KonsultasiKultumMuamalah

Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi

Sesungguhnya krisis ekonomi yang menimpa kita sekarang ini telah menimpa umat-umat terdahulu dan kelak akan menimpa juga umat-umat yang akan datang. Maka dari itu sebagai seorang mukmin tidak usah risau dan tidak perlu galau karena memang ini merupakan ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala dan janjiNya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ۝ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ۝ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ۝

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.

Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. Al Baqarah 2: 155-157)

Maka untuk apa keluh kesah dan kecemasan kita kalau memang ini merupakan ketetapanNya. Biarkan Allah subhanahu wa ta’ala melaksanakan ketetapanNya dan janjiNya, sedangkan yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kita menyikapi ketetapan Allah ini.

Sebabsebab terjadinya krisis ekonomi dalam pandangan syari’at

Mengetahui sebab-sebab terjadinya sesuatu sangatlah penting karena siapa tau ternyata kita ikut andil akan terjadinya krisis tersebut dan agar jangan sampai kita terjerumus lagi ke dalam jurang yang sama. Seorang bijak berkata: ‘seorang mukmin itu tidak akan terjatuh dua kali pada lubang yang sama’. Sehingga bagi yang tidak ikut berperan akan terjadinya hal tersebut juga penting mengetahui sebab-sebabnya agar jangan sampai dia terjerumus juga, seorang bijak pernah berkata:

عرفت الشر لا الشر ولكن لتوقيه        ومن لا يعرف الشر وقع فيه

Aku mengetahui keburukan bukan untuk keburukan akan tetapi untuk menghindarinya

Barangsiapa yang tidak mengentahui keburukan, niscaya dia akan terjerumus kedalamnya.

Karena itulah Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu dahulu sering bertanya kepada Rasulullah tentang keburukan agar beliau bisa menghindarinya, beliau berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي

Dahulu para sahabat Rasulullah bertanya kepada beliau tentang kebaikan, akan tetapi aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, aku takut keburukan tersebut menimpaku.” (Muttafaqun ‘alaih)

Jika Allah menghendaki sesuatu maka mudah saja bagiNya untuk mewujudkannya tanpa melalui proses. Akan tetapi termasuk hikmah dan ketetapanNya adalah mengaitkan akibat dengan sebabnya. Atau dalam pribahasa kita ‘ada sebab, ada akibat’. Adanya krisis ekonomi pasti ada sesuatu yang menyebabkan itu terjadi.

Penyebab Krisis Ekonomi

Diantara sebab-sebab terjadinya krisis ekonomi, baik krisis secara pribadi ataupun krisis secara global adalah:

  • Mu’amalah dengan riba

Sudah merupakan rahasia umum bahwasanya masyarakat kita ini adalah masyarakat yang gemar bermuamalah dengan riba. Dan sistem-sistem yang ada pada masyarakatpun merupakan sistem ribawi. Bahkan riba yang dipraktekkan oleh masyarakat kita lebih buruk daripada yang diprektekan oleh orang-orang jahiliyyah pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Orang jahiliyyah dahulu tidak meminta bunga kecuali sudah jatuh tempo dan orang yang berhutang tidak mampu melunasi. Sedangkan zaman sekarang ketika melakukan akad hutang piutang sudah ada perjajinan bahwasanya kelak dia harus mengembalikan uang yang dia pinjam beserta bunganya.

Lalu apa dampak dari praktek riba ini?

Dampaknya ada dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (Q.S. Al Baqarah 2:276)

Para ulama menafsirkan firman Allah subhanahu wa ta’ala

{يمحق الله الربا}

Dengan dua penafsiran:

Yang pertama: bahwasannya Allah akan memusnahkan harta riba itu sendiri

Yang kedua: Allah akan menghilangkan keberkahan harta yang dihasilkan dengan cara riba. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, Hal. 713)

Jika keberkahan harta sudah Allah subhanahu wa ta’ala ambil maka sebanyak apapun harta tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya, dan pemiliknyapun tidak akan pernah puas. Maka jangan heran jika kita sekarang dilanda krisis, karena praktik riba yang sudah menjamur dalam masyarakat kita.

  • Kurangnya bersedekah

Jangankan sedekah yang sunnah, zakat yang wajibpun masyarakat kita banyak yang masih belum menunaikannya, padahal diantara hikmah disyari’atkannya zakat adalah untuk menyucikan harta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”. (Q.S. At-Taubah 9:103)

Jika harta sudah tidak disucikan, maka hilang keberkahannya. Jika keberkahan sudah hilang maka sebanyak apapun hartanya akan tetap merasakan krisis. Maka tidak mengherankan kalau kita dilanda krisis, karena kita menahan-nahan zakat dan sedekah yang mana itu merupakan hak dari saudara-saudara kita yang tidak mampu.

  • Maraknya kecurangan dalam berdagang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

{ولم ينقصوا المكيال والميزان إلا أخذوا بالسنين وشدة المؤونة وجور السلطان}

Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan, dan kedzoliman penguasa.” (Diriwayatkan oleh ibnu maajah, dan dihasankan oleh Al-albaani dalam Shohih Wa Dhoif Sunan Ibni Maajah, Juz 9, Hal. 19)

Dan ini sangat nyata, pada zaman sekarang sulit sekali kita menemukan pedagang yang jujur.

  • Sikap menghambur-hamburkan harta

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا۝إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا۝

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Israa 17: 26-27)

Yang dimaksud boros disini adalah membelanjakan harta dan menghambur-hamburkannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Sehingga perintah untuk tidak boros ini tidak bertentangan dengan perintah untuk sering-sering bersedekah karena sedekah untuk sesuatu yang bermanfaat dan tidak akan mengurangi harta. Sedangkan menghambur-hamburkan uang inilah yang akan melenyapkan harta.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ما نقصت صدقة من مال

Harta itu tidak akan berkurang karena sedekah” (H.R. Muslim No. 2588)

Akan tetapi seorang mukmin membelanjakan hartanya dengan pertengahan tidak boros dan juga tidak kikir.

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. Al-Furqon 25: 67)

Ditulis Oleh:

Ustadz Al-iskandar Bahr, Lc

– Lulusan S1 LIPIA Fak. Syariah
– Sedang menempuh program pasca sarjana LIPIA jurusan fiqh dan ushul Fiqh
– Telah mendapatkan Ijazah Qiroah Sab’ah beserta riwayat-riwayatnya

Related Articles

Back to top button