Hukum Khitan Pada Hari Ke Tujuh Kelahiran

Hukum Khitan Pada Hari Ke Tujuh Kelahiran
Pertanyaan:
بسم الله الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Afwan Ustadz, dari buku parenting yang saya baca ada yang menerangkan bahwa: “Imam Thabrani meriwayatkan dari Muhammad bin al-Munkadir bahwasannya Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengkhitan Hasan pada hari ke tujuh kelahiran” apakah ini shahih?
جزاك الله خيرا
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditanyakan oleh Sahabat BiAS T08 G-53
Jawaban:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسْـمِ الله
Alhamdulillāhi rabbil ālamīn
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi waman tabi’ahum bi ihsānin Ilā yaumil Qiyāmah. Amma ba’du
Afwan Wajazākallāh khairan katsiran atas pertanyaan dan do’a yang antum sampaikan, berikut jawaban tentang hukum khitan pada hari ketujuh kelahiran.
[Pembahasan Hadits]
Imam Ath-Thabrani meriwayakan hadits tersebut dalam kitab beliau bernama Al-Mu’jam Ash-Shaghir dengan lafadz :
891 – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيُّ الْعَسْقَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ زُهَيْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ «عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ , وَخَتَنَهُمَا لَسَبْعَةِ أَيَّامٍ» لَمْ يَرْوِهِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ إِلَّا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ مِمَّنْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ: «وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَةِ أَيَّامٍ» إِلَّا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ
891. Memberikan hadits kepadaku, [Muhammad bin Ahmad bin Walid bin Muslim], beliau berkata : memberikan hadits kepada kami [Muhammad bin As-Sariy Al-Asqolani], ia berkata : memberikan hadits kepada kami [Al Walid bin Muslim], dari [zuhair bin Muhammad], dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Jabir radhiyallahu ‘anhu]
Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meng-aqiqoh-i Hasan dan Husain, dan mengkhitan keduanya pada hari ketujuh.
Ath-Thabrani berkata : hanya saja tidak meriwayatkan hadits ini dari [muhammad bin Al Munkadir] kecuali [Zuhair bin Muhammad] dan tidak ada yang menambah lafaldz [dan mengkhitani keduanya pada hari ketujuh] kecuali Walid bin Muslim.
[Catatan]
Dari cara penyampaian Imam Ath-Thabrani ini, mengisyaratkan bahwa hadits ini ada kelemahan yang harus diteliti lebih lanjut.
Dan pada buku yang lain, buku berjudul Al-Mu’jam Al-Aushath hadits no 6708, beliau juga menyampaikan hal yang hampir sama.
[Kesimpulan]
Kesimpulannya hadits tersebut masih dipermasalahkan. Hanya saja, bagi siapa yang ingin mengkhitani anaknya pada hari ketujuh, maka itu tidak ada masalah. Dan kata Syaikh Al-Albani, itu merupakan pendapat Syafi’iyyah, dan mereka mengatakan “mustahab” sunnah.
Dan Ibnul Qoyyim dalam hukum-hukum yang berkaitan dengan kelahiran anak “Tuhfatul Maudud bi Ahkaam Al-Maulud”, menyebutkan perbedaan pendapat yang ada. Kemudian membawakan perkataan Al Mundziri ketika beliau mengatakan : “Dalam permasalahan ini tidak ada hadits yang melarang, tidak ada kabar shahih yang bisa dijadikan sandaran kuat, dan perkara ini kembali kepada hukum “boleh” dan tidak boleh melarang orang yang mengerjakannya (memilih pendapat ini) kecuali dengan dalil, dan kami tidak tahu ada dalil yang kuat bagi orang yang melarang khitan pada hari ketujuh.”
[Kesimpulan Akhir]
Jika para dokter mengatakan khitan pada hari ketujuh, boleh tidak berbahaya, lebih cepat sembuh, maka tidak mengapa.
Walāhu a’lam, Wabillāhit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
👤 Team Tanya Jawab Bimbingan Islam
📆 Selasa, 24 Rabi’uts Tsani 1440 H / 1 Januari 2019 M