Artikel

Kaidah-Kaidah Fiqih Terkait Halal Haram Makanan (Bagian 3)

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Kaidah-Kaidah Fiqih Terkait Halal Haram Makanan (3)

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan Kaidah-Kaidah Fiqih Terkait Halal Haram Makanan (Bagian 3). Selamat membaca.

Artikel sebelumnya: Kaidah-Kaidah Fiqih Terkait Halal Haram Makanan (Bagian 2)

[lwptoc numeration=”decimal” numerationSuffix=”none”]

Kaidah ke enam: كل حيوان ذي ناب يصطاد به فهو حرام Setiap hewan yang memiliki taring yang digunakan untuk berburu maka haram untuk dikonsumsi.

Beberapa dalil yang menjelaskan kaidah ini di antaranya firman Allah ta’ala:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

dan Allah mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (Al-A’raf:157).

Sisi pendalilan dari ayat di atas: Bahwa hewan bertaring yang memakan buruannya masuk kategori hewan khobist (yang buruk/jijik), karena biasanya hewan demikian juga mau memakan mangsanya yang sudah membusuk, dan hal ini adalah sesuatu yang menjijikkan, oleh karenanya maka diharamkan hukum mengkonsumsinya.

Diantara dalil lainnya adalah hadist Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

كُلُّ ذي نابٍ مِنَ السِّباعِ حَرامٌ

“Setiap hewan yang memiliki taring dari hewan buas (predator) hukumnya haram”. (HR. Muslim no:1933).

Sisi pendalilannya adalah: Di sini Rasul sallallahu alaihi wa sallam menyatakan dengan tegas bahwa hewan buas yang bertaring itu haram hukumnya, oleh karenanya terlarang bagi kita untuk mengkonsumsinya.

Contoh hewan-hewan yang masuk kategori ini diantaranya adalah harimau, singa, chetah, serigala, musang, kucing dan lain sebagainya.

Kaidah ke tujuh: كل حيوان ذي مخلب يصطاد به فهو حرام Setiap hewan yang memiliki cakar yang digunakan untuk berburu maka hewan tersebut haram dikonsumsi.

Diantara dalil yang menjelaskan kaidah ini adalah hadist Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang dibawakan oleh Abdullah ibn Abbas, beliau berkata:

أنَّ رَسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نهى عن كُلِّ ذي نابٍ مِنَ السِّباعِ، وعن كُلِّ ذي مِخلَبٍ مِنَ الطَّيرِ

Bahwa Rasul sallallahu alaihi wa sallam melarang untuk mengkonsumsi setiap hewan buas yang memiliki taring, dan setiap yang memiliki cakar dari golongan burung”. (HR.Muslim no:1934)

Sisi pendalilan hadist di atas: Dalam hadist dinyatakan dengan tegas disebutkan bahwa setiap hewan buas dari kalangan burung yang memiliki cakar untuk berburu haram hukumnya dikonsumsi.

Diantara yang masuk kategori ini adalah elang, alap-alap , falcon, rajawali, burung hantu, burung pemakan bangkai dan semisalnya.

Kaidah ke delapan: كل شيئ يحرم بيعه يحرم أكله Setiap sesuatu yang diharamkan untuk dijual, maka dikonsumsi pun juga terlarang.

Diantara dalil dari kaidah di atas adalah sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

إنَّ الله حرَّم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام

“Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khomr, bangkai, babi dan berhala”. (HR. Bukhari & Muslim).

Disebutkan dalam dalil yang lain:

وعند أبي داود عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الكلب والسنور. وعند البيهقي عنه أيضاً: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أكل الهرة وأكل ثمنها.

“Bahwasannya Nabi Shalallohu alaihi wa Sallam melarang dari jual beli anjing dan kucing” (H.R Abu Dawud). Dan dalam riwayat lainnya : “Nabi Shalallohu ‘alaihi wa Sallam melarang dari memakan daging kucing serta jual belinya”. (HR. Al-Baihaqi).

Sisi pendalilannya: Bahwasannya dalam dua hadist di atas disebutkan ada beberapa hal yang dilarang untuk diperjual belikan, dan jika kita lihat kesemuanya juga dilarang untuk dikonsumsi, entah karena alasan kenajisannya seperti anjing, bangkai dan babi, atau karena memiliki cakar dan taring untuk berburu seperti kucing, atau karena ada nash khusus (baik dalam al-Quran atau hadist lain) yang menegaskan keharamannya seperti khomr.

Kaidah ke sembilan: كل حيوان غير مذكاة بطريقة شرعية فهو حرام Setiap hewan yang mati tidak disembelih secara syari maka hukumnya haram dikonsumsi.

Diantara dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (Al-An’am:121).

Dalam kitab al-Tafsir al-Muyassar dijelaskan makna ayat di atas:

ولا تأكلوا أيها المسلمونمن الذبائح التي لم يذكر اسم الله عليها عند الذبح، كالميتة وما ذبح للأوثان والجن، وغير ذلك

“Wahai kaum muslimin janganlah kalian mengkonsumsi sembelihan yang belum disebutkan nama Allah sebelumnya ketika menyembelih, seperti contohnya bangkai, dan hewan yang disembelih untuk persembahan berhala, jin dan semisalnya”. (al-Tafsir al-Muyassar juz:1, hal:143).

Jadi, hewan yang disembelih secara sengaja tanpa menyebutkan nama Allah terlebih dahulu maka sembelihannya terhitung sebagai bangkai, karena tidak disembelih secara syari dan tidak boleh dikonsumsi, sebagaimana hewan yang disembelih untuk persembahan jin, berhala juga dilarang.

Adapun sembelihan ahlul kitab (yahudi & nasrani) maka dihalalkan, karena masuk pada pengecualian. Allah berfirman:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka”. (Al-Maidah:5).

Dalam kitab al-Tafsir al-Muyassar juga dijelaskan:

ومن تمام نعمة الله عليكم اليوم أيها المؤمنونأن أَحَلَّ لكم الحلال الطيب، وذبائحُ اليهود والنصارى إن ذكَّوها حَسَبَ شرعهمحلال لكم وذبائحكم حلال لهم

“Di antara kesempurnaan nikmat Allah atas kalian wahai orang yang beriman adalah Allah menghalalkan bagi kalian hal-hal yang baik, juga sembelihan orang yahudi dan nashoro (jika mereka menyembelih sesuai syariat mereka) juga halal bagi kalian, sebagaimana sembelihan kalian halal bagi mereka”. (Al-Tafsir Al-Muyassar Juz:1, Hal:107).

Demikian, wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Rabu, 1 Rajab 1443 H/ 2 Februari 2022 M


Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Beliau adalah Alumnus S1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله klik disini



Referensi:

Ustadz Setiawan Tugiyono, B.A., M.HI

Beliau adalah Alumni D2 Mahad Aly bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bahasa Arab 2010 - 2012 , S1 LIPIA Jakarta Syariah 2012 - 2017, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2018 - 2020 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah, Dauroh Masyayikh Ummul Quro Mekkah di PP Riyadush-shalihin Banten, Daurah Syaikh Ali Hasan Al-Halaby, Syaikh Musa Alu Nasr, Syaikh Ziyad, Dauroh-dauroh lain dengan beberapa masyayikh yaman dll | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Belajar bersama dengan kawan-kawan di kampuz jalanan Bantul

Related Articles

Back to top button