Fiqih

Lupa Jumlah Puasa Nadzar, Apa Yang Harus Dilakukan?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Lupa Jumlah Puasa Nadzar, Apa Yang Harus Dilakukan?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan jika lupa jumlah puasa nadzar, apa yang harus dilakukan? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Bismillah. Ustad izin bertanya, saya dulu sewaktu SMP bernazar akan berpuasa jika saya sudah pakai jilbab. Dahulu niatan saya agar Allah memudahkan saya memakai hijab. Namun saat itu saya belum tahu hukum rinci tentang nazar. Yang saya tahu saat itu nazar adalah hal yang bagus.

Pertanyaannya, saya lupa dulu sudah saya kerjakan atau belum, dan saya terlupa juga berapa jumlah puasanya. Apa yang harus saya lakukan Ustad? Apakah boleh saya menggantinya dengan berpuasa 3 Hari? Dan apakah puasa tersebut harus berturut-turut 3 hari Ustad?

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Nadzar

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa nadzar terjadi ketika seorang muslim mewajibkan sesuatu pada dirinya karena ingin ketaatan kepada Allah Taala, di mana tanpa hal itu –yaitu nadzar- dia tidak melakukan hal itu. Seperti perkataannya: “Demi Allah Taala, wajib bagiku berpuasa dalam sehari, atau shalat dua rakaat.”.

Sehingga menjadi keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah dinadzarkannya.

Perbedaan Nadzar dengan Janji

Hendaknya dibedakan antara nadzar dengan janji, karena tidak semua janji/keinginan diri bagian dari nazar. Biasanya, nadzar adalah sesuatu yang terucap dengan lisannya, berbeda dengan janji, yang biasanya sebatas keinginan yang ada di dalam hati atau sebatas janji yang ingin ia lakukan tanpa ada penekanan yang kuat seperti halnya nadzar.

Berkata Syekh bin Baaz dalam menjelaskan antara janji dan nadzar ketika beliau ditanya,”

“Kadang-kadang saya berkata, misalnya: Jika saya berhasil, saya akan thawaf di sekitar Ka’bah atau akan melakukan ibadah lainnya, kemudian setelah saya menerima apa yang saya inginkan, saya tidak ingat apa yang saya katakan.

Pertanyaannya: Apa nasihat Anda tentang hal seperti itu? Jika saya lupa apa yang harus saya lakukan? Apakah saya berusaha dan melakukan apa yang saya ingat?

Kemudian Syekh Bin Baaz menjawab,”

هذا فيه تفصيل، إن كان نذر يلزمه الوفاء، إذا قلت: نذر لله علي، أو علي لله إن نجحت أو حصل كذا أن أصلي كذا وكذا أو أن أطوف أو أن أعتمر أو أن أحج لزمك، لزمك الوفاء لقول النبي ﷺ: من نذر أن يطيع الله فليطعه.

أما مجرد كلام أنك ستفعل إن شاء الله هذا وعد؛ الأحسن لك أنك تفي به، وليس بنذر، فإذا قلت: إن شاء الله إذا نجحت أصوم كذا، أو أصلي كذا أو أحج؛ فالأحسن لك والمشروع لك الوفاء بهذا؛ لأن الله قال: وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ[النحل:91]، فهذا نوع من العهد، ولو ما صرحت بالعهد، لكنه وعد طيب، فينبغي لك إذا فعلت هذا قلت: إن شاء الله أني أصوم كذا، أو أصلي كذا، أو أحج؛ فالأفضل والأولى لك أن تفي بهذا الشيء، لكن لا يلزمك لأنك لم تصرح بالعهد، ولم تصرح بالنذر.

المقدم: أحسن الله إليكم.

“Ada rinciannya, jika itu nadzar maka harus dipenuhi, semisal Anda katakan,” atasku nadzar untuk Allah bila aku berhasil atau mendapatkan ini aku akan shalat begini dan begini atau aku akan thawaf atau umrah atau haji. Maka wajib bagimu untuk memenuhinya sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasalamma,” barang siapa yang bernadzar untuk menaati Allah maka hendaknya ia menaatiNya.”

Namun, bila sekadar omongan/keinginan bahwa kamu akan melakukan ini insyaallah, maka hal itu adalah janji. Memang, sebaiknya Anda penuhi janjimu, namun ia bukan nadzar. Bila kamu katakan,” insyaallah bila saya berhasil aku akan puasa, atau akan shalat ini atau akan berhaji, maka sebaiknya dan disyariatkan Anda untuk memenuhinya. Sebagaimana firman Allah ta`ala,” penuhilah janji Allah bila kalian berjanji.” (QS. An-Nahl : 91).

Ini bagian dari jenis janji, walau tidak begitu jelas dengan janji, namun itu adalah janji yang baik, yang seyogyanya Anda tunaikan. Apa yang Anda katakan,” insyaallah aku akan puasa, atau akan shalat atau akan haji, maka yang lebih utama Anda berusaha untuk memenuhi janji tersebut. Namun tidak wajib, karena bukan termasuk janji ataupun nadzar.”

Perintah yang harus dilakukan pada sebuah nadzar ataupun janji, bedanya bila ia hanya sebuah keinginan kuat/janji maka tidak ada konsekuensi/sangsi bila tidak lakukan, dan bila ia termasuk nadzar maka akan ada sanksi/kaffaroh bila tidak dijalankan.

Baca Juga:  Tidak Wajib Sholat Jumat Bagi Musafir

Sehingga, bila memang benar itu nadzar, maka hukumnya tidak sampai kepada hukum haram, terlebih sebelumnya tidak ada ilmu terhadap masalah nadzar yang melarang untuk melakukan nadzar karena tidak lah muncul kecuali dari seorang yang pelit untuk melakukan kebaikan, seakan tidak mau melakukan kebaikan kecuali dengan dipaksa.

Tetap hendaknya ia harus menunaikan nadzar taatnya tersebut, sebagaimana firman Allah Ta’ala ,”

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)

Kaffarah Nadzar

Bila memungkinkan untuk dilaksanakan nadzar tersebut maka kewajiban seseorang untuk menjalankan sesuai dengan apa yang telah diucapkannya. Bila ternyata dirinya lemah/tidak mungkin untuk melakukannya, maka di sana ada sanksi sebagai kaffarah/penghapus dari kelemahan/pelanggarannya.

Di antaranya dengan menjalankan salah satu amalan berikut:

1. Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau

2. Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau

3. Memerdekakan satu orang budak

Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah ia dapat menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari. Sebaiknya berturut turut bila memungkinkan. Sebagaimana firman Allah ta`ala,”

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُواْ أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Maka kaffarah sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan pertengahan yang biasa kalian berikan kepada keluarga kalian, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukannya, maka hendaknya dia berpuasa selama tiga hari. Itulah kaffarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpah-sumpah kalian. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayatNya agar kalian bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)

Apabila ragu, “apakah saya dulu bernadzar?”

Bila ragu atau lupa, maka yakinkan apa yang telah dilakukan. Bila sama sekali lupa, maka sebaiknya TIDAK dianggap ada, karena pada dasarnya amalan tersebut tidak ada.

Kesimpulan

Sehingga (ababila yakin bernadzar, dan tidak mampu membayarnya, maka) harus dilakukan amalan kaffaroh tersebut. Namun sekali lagi harus diingat, bahwa kaffaroh /sangsi dilakukan bila seseorang memang benar benar tidak bisa melakukan apa yang menjadi nadzarnya. Bila bisa, maka yang terbaik adalah dengan menunaikan nadzarnya.

Wallahu a`lam..

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
6 Safar 1444 H/ 2 September 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button