Mengetahui Perkara Ghaib, Bisakah?

Mengetahui Perkara Ghaib, Bisakah?
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq yang agung berikut kami sajikan pembahasan tentang mengetahui perkara ghaib, bisakah?
selamat membaca.
Makna Keghaiban dan Hal Ghaib
Secara bahasa kata (الْغَيْبُ) adalah mashdar dari kata : ghaaba, yaghiibu, ghaiban (غَابَ – يَغِيْبُ – غَيْباً). Adapun maknanya adalah ;
كل ما غاب عنك أو هو كل كا غاب عن العيون وإن كان محصلا في القلب
“Segala yang terluput dari engkau, atau segala yang terluput dari pandangan mata meskipun diyakini oleh hati.”
(Lisanul ‘Arab : 1/654 oleh Ibnul Mandzur).
Adapun makna keghaiban secara istilah sebagaimana dituturkan oleh Ar-Raghib Al-Asfahani (nama beliau Husain bin Muhammad Al-Asfahani) ialah :
ما غاب عن الحاسة وعلم الإنسان أي عن وعن علم الإنسان
“Sesuatu yang tidak mampu ditangkap oleh indra manusia dan ilmu manusia, maknanya keghaiban juga tidak mampu ditangkap oleh ilmu manusia.”
(Mufradat Gharibil Qur’an : 1090).
Allah ta’ala berfirman :
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ
“Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa keburukan.”
(QS Al-A’raf : 188).
Para ulama menyatakan bahwa penyebutan “Keghaiban” di dalam Al-Qur’an disebut di dalam lima puluh enam lokasi. Dari sekian banyak ayat tersebut Syaikh Prof. DR Basam Ali Salamah Al-Amusy menyimpulkan bahwa keghaiban menurut Al-Qur’an itu adalah :
ما غاب عن الحواس وهو الأمر الذي لا يعلمه إلا الله تعالي ولا يعلمه الرسول صلي الله عليه وسلم فضلا عن بقية الناس إلا من أطلعه الله علي شيء منه
“Apa yang terluput dari indra manusia dan ia merupakan perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Tidak pula diketahui oleh Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam apalagi oleh manusia selain beliau melainkan orang yang diberi tahu oleh Allah.”
(Al-Imani Bil Ghaib : 10).
Beriman kepada keghaiban yang ditetapkan oleh syariat merupakan pondasi agama yang tak bisa ditawar-tawar. Dan ia menjadi barometer bagi keimanan serta ketaqwaan seseorang. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh jibril tentang keimanan beliau menjawab :
أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ
”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,”
(HR Muslim : 8).
Tidak hanya sebatas mengimani keenam hal ini saja. Akan tetapi seorang muslim dituntut untuk mengimani semua hal yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Imam Asy-Syafi’I juga berkata ketika mendefinisikan iman :
آمَنْتُ بِاللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنِ اللهِ، عَلَى مُرَادِ اللهِ، وَآمَنْتُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وبِما جَاءَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلَى مُرَادِ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku beriman kepada Allah dan kepada seluruh yang dating dari Allah sesuai dengan kehendak Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh apa yang dating dari beliau sesuai dengan kehendak beliau.”
(Ar-Risalah Al-Madaniyah : 121).
Macam-macam Keghaiban
Keghaiban itu ada beberapa jenis dan macamnya ;
A) Keghaiban Nisbi (relatif)
Keghaiban Nisbi adalah keghaiban yang diketahui sebagian makhluk dan tidak diketahui oleh sebagian yang lain. Contohnya Jin itu mengetahui sesuatu yang kadang tidak kita ketahui, atau sebagian kita ada yang mengetahui keberadaan suatu benda dan tidak diketahui oleh orang lain.
Oleh karenanya kadang Allah memberitahukan kepada sebagian manusia (para Rasul) beberapa perkara yang gaib. Seperti tanda-tanda kiamat yang banyak disampaikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan lain sebagainya.
