Adab & Akhlak

‘Moral Itu Tidak Bisa Diubah..!’ Apakah Pernyataan Itu Benar? Begini Penjelasannya

‘Moral Itu Tidak Bisa Diubah..!’ Apakah Pernyataan Itu Benar? Begini Penjelasannya

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan tentang apakah ‘moral itu tidak bisa diubah..!’ apakah pernyataan itu benar? begini penjelasannya. Selamat membaca.


Pertanyaan:

Bismillāh. Assalāmu’alaikum ustadz. Semoga Allāh selalu merahmati ustadz dan seluruh umat muslim. Ustadz, salah satu dosen saya pernah berkata ‘moral itu tidak bisa diubah.’ Bagaimana pendapat ustadz tentang pernyataan ini, apakah benar atau salah?

Karena sepengetahuan saya Rasūlullāh juga ditugaskan untuk memperbaiki akhlak manusia. Maaf jika saya salah, mohon dikoreksi. Jazākallāhu khairan.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Aamiin, semoga juga Allah memberikan kepada kita semua hidayah dan ridhoNya dalam kehidupan ini.

Ada istilah yang mengatakan ,” Kalau sudah watak/tabiat seseorang itu tidak bisa diubah, kalau watuk ( batuk) bisa diobati, namun watak tak bisa di obati. sehingga jangan berharap banyak dari orang yang memiliki watak yang jelek.”

Pernyataan ini tidaklah seluruh nya benar, terlebih jika di arahkan kepada ketidakmauan untuk berusaha merubah kepada perbaikan. Karena watak/tabiah manusia ada yang jibillah/sudah garis penciptaannya dan ada yang bisa di wujudkan /dibentuk dengan paksaan/kebiasaan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

النَّاسُ مَعَادِنُ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي اْلإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا وَالْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

Manusia ibarat barang tambang berharga seperti tambang emas dan perak. Orang yang mulia pada masa jahiliyah, akan menjadi orang yang mulia juga dalam Islam apabila ia berilmu. Ruh ibarat pasukan yang dikumpulkan, ia akan bersatu jika serasi dan akan berselisih jika tidak serasi”. [HR Muslim].

Benar dengan apa yang anda katakan, Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak, kalau tidak bisa di rubah maka apalah fungsi ajaran untuk perbaikan kepada yang lebih baik. Watak bisa diubah bila ada keinginan dan usaha keras.

Walau tidak bisa mengubah dasar watak aslinya secara total, maka minimalnya ia bisa mengubah watak dhahir yang diperlihatkan di depan manusia. Bahkan ia akan menjadi pahala dengan apa yang di usahakan untuk selalu tunduk di bawah syariat Allah.

Lihatlah, di mana Rasulullah diutus kepada manusia, khususnya dengan orang Arab pada waktu itu dengan watak/tabiat yang secara umum adalah kasar/keras.

Beliau atas izin Allah, dapat mengubah keadaan sebagian para sahabat untuk bersikap lembut, tunduk di bawah contoh akhlak beliau yang sangat lembut.

Sehingga bisa dipahami, bahwa ada sebagian akhlak atau watak yang bisa diubah dengan iman dan pembiasaan, terutama pada sebagian tabiat watak yang bertentangan dengan syariat.

Sebagai contoh, tatkala ada seorang sahabat yang meminta wasiat kepada Nabi sallahu alaihi wasallam dengan apa yang dirasakan dari wataknya yang pemarah, maka nabi terus memintanya untuk bersabar dan terus bersabar untuk mengubah wataknya yang kurang baik.

Bila tidak bisa diubah, tentunya beliau tidak akan memintanya untuk terus bersabar. Sebagaimana hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Berilah saya nasihat.”

Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah.” Lelaki itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan marah.” (HR. Bukhari)

Hadis di atas menunjukkan bahwa akhlak/kebiasaan manusia bisa berubah dengan usaha, walaupun seringkali tidak mudah diubah secara total, kecuali dengan usaha besar, untuk diarahkan kepada jalan yang benar.

Di sisi lain, memang tidak dipungkiri manusia mempunyai tabiat yang Allah telah ciptakan di dalam dirinya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Asyajj Abdul Qais radhiayallahu ‘anhu:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ

Artinya: “Sesungguhnya di dalam dirimu ada dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu; kesabaran dan pelan-pelan (tidak gegabah)”. (HR. Muslim)

Dari sini, hendaknya manusia tidak terus berdalil dengan watak yang dimiliki karena tidak mau berubah dari kebiasaannya. Walau manusia mempunyai dasar sifat yang Allah ciptakan, masih ada kemungkinan untuk mengubahnya dengan proses iman dan pembiasaan, untuk terus mau berubah kepada yang lebih baik, terutama akhlak dan tabiat yang telah diperintahkan oleh syariat untuk dilakukan.

Yang terpenting adalah menjadikan syariat Islam sebagai barometer untuk perbaikan dan peningkatan akhlak manusia. Untuk mempertahankan moral/akhlak/watak yang baik yang sesuai dengan Islam, dan mengubah yang tidak sesuai kepada yang telah ditetapkan dan diarahkan oleh Islam.

Watak buruk bisa diubah, bila ada iman dan kemauan untuk mengubah.

Syekh bin Baz ketika ditanya, manakah yang lebih utama, antara tabiat yang asli penciptaannya atau yang diciptakan dengan usaha? Beliau menjawab,”

اذا كان خُلُقًا له جبله الله عليه فهو أكمل وأفضل، وإذا تخلَّقهما فهو مأجورٌ؛ لأنه تعاطى أسبابهما.

“Bila akhlak yang dimiliki adalah dari apa yang telah Allah ciptakan atas dirinya maka itu lebih sempurna dan lebih utama. Dan bila ia berakhlak dengan tabiat aslinya dan apa yang diusahakan/dibiasakannya maka ia akan mendapatkan pahala dari apa yang ia pergunakan untuk meraih sebab atas keduanya.”

(Syarh audio Syekh bin Baz pada Kitab Riyadh Shalihin hadis no 216, https://binbaz.org.sa/audios/2539/216)

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Rabu, 27 Dzulhijjah 1443 H/ 27 Juli 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik disini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button