Bolehkah Ikut Suami Tinggal Di Negara Kafir?

Bolehkah Ikut Suami Tinggal Di Negara Kafir?
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bolehkah Ikut Suami Tinggal Di Negara Kafir? selamat membaca.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh. Ahsanallahu ilaikum Ustadz, mohon nasihatnya. Saat ini saya sedang proses dengan seorang ikhwan asal Spanyol, dia seorang mualaf, dan insyaAllah memiliki pengetahuan agama yang cukup bagus sesuai dengan pemahaman salafusshalih berdasarkan dari pertanyaan2 seputar agama yang telah saya ajukan.
Namun, dia meminta saya untuk tinggal di Spanyol setelah menikah. Bagaimana sebaiknya yang saya harus pertimbangkan, ustadz? Terima kasih, Jazaakallahu khayran atas waktunya, ustadz.
Jawaban:
Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh
Berdoa dan meminta pentunjuk kepada Allah terkait dengan pernikahan anda dengan orang tersebut, tetap berhati-hati karena akan banyak pertimbangan yang harus diperhatikan. bila telah berdoa, shalat istikharah dan mantap, semoga Allah memberikan pilihan terbaik buat semua.
Terkait dengan tinggal di luar negeri yang mayoritas non muslim, maka dikembalikan kepada keadaan anda dan kemampuan yang ada. Bila memang bisa untuk tetap berada di daerah atau negara yang mayoritas islam ini adalah pilihan yang lebih utama, untuk menjaga kehidupan agama kita dengan baik dan mudah.
Namun bila tidak memungkinkan karena keadaan yang tidak memungkinkan, missal karena tuntutan pekerjaan atau mengikut keluarga dsb, maka diperbolehkan untuk tetap tinggal di daerah tersebut dengan catatan masih ada kebebasan untuk menjalankan kewajiban agama secara baik. Dengan tetap dianjurkan untuk mencari komunitas yang baik disekitarnya.
Namun bila ternyata banyak kewajiban yang terlanggar, kebebasan tidak didapatkan, bahkwan kemaksiatan semakin kuat mendekat maka sebaiknya tidak berada di dalamnya dan mencari tempat terdekat yang lebih baik dan lebih kondusif.
Senada dalam hal ini, menukilkan apa yang telah di sebutkan di dalam web islamqa no fatwa :171970, ketika di tanya dengan pertanyaan terkait dengan tinggal menetap di daerah yang mayoritas nonmuslim, maka di jawab,” Jika perkaranya sebagaimana yang anda sebutkan, maka tinggal permanen berbeda dengan mengambil kewarganegaraan.
Hukumnya sama dengan orang yang tinggal sementara seperti untuk belajar atau bekerja dan semacamnya. Syarat dibolehkannya adalah apabila seseorang mampu memperlihatkan agamanya. Jika dia tidak mampu memperlihatkan agamanya, maka dia wajib hijrah jika dia mampu untuk itu.
Penerapan hukum ini di lapangan berbeda antara satu orang dengan yang lain, antara satu negara dengan negara lain…” (https://islamqa.info/id/answers/171970/)
Juga apa yang di jelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ketika ditanya : Apa hukum bepergian ke negara kafir ? Dan apa hukum bepergian untuk maksud wisata ?
Tidak boleh bepergian ke negara kafir kecuali dengan tiga syarat.
Syarat Pertama : Memiliki ilmu yang dapat membantah keraguan
Syarat Kedua : Memiliki pondasi agama yang kuat yang bisa melindunginya dari dorongan syahwat
Syarat Ketiga : Membutuhkan kepergian tersebut.
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka ia tidak boleh bepergian ke negara kafir karena bisa menimbulkan fitnah atau dikhawatirkan akan terkena fitnah, disamping hal ini merupakan penyia-nyiaan harta, karena pada perjalanan semacam ini biasanya seseorang mengeluarkan banyak uang, di samping hal ini malah menyuburkan perkenomian kaum kuffar.
Tapi jika ia memang memerlukannya, misalnya untuk berobat atau menuntut ilmu yang tidak tersedia di negaranya, sementara ia pun telah memiliki ilmu dan agama yang kuat sebagaimana kriteria yang kami sebutkan, maka tidak apa-apa.
Adapun bepergian untuk tujuan wisata ke negara-negara kafir, itu tidak perlu, karena ia masih bisa pergi ke negara-negara Islam yang memelihara penduduknya dengan simbol-simbol Islam.
Negara kita ini, alhamdulillah, kini telah menjadi negara wisata di beberapa wilayahnya. Dengan begitu ia bisa bepergian ke sana dan menghabiskan masa liburnya di sana. [Al-Majmu Ats-Tsamin, Juz I, hal 49-50, Syaikh Ibnu Utsaimin]
Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Rabu, 15 Sya’ban 1444H / 8 Maret 2023 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di