Keluarga

Siapa Yang Wajib Merawat Orang Tua Setelah Anak Berkeluarga?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Siapa Yang Wajib Merawat Orang Tua Setelah Anak Berkeluarga?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Siapa Yang Wajib Merawat Orang Tua Setelah Anak Berkeluarga? selamat membaca.

Pertanyaan:

Bismillahirrahmanirrahim Ijin mau tanya ustadz, perihal berbakti orang tua, siapa yang wajib merawat orang tua ketika kita (anak) sudah berkeluarga? anak laki laki atau anak perempuan? karena seingat saya anak perempuan lepas berbakti kepada orang ketika dia sudah menikah. dan anak laki laki wajib berbakti kepada orang tua sampai orang tua meninggal. terima kasih ustadz

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Bismillah

Secara umum bahwa kewajiban berbakti kepada orang tua dibebankan kepada anak, baik laki-laki dan perempuan,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak … ”
[an-Nisâ`/4:36].

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Luqmân/31 ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ

“(Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya, …)”

Asmâ’ Radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

“Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku ingin (menyambung hubungan dengan putrinya, Asmâ’), apakah aku boleh menyambung hubungan kembali dengan ibuku”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya, sambunglah.”

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuknya.’

Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau,

يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Beliau belum sempat berwasiat. Namun, aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah. Apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?”

قَالَ: نَعَمْ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Benar.” (Muttafaqun alaihi)

Sehingga kewajiban semua anak, laki dan perempuan tanpa ada perbedaan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Namun di sisi lain ada kewajiban lain yang harus diperhatikan bagi seorang wanita yang telah menikah, ada berkewajiban yang lebih utama untuk di dahulukan yaitu untuk berbakti dan mentaati suaminya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [at-Tirmidzi (no. 1159), Ibnu Hibban (no. 1291 – al-Mawaarid) dan al-Baihaqi (VII/291)

Baca Juga:  Menumbuhkan Rasa Cinta di Hati Anak kepada Kita

juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” [Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 1296 al-Mawaarid]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّى الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّّهَا حَتَّى تُؤَدِّى حَقَّ زَوْجِهَا وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ

“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (isteri) tetap tidak boleh menolak.” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1853), Ahmad (IV/381)]

Maka, ada skala prioritas yang harus didahulukan di antara kepentingan dan kewajiban yang ada di depannya. Bagi seorang wanita maka hendaknya mencoba menggabungkan kewajiban tersebut dengan mengkomunikasikan apa yang ingin dilakukan dari bakti kepada orang tua kepada suaminya.

Suami yang baik dan shalih tentunya tidak akan mengabaikan kebutuhan dari orang tua istrinya bila orang tua istrinya sangat membutuhkan bakti dari istrinya.

Inilah pentingnya memilih pasangan yang baik dan shalih bagi masing masing pasangan, terlebih pilihan seorang suami yang tidak hanya egois dengan kepentingannya dan tidak mau peduli dengan keluarga istrinya.

Bila suami memberikan izin dan arahan, karena ia sebagai keluarga, selama arahan dan perintah tersebut adalah perkara yang baik maka seorang istri hendaknya menuruti apa yang diminta oleh suaminya, karena ialah sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban dan bertanggung jawab dengan rumah tangga yang dipimpinnya.

Kemudian, dari sisi anak laki-laki, memang kewajibannya untuk terus berbakti kepada orang tuanya, walaupun ia telah mempunyai keluarga sendiri.

Karenanya, bagi seorang istri untuk selalu merelakan dan mendukung suaminya untuk terus berbakti kepada orang tua suaminya, karena nantinya akan berimbas kepada dirinya dan anak anaknya dengan mendapatkan suritauladan yang baik dari orang tuanya untuk selalu berbakti kepada orang tuanya, baik orang tua dari bapaknya atau ibunya serta kerabat dan keluarga yang lain.

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk selalu berbuat baik kepada orang orang yang kita cintai.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Kamis, 15 Ramadhan 1444H / 6 April 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button