Namun demikian, ilmu gaib yang Allah sampaikan pada utusan-Nya tersebut hanyalah sebatas yang Allah beri tahukan sehingga tidak mencakup seluruh ilmu gaib yang ada. Allah berfirman :
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui keghaiban, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang keghaiban itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”
(QS Jin : 26-27).
B) Keghaiban Mutlak
Keghaiban mutlak adalah keghaiban yang tidak diketahui oleh siapapun, tidak oleh Rasul yang diutus tidak pula oleh malaikat yang dekat dengan Allah, kecuali hanya Allah semata yang mengetahuinya. Seperti tentang waktu terjadinya hari kiamat, nasib si fulan apakah kelak akan menjadi ahli neraka atau ahli surga, dan selainnya. Allah berfirman ;
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”
(QS An-Naml : 65).
Imam Ibnu Utsaimin menyatakan ketika menjelaskan makna ayat ini :
المراد بالغيب : ما كان غائباً ، والغيب أمر نسبي ، لكن الغيب المطلق علمه خاص بالله
“Yang dimaksud dengan keghaiban adalah sesuatu yang berstatus ghaib, dan ghaib itu sesuatu yang relatif. Akan tetapi keghaiban mutlak maka ilmunya khusus milik Allah ta’ala.”
(Syarah Aqidah Wasithiyyah : 158).
Kunci-kunci Keghaiban
Kunci keghaiban di sini adalah keghaiban mutlak yang hanya diketahui oleh Allah semata, tidak ada penduduk langit dan bumi yang mengetahui jenis keghaiban ini melainkan hanya Allah semata. Allah ta’ala berfirman :
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هو
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri”.
(QS Al-An’am : 59).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مفاتح الغيب خمس ﻻ يعلمها اﻻ الله : ﻻ يعلم ما في غد اﻻ الله وﻻ يعلم ما تغيض الأرحام اﻻ الله وﻻ يعلم متى يأتي المطر أحد اﻻ الله وﻻ تدري نفس بأي أرض تموت وﻻ يعلم متى تقوم الساعة اﻻ الله
“Kunci-kunci gaib ada lima yang tidak diketahui kecuali hanya oleh Allah:
Tidak ada yang mengetahui apa pun pada esok hari kecuali Allah, dan tidak ada yang mengetahui apa pun yang diselubungi rahim-rahim kecuali oleh Allah, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan hujan datang kecuali Allah, dan tidak ada jiwa yang mengetahui di bumi manakah ia akan mati, dan tidak ada yang mengetahui kapan kiamat terjadi kecuali Allah.”
(HR : Bukhari : 4697).
Sikap Manusia Terhadap Keghaiban
Mengimani serta mempercayai keghaiban adalah bagian penting dari keimanan, bahkan rukun iman yang enam itu semua berkaitan dengan hal-hal ghaib. Jika seseorang mengingkari satu saja dari keenam rukun ini maka ia menjadi orang yang kafir dengan kesepakatan para ulama. Allah ta’ala berfirman :
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
(QS Al-Baqarah : 2-3).
Di dalam menyikapi keghaiban ini manusia minimalnya terbagi menjadi tiga kelompok ;
A) Kelompok yang menolak keghaiban baik secara total maupun sebagian.
Kelompok ini adalah kaum rasionalis mu’tazilah, pemikiran kuno yang masih saja muncul di era ini dengan format lain namun hakikatnya sama saja.
Mereka memiliki ideologi berupa pengingkaran terhadap beberapa keghaiban yang dijelaskan oleh syariat. Seperti pengingkaran mereka terhadap adanya sihir, kesurupan, hari kebangkita, surga dan neraka, azab kubur, keluarnya Dajjal, Turunnya Isa bin Maryam di akhir zaman, keluarnya Ya’juj Ma’juj, Al-Mahdi, dan lain-lain.
B) Kelompok ekstrim yang meyakini serta mengklaim keghaiban dengan melampaui batas.
