
Keluarga Memerintahkan Untuk Membuat Acara Peringatan Kematian
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Keluarga Memerintahkan Untuk Membuat Acara Peringatan Kematian, selamat membaca.
Pertanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, ada pertanyaan dari teman: Bagaimana sikap kita yang sudah mengenal sunnah, ketika orang tua meninggal dunia, lalu pihak keluarga mengharuskan mengadakan tahlilan atau perkara-perkara yang tidak terdapat perintah/anjurannya dalam agama? Mohon penjelasannya Ustadz.
جزاك اللهُ خيراً
(Disampaikan oleh Anggota Grup WA Sahabat BiAS)
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Yang disyariatkan bagi sebuah keluarga saat ada anggota keluarga yang wafat adalah memandikan, mengafani, menshalatinya serta mendoakannya sesering mungkin terutama di waktu-waktu yang mustajabah. Dan tidak disyariatkan untuk membuat acara acara peringatan kematian pada hari-hari tertentu.
Karena itu merupakan ritual yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi, keluarga beliau, para sahabat beliau maupun para imam sunnah sampai hari ini. Sehingga ia merupakan acara baru yang tidak pernah ada di dalam agama Islam dan tidak selayaknya dilakukan.
Berikut ini kutipan dari kitab Hasyiyah I’anah al Thalibin, suatu buku yang terkenal untuk belajar fikih syafi’i pada level menengah atau lanjutan:
ويكره لاهل الميت الجلوس للتعزية، وصنع طعام يجمعون الناس عليه،
“Makruh hukumnya keluarga dari yang meninggal dunia duduk untuk menerima orang yang hendak menyampaikan belasungkawa. Demikian pula makruh hukumnya keluarga mayit membuat makanan lalu manusia berkumpul untuk menikmatinya.
لما روى أحمد عن جرير بن عبد الله البجلي، قال: كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة،
Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jarir bin Abdillah al Bajali-seorang sahabat Nabi-, “Kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, demikian pula aktivitas keluarga mayit membuatkan makanan setelah jenazah dimakamkan adalah bagian dari niyahah atau meratapi jenazah”.
ويستحب لجيران أهل الميت – ولو أجانب – ومعارفهم – وإن لم يكونوا جيرانا – وأقاربه الاباعد – وإن كانوا بغير بلد الميت – أن يصنعوا لاهله طعاما يكفيهم يوما وليلة، وأن يلحوا عليهم في الاكل.
Dianjurkan bagi para tetangga-meski bukan mahram dengan jenazah, kawan dari keluarga mayit-meski bukan berstatus sebagai tetangga-dan kerabat jauh dari mayit-meski mereka berdomisili di lain daerah-untuk membuatkan makanan yang mencukupi bagi keluarga mayit selama sehari semalam semenjak meninggalnya mayit.
Hendaknya keluarga mayit agak dipaksa untuk mau menikmati makanan yang telah dibuatkan untuk mereka.” (Sumber : Ustadzaris.com).
Maka selayaknya kita menyampaikan alasan, dalil argumentasi kepada keluarga untuk tidak memaksakan kehendaknya. Tentu dengan cara komunikasi yang baik, sopan, tidak terkesan menggurui. Dan jika memungkinkan bisa meminta bantuan orang yang disegani keluarga untuk menjelaskan permasalahan tersebut dengan hikmah.
Jika pun ternyata pihak keluarga masih bersikeras melaksanakannya, maka kita hanya memiliki kewenangan untuk menjelaskan, berdakwah dan mengajak dan tidak boleh memaksakan kehendak. Tidak lupa juga kita harus sesering mungkin mendoakan kebaikan bagi seluruh keluarga kita pada waktu waktu yang mustajabah.
Wallahu a’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA. حفظه الله
Rabu, 26 Jumadil Awwal 1443 H/31 Desember 2021 M
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله klik disini