Status Air Yang Terkena Najis Kurang dari Dua Qullah

Status Air Yang Terkena Najis Kurang dari Dua Qullah
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan status air yang terkena najis kurang dari dua qullah. Selamat membaca.
Pertanyaan:
Ustadz, izin bertanya, seperti yang ustadz sampaikan dalam video pertemuan kedua bahwa jika air dalam jumlah yang banyak dan terkena najis yang sedikit maka statusnya tetap suci.
Namun bagaimana kalau air tersebut berubah salah satu sifatnya? Apakah statusnya tetap suci? Kemudian ukuran dari “banyak” ini apakah ada standarnya ustadz? Ataukah sesuai dengan kebiasaan?
Dari yang saya ingat ukuran banyak ini sebanyak dua qullah menurut Imam Syafii. Manakah menurut ustadz pendapat yang lebih rajih? Jazakallahu khayran?
(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Jawaban:
Bismillah.
Berubahnya Air Menjadi Najis
Kaidah dalam perubahan hukum terkait air yang terkena najis, telah sepakat para ulama dalam hal ini, bahwa bila air tercampur dengan najis kemudian salah satu sifat berikut berubah, rasa, warna dan baunya adalah bau najis tersebut, maka air tersebut menjadi najis.
Baik air yang tercampur tersebut sedikit ataupun banyak, selama air tersebut telah berubah maka ia telah menjadi najis.
Apakah air yang terkena najis bisa berubah lagi menjadi suci?
Bila air tersebut banyak dan berubah kembali kepada bentuk asalnya dengan hilangnya benda najis dan tiga ciri tersebut maka air akan kembali berubah menjadi suci kembali. karena `illah /sebab dari najisnya air yang tercampur telah hilang, maka hukum kembali ke asalnya.
Berkata syekh bin Baz rahimahullah ta`ala, ”bahwa air itu suci dan sesuatu tidak bisa menjadikannya najis, kecuali bila berubah bau, rasa dan warnanya.
Air tersebut menjadi najis sesuai ijma ulama, walaupun hadist dalam hal ini lemah (hadist yang menyebutkan tentang perubahan bau, warna dan rasa), namun menurut ulama maknanya adalah sahih.
Karenanya bila didapatkan air (yang awalnya suci) dan telah berubah rasa, bau dan warnanya dari barang najis , maka semua para ulama mengatakan kenajisannya. (Syekh Bin Baz dalam Syarh Bulughul Maram, hadis bab 1)
Apakah air yang kurang dari 2 qullah, jika terkena najis, airnya menjadi najis?
Ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini, bila airnya sedikit atau kurang dari 2 qullah (yakni sekitar 200 liter), apabila terkena najis walaupun tidak berubah bau, rasa dan warnanya, apakah air tersebut tetap dihukumi najis? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, antara yang menajiskan atau tidak.
Bila membaca beberapa literatur yang ada, menurut kami, yang rajih adalah pendapat yang menyatakan tidak adanya batasan dua qullah sebagaimana yang disebutkan dalam madzhab Syafi`i. Selama tidak ada perubahan sifat, walaupun terkena najis maka air tersebut tetaplah suci dan menyucikan, wallahu a`lam bisshowab.
Di antara sebab pemilihan dengan pendapat ini antara lain adalah;
1. Lemahnya hadist tentang batasan dua qullah, karena ada idthirob/keguncangan di dalam matan dan sanadnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh sebagian ulama hadist.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ وَ فِي لَمْ يَنْجُسْ. [أخرجه الأربعة وصححه ابن خزيمة].
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Berkata Rasulullah : Apabila air itu dua qullah tidak mengandung najis. Pada suatu lafadz (berbunyi) tidak bernajis.” (HR. al-Arba‘ah dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah).
Para Sahabat di antaranya Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, serta ulama yang lain seperti Hasan al-Basri, Sa‘id bin Musayyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, ats-Tsauri, Daud Zahiri, an-Nakha’i, Malik dan lain-lain menilai sanad dan matan hadis di atas adalah mudhtharab.
2. Bahwa hadist yang terkait dengan keumuman air, bahwa sesuatu tidak bisa menajiskan air, sebagaimana yang ada di dalam Hadist Budo`ah yang lebih kuat.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَاءُ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ. [رواه أحمد والشافعي وأبو داود والنسائى والترمذى وحسنه].
“Diriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri, ia berkata: orang berkata: Ya Rasulullah, bolehkah kita berwudhu dari telaga Budla‘ah? Maka Nabi saw bersabda: Air itu suci lagi mensucikan, tidak ada yang akan menajisinya.” (HR. Ahmad, asy-Syafi‘i, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan at-Turmudzi, dan dinyatakan sebagai hadis hasan)
Namun begitu, bila didapatkan air pengganti/yang lain untuk bersuci, kemudian mendapatkan air yang ada di dalam bejana/sediki itu diyakini kemasukan benda najis, walaupun tidak ada perubahan dari sisi warna, rasa dan baunya maka sebaiknya air tersebut di buang, supaya lebih berhati-hati.
Berkata syekh Bin Baz rahimahullah ta`ala,” bila air sedikit, kemudian jatuh di dalamnya suatu najis, walau belum berubah maka hendaknya dibuang, karena biasanya najis tersebut mempengaruhinya.” (Syekh Bin Baz dalam Syarh Bulughul Maram, hadis bab 1).
Walllahu a`lam,
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
9 Safar 1444 H/ 5 September 2022 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini