Tausiyah

Cadar dalam Pandangan Nahdlatul Ulama (2)

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

BIJAK DALAM MASALAH CADAR

     Ahkam Al-Fuqaha’ fi Muqarrati Mu’tamarat Nahdhatil Ulama’ berisi kumpulan masalah-masalah Diniyah dalam Muktamar NU ke-1 s/d 15 yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Penerbit CV Toha Putra Semarang. Buku ini disusun dan dikumpulkan oleh Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil Hamid Kudus, Katib II PB Syuriah NU dan dikoreksi ulang oleh Abu Razin Ahmad Sahl Mahfuzh Rais Syuriah NU. Seluruh fatwa yang ada di buku tersebut sudah dikoreksi oleh tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama antara lain J. M. (Yang Mulia-ed) Rois Aam, KH Abdul Wahab Khasbullah, J.M. KH Bisyri Syamsuri, Ustadz R Muhammad Al-Kariem Surakarta, KH Zubair Umar, Djailani Salatiga, Ustadz Adlan Ali, KH Chalil Jombong, dan (alm) KH Sujuthi Abdul Aziez Rembang.

Pada buku di atas, tepatnya pada juz kedua yang berisi hasil keputusan Muktamar NU ke delapan yang diadakan di Batavia (Jakarta) pada tanggal 12 Muharram 1352 H atau 7 Mei 1933 H pasnya pada halaman 8-9 tercantum fatwa yang merupakan jawaban pertanyaan yang berasal dari Surabaya sebagai berikut:

 مَا حُكْمُ خُرُوجِ الْمَرْأَةِ لِأَجْلِ الْمُعَامَلَةِ مَكْشُوفَة الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ وَالرِجْلَيْنِ، هَلْ هُوَ حَرَامٌ أَوْ لاَ؟ وَإِنْ قُلْتُمْ بِالحُرْمَةِ فَهَلْ هُنَاكَ قَوْلٌ بِجَوِازِهِ لِأَنَّهُ مِنَ الضَرُوْرَةِ أَوْ لَا؟ (سورابايا).135

     135. Soal: Bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah HARAM atau makruh? Kalau dihukumkan HARAM, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi darurat ataukah tidak? (Surabaya).

ج: يُحْرَمُ خُرُوْجُهَا لِذَلِكَ بِتِلْكَ الحَالَةِ عَلَى المُعْتَمَدِ وَالثَانِي يَجُوزُ خُرُوْجُهَا لَأَجْلِ المُعَامَلَةِ مَكْشُوفَة الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ إِلَى الكَوْعَينِ. وَعِنْدَ الحَنَفِيَّةِ يَجُوزُ ذَلِكَ بَلْ مَعَ كَشْفِ الرِجْلَيْنِ إِلىَ الكَوْعَيْنِ إِذَا أَمنتِ الفِتْنَة.

     Jawab : Hukumnya wanita keluar yang demikian itu HARAM, menurut pendapat yang mu’tamad, menurut pendapat lain boleh wanita keluar untuk jual beli dengan terbuka muka dan kedua telapak tangannya, dan menurut Mazhab Hanafi, demikian itu boleh bahkan dengan terbuka kakinya (sampai mata kaki-ed) apabila tidak ada fitnah.

KESIMPULAN

Dari pembahasan singkat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Memakai cadar merupakan perkara yang sudah dikenal sejak zaman Nabi, dan para ulama sepakat bahwa istri-istri Nabi bercadar.
  2. Imam Syafi’i tidak menghukumi cadar secara tegas, namun pada beberapa kesempatan beliau menganjurkan seperti saat ihram.
  3. Cadar di Madzhab Syafi’i masih diperselisihkan hukumnya.
  4. Ulama Syafi’iyah sepakat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali dua telapak tangan dan wajah.
  5. Mayoritas Ulama Syafi’iyah mewajibkan wanita untuk bercadar.
  6. Ulama Syafi’iyah membedakan antara aurat wanita saat shalat dan ketika di hadapan laki-laki asing. Dalam shalat wajah dan telapak tangan dibuka, adapun diluar shalat di hadapan laki-laki asing maka wajahnya aurat dan harus ditutup.
  7. Sebagian Madzhab Syafi’iyah berpendapat bahwa wajah wanita bukan aurat, tapi tetap hanya boleh dipandang jika ada keperluan syar’i.
  8. Para ulama Syafi’iyah sepakat bahwa jika memandang wajah wanita dikhawatirkan terjadi fitnah, seperti memandangnya dengan syahwat, maka hukumnya haram.
  9. Pendapat yang benar (baca: mu’tamad) dalam Mazhab Syafi’i –ditimbang oleh kaedah-kaedah mazhab- adalah pendapat yang mengatakan bahwa seluruh badan muslimah itu wajib ditutupi ketika hendak keluar rumah. Pendapat inilah yang dipilih dan difatwakan oleh NU.
  10. Sedangkan pendapat yang membolehkan untuk membuka wajah dan kedua telapak tangan bagi muslimah adalah pendapat yang lemah dalam Mazhab Syafi’i.
  11. Hasil Bahsul Masa’il NU menyimpulkan bahwa pada asalnya wanita mesti menutup seluruh tubuhnya, kecuali dalam kondisi yang tidak mengundang fitnah.
Baca Juga:  Beramar Ma'ruf dengan Cara yang Ma'ruf

SARAN

  1. Jika terjadi tindakan radikalisme atau perilaku wanita bercadar yang tidak baik, maka jangan disalahkan cadarnya atau agamanya. Karena pada hakikatnya agama islam adalah agama yang cinta damai.
  2. Jika ada larangan dari Perguruan Tinggi, lembaga pendidikan, atau instansi lainnya yang melarang wanita muslimah bercadar, maka perlu ditinjau ulang. Karena wanita bercadar bukan saja mereka menjaga kesucian diri mereka namun juga menjaga pandangan laki-laki yang liar.
  3. Kepada wanita muslimah yang bercadar hendaknya bukan sekedar wajah yang ditutup dan penampilan yang diperbaiki, lebih dari itu hendaknya adab dan akhlak serta hati pun harus selalu diperbaiki. Sehingga menepis penilaian buruk masyarakat kepada para wanita bercadar.

Demikian tulisan sederhana ini kami buat, semoga bermanfaat. Jika terdapat kekurangan dan kesalahan penulis memohon ampunan kepada Allah dan siap untuk dikoreksi dan diperbaiki. Wallahu A’lam.

Ditulis Oleh:
Ustadz Abu Rufaydah حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam.com)

Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA.

Beliau adalah Pengasuh Yayasan Ibnu Unib Cianjur dan website cianjurkotasantri.com

Related Articles

Back to top button