأل تكلفا أو تعنتا فيما لا حاجة به إليه، فأما من سأل لضوررة بأن وقعت له مسألة فسأل عنها فلا إثم عليه ولا عتب لقوله تعالى: فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ قال صاحب التحرير وغيره: فيه دليل على أن من عمل ما فيه إضرار بغيره كان آثما. انتهى. وهذا أعني كون الشيء قد يحرم من اجل سؤال السائل في زمن التشريع، أما بعد موته صلى الله عليه وسلم فلا.

“Yang benar apa yang telah dikatakan oleh Khottobi, dan penulis kitab At-Tahrir juga oleh mayoritas para ulama, ketika menjelaskan hadist tersebut, bahwa yang dimaksudkan dengan kejahatan adalah “hukuman dan dosa” sampai kepada perkataannya,”

Berkata Khattobi dan selainnya,” bahwa hadist ini ditujukan kepada seseorang yang bertanya dengan cara berlebihan dan ngeyel dengan hal yang tidak dibutuhkan.

Adapun bila bertanya dengan sesuatu yang penting/darurat, semisal ketika terjadi masalah maka ia bertanya tentang hal tersebut, maka hal itu tidak berdosa dan tidak ada cela. Sebagaimana firman Allah ta`ala, “maka bertanyalah kepada ahlinya.”

Berkata penulis kitab Attahrir dan selainnya,” di dalamnya ada dalil bahwa orang yang bertanya, berakibat akan mencelakakan/menyusahkan orang lain maka ia berdosa.”

Baca Juga:  Cara Agar Bisa Sabar Saat Musibah Datang

Di dalam Kitab Umdatul Qorii Syarh Shahih Bukhari ketika menyebutkan hadist dalam shahih Bukhari pada no 6897, disebutkan di dalamnya, “

(بابُ مَا يُكْرَهُ مِنْ كَثْرَةِ السُّؤَالِ وَتَكَلُّفِ مَا لَا يَعْنِيهِ)

أَي: هَذَا بابُ فِي بَيَان مَا يكره من كَثْرَة السُّؤَال عَن أُمُور مُعينَة، ورد الشَّرْع بِالْإِيمَان بهَا مَعَ ترك كيفيتها، وَالسُّؤَال عَمَّا لَا يكون لَهُ شَاهد فِي عَالم الْحس، كالسؤال عَن قرب السَّاعَة وَعَن الرّوح وَعَن مُدَّة هَذِه الْأمة إِلَى أَمْثَال ذَلِك مِمَّا لَا يعرف إلاَّ بِالنَّقْلِ الصّرْف. قَوْله: وتكلف مَا لَا يعنيه، أَي: مَا لَا يهمه.

“Bab hal yang dibenci dengan banyaknya bertanya dan bertanya secara berlebihan dengan apa yang tidak bermanfaat.

Yakni bab ini untuk menerangkan apa yang di benci dari banyaknya bertanya dengan berbagai perkara yang sudah jelas, telah disebutkan di dalam syariat untuk beriman dan meninggalkan pertanyaan tentang bagaimananya, atau bertanya dengan sesuatu yang tidak terlihat dengan panca indra, semisal pertanyaan tentang dekatnya kiamat, tentang ruh, tentang lamanya umur umat ini, dan permisalan lainnya dari apa yang tidak ia tahu kecuali dengan dasar yang pasti. Perkataannya,” (bertanya) dengan apa yang tidak dibutuhkan maksudnya dengan apa yang tidak bermanfaat..”

Sehingga dari penjelasan beberapa ulama, bahwa maksud dari hadist tersebut, antara ditujukan kepada pertanyaan yang sia sia dan tidak bermanfaat dan juga kepada pertanyaan yang mengakibatkan munculnya hukum yang lebih berat dari apa yang telah di tetapkan sehingga mengakibatkan madhorrot kepada orang lain.

Dengannya, maka tidak ada pertentangan dengan anjuran untuk bertanya dengan sesuatu yang belum kita pahami,dalam rangka mencari ilmu dan bertanya tentang sesuatu yang bermanfaat buat kehidupan kita.

Sebagian para ulama berpendapat bahwa konteks riwayat hadistnya , dipahami bahwa bentuk pertanyaan yang dicela adalah pertanyaan pertanyaan yang terjadi pada zaman Nabi masih hidup ketika hukum syar`i bisa berubah dengan masih turunnya wahyu kepada Rasulullah, bukan ketika Nabi telah meninggal, karena akan berpengaruh dengan halal dan haramnya sesuatu, setelah beliau wafat maka kondisi tersebut tidak terjadi.

Wallahu A`lam.


Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Jumat, 26 Syawal 1443 H/ 27 Mei 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik disini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button