Fawaid Hadist #30 | Larangan Berangan-angan Kematian

Fawaid Hadist #30 | Larangan Berangan-angan Kematian
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan serial fawaid hadist, Fawaid Hadist #30 | Larangan Berangan-angan Kematian. Selamat membaca.
وعَنْ أَنَسٍ رضي اللَّهُ عنه قال : قال رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : لا يتَمنينَّ أَحدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فاعلاً فليقُل : اللَّهُمَّ أَحْيني ما كَانَت الْحياةُ خَيراً لِي وتوفَّني إِذَا كَانَتِ الْوفاَةُ خَيْراً لِي
Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena musibah yang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.”
(HR. Bukhari no. 5671 dan Muslim no. 2680).
Faedah Hadist
Hadist ini memberikan faedah-faedah berharga, di antaranya;
1. Rasulullah (ﷺ) melarang seseorang berangan-angan agar mati, baik dengan pikirannya atau pun juga berdoa secara langsung (dengan diucapkan) meminta kematian karena musibah yang dia alami, baik berupa kemiskinan, kehilangan sesuatu yang berharga, penyakit tertentu yang parah, luka secara fisik, atau musibah-musibah lainnya.
Dalam riwayat dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ
“Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah berdoa meminta mati sebelum datang waktunya.” (HR. Muslim no. 2682).
2. Meminta kematian itu dilarang karena perbuatan tersebut menunjukkan keluh kesah terhadap musibah yang menimpa, tidak ridha dengan takdir Allah Ta’ala dan menentang takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Kewajiban bagi setiap muslim adalah bersabar dalam menghadapi musibah.
3. Secara asal berdoa meminta kematian tidaklah mendatangkan maslahat, namun di dalamnya justru terdapat mafsadah (keburukan), yaitu meminta hilangnya nikmat kehidupan dan berbagai turunannya yang bermanfaat.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah (ﷺ),
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
“Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah meminta mati sebelum datang waktunya. Karena orang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidaklah bertambah melainkan akan menambah kebaikan.” (HR. Muslim no. 2682)
4. Sebagian ulama memaknai larangan berangan-angan kematian karena musibah, jika musibah tersebut berkaitan dengan dunia. Maksudnya, jika musibah tersebut berkaitan dengan agama seseorang, di mana seseorang mengkhawatirkan akan adanya fitnah atau kerusakan pada agamanya, maka hal ini tidak termasuk dalam larangan di atas.
5. Dalam potongan hadis ini, Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.”
Maksudnya, jika seorang muslim menyangka dengan persangkaan kuat bahwa kehidupannya dalam bahaya fitnah, agamanya terancam rusak, musibah mengerikan akan menimpa kekokohan agamanya, maka Rasulullah (ﷺ) memberikan solusi untuk berdoa dengan lafadz di atas. Karena dalam doa tersebut, terkandung makna pasrah dan tunduk terhadap ketentuan Allah Ta’ala, memasrahkan semua urusan kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang Maha Mengetahui semua urusan dan hasil akhirnya. Yaitu, seseorang menggantungkan urusannya kepada ilmu Allah Ta’ala.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Referensi: Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Shalih al Utsaimin rahimahullah dan Kitab Bahjatun Naadziriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy.
Yuk dukung operasional & pengembangan dakwah Bimbingan Islam, bagikan juga faedah hadist ini kepada kerabat dan teman-teman.
“Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab perantara dirimu, hal itu lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
*unta merah adalah harta yang paling istimewa di kalangan orang Arab kala itu (di masa Nabi ﷺ).