KeluargaKonsultasi

Kiat Menghadapi Suami Kasar Dan Temperamen

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Kiat Menghadapi Suami Kasar dan Temperamen, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

1. Bagaimana agar seorang istri bisa bertahan dengan sikap suami yang pemarah dan suka meluapkan emosinya, baik secara verbal maupun memukul barang/tembok. Rasa-rasanya saya sudah tidak kuat lagi, kehidupan rumah tangga tidak ada rasa ketenteraman sama sekali.

2. Bagaimana pula agar anak-anak kelak tidak meniru sifat ayahnya, karena pemandangan yang mereka lihat sehari-hari adalah demikian.

3. Apakah diperbolehkan dalam Islam, bila istri ingin berpisah dengan suami dengan alasan ingin menyelamatkan anak-anak dari pengaruh buruk ayahnya?

جزاك اللهُ خيراً

(Disampaikan oleh Anggota Grup WA Sahabat BiAS)


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, amma ba’du.

Pertengkaran antara suami dan istri adalah hal yang biasa dan lumrah terjadi pada sebuah kehidupan berumah tangga. Namun, bila suami selalu berkata kasar tiap kali bertengkar, tentu hal tersebut bisa menyakiti hati sang istri dan tak jarang makin memperkeruh keadaan. Lantas, bagaimana cara menghadapi suami yang temperamen dan menyakiti secara verbal ini? Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu hanya melibatkan fisik. Perkataan kasar, hinaan, dan ejekan dari pasangan juga bisa termasuk kekerasan dalam rumah tangga, tetapi dalam bentuk verbal.

Apa pun alasannya, melontarkan kata-kata kasar kepada istri tidak dibenarkan dan bukan perilaku yang baik bagi seorang pemimpin keluarga. Bila hal ini terjadi 2 – 3 kali di dalam rumah tanggamu, mungkin bisa dianggap kekhilafan saja. Akan tetapi, jika hal ini selalu terjadi setiap kali ada masalah, bahkan pada masalah yang sepele sekali pun, maka istri perlu bertindak agar suami bisa berubah dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Berikut beberapa kiat menghadapi suami yang temperamen dan sering berkata kasar ketika ada hal yang tidak dia sukai:

1. Tetap bersikap tenang.

Pertama-tama, mengertilah bahwa kebanyakan ledakan emosi dan kata-kata kasar yang keluar dari mulut seseorang berasal dari luka di masa lalu atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Jadi, saat ia mulai berkata kasar, usahakan untuk tetap tenang dan tidak tersulut emosi ataupun terlihat marah. Berikan sugesti positif pada pikiranmu sendiri. Belajar berprasangka yang baik. Lihatlah kemarahannya dari sudut pandang lain dan cobalah pahami kira-kira hal apa yang membuka luka masa lalu dan menyulut kemarahannya.

2. Jangan membalas balik.

Walau sakit hati dengan apa yang ia katakan, istri perlu berbesar hati untuk tidak membalas perkataan kasar suami. Menyerang balik tidak akan menyelesaikan masalah, malah justru bisa memperburuk keadaan. Bukan tidak mungkin suami bisa melakukan kekerasan fisik karena tersulut perkataan istri. Di dalam hubungan pernikahan, tidak ada kalah atau menang. Jadi, mengalah bukan berarti kalah. Dalam situasi ini, istri harus bisa menjadi pendingin keadaan yang tengah memanas oleh perkataan suami. Lagi pula, berbicara balik dengan seseorang yang sedang marah biasanya akan percuma. Oleh karena itu, mengalahlah sebentar sampai amarah suami mereda.

3. Dengarkan dan ajak berdiskusi

Setelah kegusarannya mulai reda, cobalah memancingnya untuk menceritakan alasan kemarahannya dan dengarkan ia dengan rasa empati. Ulangi apa yang ia katakan sebagai konfirmasi, agar ia benar-benar merasa didengarkan. Setelah kira-kira ia sudah bisa diajak berdiskusi, mulailah nyatakan pendapatmu dengan kepala dingin. Katakan bahwa yang ia lakukan itu tidak baik dan menyakiti hatimu. Ingatkan bahwa apa yang ia lakukan bisa saja ditiru oleh anak. Namun, gunakanlah kata-kata yang lembut dan tidak menyudutkannya. Bila ia menyalahkanmu sebagai istri dan anda memang mengakui kesalahan itu, jangan ragu untuk meminta maaf kepadanya. Anda juga bisa melunak dan memulai tugas seorang istri untuk memperbaiki suasana hatinya yang sedang buruk.

Baca Juga:  Suami Mengizinkan Istri Curhat Ke Lelaki Lain

4. Beri waktu.

Jika semua usaha istri untuk mendengarkan, berdiskusi baik-baik, dan meluluhkan hatinya tidak juga menghilangkan amarah dan kata-kata kasarnya, ada baiknya untuk memberinya waktu. Bila suami benar-benar mencintai istri dan anak-anaknya, serta ingin mempertahankan pernikahan, tentu ia akan berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Berharap Anak Shaleh Dari Perbuatan Dan Perangai Orang Tua

Adapun jika anda menginginkan anak anda menjadi shaleh dan baik, maka kedua orang tua harus mensalehkan diri mereka sendiri dulu, bukan hanya ayah atau hanya ibu tapi kedua-duanya dituntut untuk hal yang sama sembari mendoakan kebaikan bagi anak-anak dengan tulus pada Allah Yang Maha Kuasa.

Ingin punya anak yang shalih, orang tua juga harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia berharap anaknya jadi baik, sedangkan orang tua sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar anaknya menjadi shalih. Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah pernah berkata pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ

“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1/467)

Keshalihan orang tua itu sangat berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih. Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82).

Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz juga pernah mengatakan,

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إِلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عَقِبِهِ وَعَقِبِ عَقِبِهِ

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajibannya sebagai hamba pada Allah, pent.), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1/467).

Sehingga tidak cukup alasan untuk berpisah, gara-gara hanya masalah suami yang temperamen, tanpa mencoba usaha maksimal untuk perbaikan terlebih dahulu. Semoga Allah Ta’ala memudahkan urusan kaum muslimin dan memberi taufiq pada semuanya.

Wallahu Ta’ala A’lam.


Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Senin, 27 Rajab 1443 H/28 Februari 2022 M


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button