Muamalah

Hukum Pemberian Hadiah Dari Harta Syubhat

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Hukum Pemberian Hadiah Dari Harta Syubhat

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan mengenai hukum pemberian hadiah dari harta syubhat. Selamat membaca.


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. Ustad saya mau menanyakan bagaimana hukum makanan yang diberikan oleh orang yang kita tahu bahwa pendapatannya sebagian berasal dari perbuatan haram (seperti menerima suap)? Terima kasih.

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS melalui Grup WA)


Jawaban:

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Statusnya sebagaimana seperti tatkala seseorang diberi hadiah, atau hibah oleh orang yang penghasilannya dari cara haram seperti riba, disebutkan dalam fatwa dari Darul Ifta kerajaan Yordania:

وأما حكم الانتفاع بمالها وقبول هداياها: فالذي نراه – والله أعلم – أن من أراد الورع اجتنب ذلك اتقاء للشبهات، وإن كان الحكم الشرعي هو الجواز والإباحة، فقد نص الفقهاء على جواز الانتفاع بمن اختلط ماله الحلال بالحرام، ولو كان الحرام هو الغالب، ودليل ذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم أكل من طعام اليهود

“Adapun hukum memanfaatkan harta atau hadiah dari pelaku riba, maka pendapat kami –wallahu a’lam- adalah bahwa pihak yang ingin bersikap wara’ (hati-hati) maka baginya untuk meninggalkan harta tersebut dan berpaling dari syubuhat.

Walaupun sejatinya hukum secara syari-nya boleh dan mubah bagi pihak yang diberikan hadiah tersebut untuk memanfaatkan.

Para ahli fiqih telah menegaskan kebolehan memanfaatkan harta dari orang yang penghasilannya tercampur antara halal dan haram, walaupun harta mayoritasnya adalah haram.

Di antara dalilnya adalah bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam mau memakan hadiah yang diberikan oleh orang yahudi (padahal yahudi terkenal banyak melakukan transaksi riba)”

Lihat: https://www.aliftaa.jo/Question2.aspx?QuestionId=252#.YhSXrXUxW9x

Terkait orang yang penghasilannya sebagian dari suap juga tidak jauh berbeda, boleh Anda menerima dan memanfaatkan hadiah tersebut, atau jika ingin bersikap hati-hati untuk tidak menerima, itu lebih baik.

Wallahu A’lam

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Rabu, 2 Dzulqodah 1443 H/ 1 Juni 2022 M


Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Beliau adalah Alumnus S1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله klik di sini

Ustadz Setiawan Tugiyono, B.A., M.HI

Beliau adalah Alumni D2 Mahad Aly bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bahasa Arab 2010 - 2012 , S1 LIPIA Jakarta Syariah 2012 - 2017, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2018 - 2020 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah, Dauroh Masyayikh Ummul Quro Mekkah di PP Riyadush-shalihin Banten, Daurah Syaikh Ali Hasan Al-Halaby, Syaikh Musa Alu Nasr, Syaikh Ziyad, Dauroh-dauroh lain dengan beberapa masyayikh yaman dll | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Belajar bersama dengan kawan-kawan di kampuz jalanan Bantul

Related Articles

Back to top button