FiqihKonsultasi

Menerima Bantuan Dari Orang Tua Yang Bertransaksi Dengan Riba

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Menerima Bantuan Dari Orang Tua Yang Bertransaksi Dengan Riba

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Menerima Bantuan Dari Orang Tua Yang Bertransaksi Dengan Riba, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz ana ijin bertanya. Ada seorang teman yang akan menikah dengan modal pernikahan sekian (ex : 150 juta). Modal tersebut berasal dari ayah beliau. Kemudian diketahui bahwa dalam modal pernikahan tersebut terdapat tambahan biaya dari seorang teman ayah beliau karena membantu mengerjakan desertasi. Permasalahan nya, niat akad diawal ayah beliau adalah membantu, kemudian saat diketahui bahwa ayah beliau akan mengadakan pernikahan, maka teman ayah beliau memberikan uang (ex : 5 juta) sebagai uang resepsi. Lalu, hukum uang 5 juta tersebut bagaimana Ustadz? Haruskah teman saya membersihkan uang hasil resepsinya?

جزاك اللهُ خيراً

Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

Bila uang itu adalah pemberian dari bapak kepada anaknya, maka secara hukum Islam adalah sah bila anak itu menerima uang tersebut sebagai bentuk nafkah dari orang tua. Karena bagi anda sebagai anak adalah halal, karena telah berpindah status uang tersebut dan bagi bapak adalah terlarang. Ini adalah salah satu pendapat yang kuat dari para ulama Islam.

Hal ini pernah difatwakan oleh syekh Ibnu Utsaimin dalam satu fatwanya, yang dinukilkan oleh web islam no 429.862, ketika beliau ditanya terkait dengan kebutuhan seseorang, yang akan mendapatkan bantuan dari orang tuanya yang bertransaksi dengan riba dari salah satu bank .

Apakah diperbolehkan untuk mengambilnya apa tidak? padahal ia membutuhkannya. Kemudian beliau menjawab dan memberikan kaidah penting untuk kita coba pahami. Beliau menjelaskan,”

“أحب أن أعطي الأخ السائل والقراء قاعدة مفيدة، وهي: ما حرم لكسبه؛ فهو حرام على الكاسب فقط. وأما ما حرم لعينه؛ فهو حرام على الكاسب وغيره.
مثال على ذلك: لو أن أحداً أخذ مال شخص بعينه، وأراد أن يعطيه آخر لبيع أو هبة. قلنا: هذا حرام؛ لأن هذا المال محرم بعينه.
أما الكسب الذي يكون محرما كالكسب عن طريق الربا، أو عن طريق الغش -أو ما أشبه ذلك- فهذا حرام على الكاسب، وليس حراما على من أخذه بحق. ودليل هذا أن النبي عليه الصلاة والسلام، كان يقبل من اليهود، ويجيب دعوتهم، ويأكل من طعامهم، ويشتري منهم، ومعلوم أن اليهود يتعاملون بالربا؛ كما ذكر الله عنهم في القرآن.
وبناء على هذه القاعدة، أقول لهذا السائل: خذ جميع ما تحتاجه للزواج من مال أبيك؛ فهو حلال لك وليس حراما. من فتاوى إسلامية.

Baca Juga:  Hukum Menjenguk Orang Kafir Yang Sakit

“Saya ingin berikan kepada saudara penanya dan pembaca suatu kaidah yang bermanfaat, yaitu : Apa yang di haramkan dalam mendapatkannya, maka hanya haram buat si pelakunya saja. Adapun sesuatu yang di haramkan karena dzat bendanya maka diharamkan buat pelakunya dan selainnya. Misalnya, bila seseorang mengambil harta orang lain dengan dzat tersebut, dan ingin memberikan kepada yang lainnya dengan cara jual beli ataupun hadiah, maka kita katakan, ini adalah haram karena dzat barang tersebut haram.

Adapun hasil usaha yang di haramkan seperti usaha dari cara riba atau dari cara menipu dan semisalnya, maka ini haram buat pelakunya dan tidak haram bagi orang yang mengambil/mendapatkannya dengan cara yang benar. Dalilnya bahwa Nabi `alaihi sholatu wasallam bertransaksi dengan orang yahudi yang melakukan transaki riba, sebagaimana yang telah Allah sebutkan di dalam alquran.“ (selesai nukilan fatwa).

 Sekali lagi, bila bisa menghindarinya maka lebih baiknya mengindari, bila tidak memungkinkan, maka mengambilnya sesuai dengan kebutuhan saja.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh: 
Ustadz Fadly Gugul, S.Ag. حافظه الله

Related Articles

Back to top button