Hukum Bekerja Sebagai Desainer Bangunan yang Kemungkinan Dijual Dengan Cara Riba

Hukum Bekerja Sebagai Desainer Bangunan yang Kemungkinan Dijual Dengan Cara Riba
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum bekerja sebagai desainer bangunan yang kemungkinan dijual dengan cara riba.
selamat membaca.
Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Ustadz dan tim Bimbingan Islam beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Bagaimana hukumnya bekerja sebagai desainer bangunan di developer perumahan yang kemungkinan dia menjualnya dengan sistem kredit riba?
Contohnya: kita hanya bertugas membuat desain rumahnya saja tanpa ikut campur dalam masalah penjualan propertinya. syukron ustadz.
(Disampaikan Fulan di media sosial bimbingan islam)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Jika kita hanya bekerja sebagai desainer bangunan atau kita diminta mendesain bangunan, maka tidak mengapa kita melakukannya dan menerima upah dari desain bangunan yang kita buat, dan kita tidak mesti bertanya kepada developer apakah nantinya dia akan menjual dengan sistem kredit yang riba atau tidak, kecuali jika kita mengetahuinya. Jika kita mengetahuinya, maka kita ingatkan agar tidak menjualnya dengan cara kredit yang ada ribanya. Jika dia menolak tawaran kita, karena kita sudah mengetahui nantinya akan dilakukan akad secara riba, maka jangan mendesain untuknya, karena Alah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Tolong-menolonglah di atas kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong di atas dosa dan pelanggaran.”
(Qs. Al Maidah: 2)
Namun perlu diingat, bahwa pada dasarnya sesuatu yang mubah kita tidak perlu tanyakan untuk apa nantinya, karena hal ini termasuk takalluf (menyusahkan diri).
Demikian pula perlu diketahui batasan ‘membantu perbuatan maksiat’ yaitu ketika:
1. Langsung membantu maksiat dengan niat membantunya, seperti memberikan arak kepada orang yang akan meminumnya dengan niat membantunya.
2. Langsung membantu maksiat namun tidak ada niat membantunya, seperti menjual barang-barang haram yang sama sekali tidak digunakan untuk hal yang mubah.
3. Bermaksud atau berniat membantu maksiat namun tidak secara langsung, seperti memberikan kepada orang lain uang yang nantinya dibelikan arak olehnya.
Ketiga hal di atas jelas haramnya.
4. Tidak langsung dan tidak bermaksud membantu maksiat seperti orang yang menjual sesuatu yang bisa digunakan untuk yang halal dan yang haram, dan si penjual tidak berniat membantunya mengerjakan maksiat. Misalnya seseorang memberikan uang kepada orang lain tanpa maksud agar dibelikan arak, namun kemudian dibeli arak olehnya, maka tidak ada dosa bagi orang yang memberikan uang itu kepadanya.
Termasuk contoh keempat adalah jual-beli serta melakukan sewa-menyewa dengan orang-orang kafir, fasik, dan bersedekah kepada mereka.
Hal ini diperbolehkan karena tidak langsung membantu maksiat dan tidak berniat membantu maksiat.
Namun dikecualikan dari no. 4 adalah perkara yang telah diketahui atau biasanya digunakan oleh konsumen untuk maksiat. Oleh karena itu, banyak para fuqaha (Ahli Fiqih) yang mengharamkan jual-beli anggur kepada orang yang akan memerasnya menjadi arak, menjual senjata di masa fitnah, meskipun keduanya biasa digunakan untuk yang halal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وكل لباس يغلب على الظن أن يستعان بلبسه على معصية فلا يجوز بيعه وخياطته لمن يستعين به على المعصية والظلم … وكذلك كل مباح في الأصل ، علم أنه يستعان به على معصية
“Setiap pakaian yang menurut perkiraan kuat akan dipakai untuk maksiat, maka tidak boleh dijual kepadanya dan dijahitkan untuknya ketika digunakan untuk maksiat dan kezaliman. Demikian pula sesuatu yang asalnya mubah, namun diketahui akan digunakan untuk maksiat (juga tidak diperbolehkan).”
(Syarhul Umdah 4/386)
Referensi: IslamQA ضابط الإعانة المحرمة على المعصية
Wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Rabu, 05 Shafar 1442 H/ 23 September 2020 M
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Beliau adalah Alumni STAI Siliwangi Bandung & Pascasarjana di Universitas Islam Jakarta jurusan PAI.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mardan Hadidi, M.PD.I حفظه الله klik disini