Fiqih

Kapan Safar Terputus, Jika Tinggal Di Suatu Daerah?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Kapan Safar Terputus, Jika Tinggal Di Suatu Daerah?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Kapan Safar Terputus, Jika Tinggal Di Suatu Daerah? selamat membaca.

Pertanyaan:

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semoga keselamatan dan kesehatan selalu menyertai Ustadz dan keluarga, serta kaum muslimin dan muslimat.

Saya ingin bertanya Ustadz, Ketika safar kita disunnahkan qasar (dan jamak), dan meskipun menetap selama beberapa hari di tujuan safar ttp masih sunnah mengqasar solat krn masih terhitung safar, pertanyaan saya bagaimana dengan saya yang saat ini yang menetap di asrama yang jaraknya lebih dr 80 km berbulan-bulan.

Bagaimana menentukan suatu kesulitan itu sudah sampai dapat menjadi sebab kita boleh menjamak sholat? Jazakumullahu khairan.

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Bismillahirrahmanirrahim
Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Aamiin, jazaakumullah khairan atas segala doanya, semoga Allah memberikan kebahagian kepada kita semua.

Dalam masalah qasar dan jarak yang diperbolehkan dalam mengqasar memang ada perbedaan di antara ulama antara yang mengambil pendapat tentang urf/kebiasaan masyarakat atau yang dibatasi dengan jarak dan waktu.

Dengan masalah yang ditanyakan, hendaknya seseorang juga harus memperhatikan kondisi dan posisinya, tatkala posisi akan tinggal lama disuatu tempat dengan ritme kegiatan yang jelas bahwa ia dipastikan berdomisili di situ maka untuk amannya sebaiknya ia tidak melakukan jamak dan qashar, kecuali ketika/ditengah perjalanannya, tidak ketika telah di tempat domisilinya.

Begitupula ketika ia berdomisili di suatu tempat kemudian ia pulang kampung dalam waktu yang lama maka ia juga tidak dianggap safar.

Disebutkan dalam islam web no fatwa 427408,“ menurut mayoritas para ulama dan fatwa yang ada di web ini bahwa seseorang yang ingin tinggal disuatu daerah yang lebih dari 4 hari maka safarnya telah terputus.

Karenanya jika anda berniat tinggal 5 hari di tempat kerja anda maka tidak boleh melakukan qashar dan juga jamak di tengah anda bertempat tinggal di tempat kerja. Namun boleh menjamak ketika di tengah perjalanan , baik pergi atau kembali, karena anda safar dengan jarak yang diperbolehkan mengqashar, seperti yang nampak di pertanyaan anda.”

(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/427408/%)

Juga pada fatwa no 375982 dengan Mengutip penrnyataan imam Nawawi di dalam kitab almajmu disebutkan di dalamnya,”

مَذْهَبنَا أَنَّهُ إنْ نَوَى إقَامَةِ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ غَيْرِ يَوْمَيْ الدُّخُولِ وَالْخُرُوجِ، انْقَطَعَ التَّرَخُّصُ، وَإِنْ نَوَى دُونَ ذَلِكَ، لَمْ يَنْقَطِعْ،

“Madzhab kami ( syafi`I) bahwa seseorang yang niat untuk tinggal lebih dari 4 hari selain dari dua hari yang dipergunakan untuk perjalanan masuk atau keluar maka rukhsak /keringanan menjadi hilang, dan jika niatnya kurang dari itu maka belum terputus ( boleh mengqashar), ini adalah pendapat dari Utsman bin Affan, Ibnu Musayyib, Imam Malik dan abi Tsaur”

(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/375982/%)

Berkata syekh Ibnu Baz rahimahullah ta`ala mejawab pertanyaan senada yang tinggal disuatu tempat untuk belajar dalam waktu yang lama, apakah boleh untuk menjamak dan mengqashar dalam waktu yang lama, beliau menjelaskan,”

الواجب أن يصلي مع الناس أربعاً، يصلي مع الناس أربعاً في المساجد، ما دام نوى الإقامة أكثر من أربعة أيام عند جمهور أهل العلم يجب أن يصلي مع الناس أربعاً، ويسن له أن يصلي الرواتب

“Wajib baginya untuk shalat bersama manusia yang lain 4 rakaat, shalat berjamaah di masjid, selama ia berniat untuk tinggal lebih dari 4 hari menurut pendapat mayoritas ulama….”

https://binbaz.org.sa/fatwas/28508/%

Terkait dengan keinginan untuk menjamak dan qashar ketika dalam perjalanan/safar maka seseorang di perbolehkan untuk memilih untuk melakukannya di awal pada waktu maghrib, ketika di tengah perjalanan/sebelum sampai di rumah atau boleh juga dengan mengakhirkannya di waktu isya setelah sampai di rumah maka semua hal itu diperbolehkan, selama memang alasannya adalah safar.

Maksud dari masyaqqah atau kesulitan di sini adalah keadaan yang tidak biasa di temui dalam kebiasaan kesehariaannya. Sehingga Allah memberikan keringan dengan apa yang di dapatkannya, sebagaimana firman Allah ta`ala:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan atas kalian, dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Bahkan safar itu sendiri adalah suatu kesulitan/masyaqqah yang membutuhkan keringan tertentu diantaranya dalam masalah shalat. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

والقصر سببه السفر خاصة ، لا يجوز في غير السفر. وأما الجمع فسببه الحاجة والعذر

“Dibolehkannya menqasar salat hanya ketika safar secara khusus, tidak boleh dilakukan pada selain safar. Adapun menjamak salat, dibolehkan ketika ada kebutuhan dan uzur.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/293).

Maka, lebih amannya dalam kasus diatas, seseorang yang tinggal lebih lama di suatu tempat untuk tidak melakukan qashar bila niatnya ingin tinggal lama dan tidak ada kepentingan ia mengqasharnya, karena memang waktu dan kesempatan memungkinkan untuk melakukan shalat secara sempurna. Hal ini juga berdasarkan dengan maksud dari rukhsah itu sendiri bahwa ia digunakan karena sebab kesulitan dalam menjalankannya, bila kesulitan maka hukum kembali kepada asalnya.

Yang kedua, bolehnya seseorang untuk mengawalkan atau mengakhirkan jamak shalatnya bila ia membutuhkan atau meringankan keadaannya.

Yang ketiga, bahwa tingkat kesulitan dikembalikan kepada masing masing keadaan, yang sebenarnya safar itu sendiri adalah masyaqqah/kesulitan yang menjadikan seseorang menjadikan ia alasan untuk menggunakannya, dengan berbagai tingkat kesulitan yang berbeda antara masing masing individu.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Selasa, 18 Syawwal 1444H / 9 Mei 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button