Kelompok ekstrim yang meyakini serta mengklaim keghaiban dengan melampaui batas, sehingga mereka meyakini hal-hal ghaib yang tidak diterangkan oleh syariat. Kelompok ini didominasi oleh kaum syiah, kaum sufi serta para dukun dan para dajjal (shoghir) yang sangat gemar dengan keghaiban berbau klenik di luar batasan syariat.
Demikian pula para penganut agama Ardhiyyi atau agama yang tidak bersumber dari langit, namun ia murni agama hasil rekayasa manusia. Mereka meyakini keghaiban karena faktor mimpi, cerita-cerita, hikayat-hikayat, serta pengaruh ajaran animisme dan dinamisme. Diantara bentuk ekstrim mereka adalah apa yang akan kita baca bersama pada pembahasan tentang mitos-mitos keghaiban yang akan datang insyaAllah.
C) Kelompok yang lurus.
Kelompok yang lurus, ahlus sunnah wal jamaah. Ialah kelompok yang meyakini keghaiban sesuai dengan batasan syariat, mereka meyakini keghaiban yang dijelaskan oleh syariat dan menahan diri dari klaim-klalim ghaib yang tidak memiliki sandaran sama sekali dari syariat. DR Muhammad As-Sayyid dalam makalah beliau berjudul ‘Kaitan antara akal dengan ilmu ghaib’ menyatakan :
إنَّ الاعتصام بالنصِّ الصحيح في قضايا الغيب كان منهجًا أقومَ في منطق العقل نفسه، ذلك أن العقل مطالب بالإيمان به، وفي نفس الوقت ليس مؤهَّلاً للبحث فيه، كما هو شأْنه في عالم الشهادة، ولَم يطلب منه الشرع البحث فيه، لأنَّ الله لا يكلِّف نفسًا إلاَّ وُسعها، ولا يُكلِّفها إلاَّ ما أتاها، وسبيله الوحيد إلى التعرُّف على الغيب هو خَبَرُ المعصوم عن الله الذي قال لصحابته: قد تَركْتُكم على البيضاء، ليْلُها كنهارِها، لا يَزِيغ عنها بعدي إلا هالكٌ
“Sesungguhnya berpegang teguh dengan dalil yang shahih di dalam permasalahan keghaiban adalah merupakan metode yang kokoh menurut akal itu sendiri. Yang demikian karena akal dituntut untuk mengimani keghaiban, pada waktu yang bersamaan ia tidak memiliki kapasitas untuk mencapai keghaiban sebagaimana ia mampu mencapai hal-hal yang real.
Dan syariat tidak menuntut akal untuk mencapai keghaiban karena Allah tidak membebani makhluk melainkan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Dan jalan satu-satunya untuk mengetahui keghaiban adalah dengan merujuk kepada khabar yang dibawa oleh Nabi dari Allah yang mana beliau pernah mengatakan kepada para sahabatnya ; ‘Aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang terang benderang, malamnya seperti siangnya tidak menyimpang darinya sepeninggalku melainkan ia akan tersesat.”
(Hadits Irbadh bin Sariyah yang terkenal diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Muqaddimah hal. 43, Ahmad : 4/126, Ibnu Abi ‘Ashim di dalam As-Sunnah : 48, 49).
Mitos-mitos Seputar Keghaiban
Banyak mitos berkembang di tengah masyarakat berkaitan dengan keghaiban ini, mitos ini muncul karena lemahnya aqidah tauhid pada diri mereka serta banyaknya syubhat yang dihembuskan secara masif baik melalui media, sosmed atau bahkan ceramah keagamaan sekalipun seringkali memberikan doktrin tentang mitos keghaiban yang tidak jarang justru menoda kemurnian aqidah itu sendiri. Diantara mitos tersebut adalah :
A) Jin dan malaikat mengetahui keghaiban
Ini adalah anggapan yang keliru karena bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang benar baik jin maupun malaikat mereka juga tidak mengetahui keghaiban, Allah ta’ala berfirman ketika menjelaskan kejahilan Jin yang tidak menyadari kematian Nabi Sulaiman ‘alaihissalam :
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ ۖ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.”
