FiqihIbadah

Bagaimana Sholat Wanita Ketika Safar Di Dalam Kendaraan?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Bagaimana Sholat Wanita Ketika Safar Di Dalam Kendaraan?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bagaimana Sholat Wanita Ketika Safar Di Dalam Kendaraan? selamat membaca.

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum. izin bertanya ustadz. Bagaimana shalat perempuan ketika safar…!?? Lebih baik shalat di dalam kendaraan atau shalatnya di jama’ atau di qada’….!?

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarokatuh,

Tidak ada perbedaan antara seorang wanita dan pria dalam hukum safar ketika melakukan safar.

Hendaknya melakukan shalat fardhu tidak di dalam kendaraan, turun dari mobilnya dan mencari tempat yang bisa dijadikan sujud dengan sempurna. kecuali benar benar dalam keadan terpaksa yang tidak memungkingkan untuk berhenti dan turun dari kendaraannya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya mengenai hukum shalat di pesawat beliau menjelaskan: “shalat di pesawat jika memang tidak mungkin mendarat sebelum berakhirnya waktu shalat, atau tidak mendarat sebelum berakhirnya shalat kedua yang masih mungkin di jamak, maka saya katakan: shalat dalam keadaan demikian wajib hukumnya dan tidak boleh menundanya hingga keluar dari waktunya”.

Beliau juga mengatakan: “adapun jika masih memungkinkan mendarat sebelum berakhir waktu shalat yang sekarang, atau sebelum berakhir waktu shalat selanjutnya dan memungkinkan untuk dijamak, maka tidak boleh shalat di pesawat karena shalat di pesawat itu tidak bisa menunaikan semua hal wajib dalam shalat.

Jika memang demikian keadaannya maka hendaknya menunda shalat hingga mendarat lalu shalat di darat hingga benar pelaksanaannya” (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, fatwa no.1079).

kondisi di pesawat sama dengan di atas kendaraan, pada asalnya tidak diperkenankan shalat fardhu diatas kendaraan kecuali pada kondisi terpaksa yang tidak memungkinkan ia turun dari kendaraannya.

Dan diberikan keringanan bahkan disunnahkan bagi seorang musafir untuk mengqashar shalatnya dan menjamaknya bila membutuhkan jamak, baik jamak taqdim ataupun jamak takhir.

Dasar bolehnya untuk menqqashar sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala :

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu mengqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (An Nisaa’: 101)

Dari Ya’la bin Umayyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Umar bin Khaththab tentang ayat ini, “Jika kamu takut diserang orang-orang kafir,”sedangkan manusia telah berada dalam keamanan, maka Umar menjawab, “Aku juga heran seperti kamu heran, lalu aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya, maka Beliau bersabda:

Baca Juga:  Membersihkan Kemaluan Dengan Air Saja Atau Perlu Sabun?

صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ

“Itu adalah sedekah yang disedekahkan Allah kepadamu, maka terimalah sedekah itu.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، يَقُولُ: «صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لاَ يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ، وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ»

Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Aku telah menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dahulu di dalam safar tidak pernah menambah dari dua raka’at. Aku juga telah menemani Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka juga demikian”.
(HR. Bukhori, no: 1102; Muslim, no: 689)

dasar hukum bolehnya menjamak sebagaimana riwayat berikut:

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا

Dari Mu’adz, dia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk, maka beliau melakukan shalat zhuhur dan ashar dengan jama’, serta maghrib dan isya’ dengan jama’”.(HR. Muslim, no. 706; Ibnu Majah, no. 1070; dan lainnya)

Untuk shalat sunnah, diperbolehkan untuk menjalankannya di dalam mobil/kendaraannya. sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dimmana beliau turun dari tunggangannya ketika shalat fardhu dan ketika menjalankan shalat sunnah beliau tetap berada di atas kendaraannya.

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي سُبْحَتَهُ حَيْثُمَا تَوَجَّهَتْ بِهِ نَاقَتُهُ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat sunnah kemana pun untanya menghadap” (HR. Muslim 33)

Terkait dengan qadha shalat maka tidak diperbolehkan seseorang meninggalkan shalat sampai waktu nya berakhir kecuali dalam keadaan tertentu misal karena ia pingsan atau tertidur sehingga ia tidak bisa melaksanakan pada waktunya, maka saat itu ia diperbolehkan mengqadhanya di luar waktunya.

Kesimpulannya hendaknya seorang musafir untuk melakukan shalat wajib di darat kecuali terpaksa dan diperbolehkan shalat di atas kendaraan dalam shalat sunnah. juga diberikan keringanan untuk menqashar shalatnya serta menjamaknya bila memerlukan jama.

Wallahu a`lam.

Read more:

https://bimbinganislam.com/safar-naik-kereta-bagaimana-cara-sholat-di-kereta/

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Ahad, 25 Ramadhan 1444H / 16 April 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button