(QS Saba’ : 14).
Imam Ibnu Katsir menyatakan :
يذكر تعالى كيفية موت سليمان -عليه السلام-، وكيف عَمَّى الله موته على الجانّ المسخرين له في الأعمال الشاقة، فإنه مكث متوكئًا على عصاه
“Allah ta’ala menyebutkan proses kematian Sulaiman alaihissalam dan proses bagaimana Allah menyembunyikan kematian itu dari pengetahuan jin yang dibuat tunduk kepada Sulaiman untuk melaksanakan pekerjaan berat. Sesungguhnya Sulaiman (wafat dalam keadaan) bersandar pada tongkatnya.”
(Tafsir Ibnu Katsir : 6/501).
B) Orang mati bisa hidup kembali menjadi arwah gentayangan
Allah ta’ala berfirman :
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ
لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata : ‘Ya Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia).
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan’. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.”
(QS Al-Mukminun : 99-100).
C) Ngalap berkah
Mengambil keberkahan sangat dianjurkan di dalam agama Islam, hanya saja kita dilarang meyakini bahwa sebuah lokasi, waktu ataupun benda itu memiliki keberkahan kecuali jika ada dalil syariat yang menunjukkannya.
Contoh lokasi yang mengandung berkah adalah ; Masjid secara umum, Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, Masjid Nabawi, Maqam Ibrahim, Mina, Sofa, Marwa, Negri Syam, dan selainnya yang dijelaskan dalil.
Contoh benda yang mengandung berkah adalah ; Hajar Aswad, Air Hujan, Ka’bah, susu, zaitun, kambing, onta, pohon kurma, dan lain lain.
Contoh waktu yang mengandung berkah adalah bulan Ramadhan, Lailatul Qadar, hari Arafah, hari Tasyriq, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan lain lain.
Lokasi, benda, dan waktu, yang tidak dijelaskan oleh syariat bahwa ia mengandung berkah, maka tidak boleh bagi kita meyakini keberkahan ada padanya. Karena keberkahan adalah bagian dari keghaiban yang tidak diketahui kecuali oleh Allah ta’ala.
Contoh lokasi yang diklaim mengandung berkah padahal tidak ada dalilnya adalah ; Padang Karbala yang dikultuskan oleh orang syiah, kuburan para wali yang dikeramatkan, pohon-pohon yang dikeramatkan, dan lain-lain.
Contoh benda yang diklaim memiliki berkah padahal tidak diantaranya ; Tanah Karbala, benda-benda pusaka serta jimat yang diklaim memiliki berkah, kotoran kebo yang dikeramatkan, dan lain-lain.
Contoh waktu yang diklaim mengandung berkah diantaranya ; Malam jumat kliwon, malam Nisfu Sya’ban, Hari raya Ghadir Khum, dan lain-lain.
D) Wujud jin
Masyarakat kita masih banyak meyakini akan wujud jin yang beraneka ragam jenisnya. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perwujudan jin yang mereka yakini. Padahal jenis-jenis perwujudan jin yang mereka ini tidak sama sekali memiliki landasan serta dalil yang kuat dari syariat.
عن أبي ثعلبة الخشني، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: الجن على ثلاثة أصناف: صنف كلاب وحيات، وصنف يطيرون في الهواء، وصنف يحلون ويظعنون
Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyany berkata :
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jin itu ada tiga jenis, jin yang memiliki sayap dan bisa terbang di udara, jin yang berupa ular dan kalajengking, serta jin yang suka berpindah-pindah”.
(HR. Thabrany : 18020, Al-Hakim : 2/495, Ibnu Hibban : 6256 dan dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3114).
E) Zodiac, tukang ramal dan perdukunan
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.”
(HR. Ahmad : 9532 dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Shahihut Targhib Wat Tarhib : 3047).
Disusun oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله
Beliau adalah Alumni Mediu, Dewan konsultasi Bimbingan Islam, dan da’i di kota Klaten.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله klik disini