KeluargaNikah

Jujur Tentang Aib Masa Lalu Dalam Rumah Tangga, Perlukah?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Jujur Tentang Masa Lalu (Aib) Dalam Rumah Tangga, Perlukah?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan jujur tentang masa lalu (aib) dalam rumah tangga, perlukah? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Izin bertanya, Apakah di dalam rumah tangga perlu adanya kejujuran tentang masa lalu orang tersebut seperti apa?

(Ditanyakan oleh Santri Akademi Shalihah)


Jawaban:

Para ‘Ulama menjelaskan bahwa di antara tujuan utama pernikahan dalam rumah tangga adalah Mut’ah (kenikmatan), Khidmah (pelayanan), dan Injab (tidak mandul).

Karenanya jika seorang istri menjumpai suaminya ternyata mandul atau suami mendapati istrinya mandul (tapi tidak disampaikan) maka ini termasuk aib yang berpengaruh.

Misalkan juga suami baru tahu ternyata istrinya tuli atau bermasalah dalam pendengaran (tapi tidak disampaikan), maka ini juga aib yang berpengaruh.

Karena pasangan yang menyembunyikan kemandulannya telah sengaja menghilangkan salah satu tujuan nikah pada pasangannya, begitu pula pasangan yang menyembunyikan penyakit kurangnya indra pendengaran dalam fungsi keseharian pada pasangannya, ini telah menghilangkan dua tujuan nikah, yakni mut’ah (kenikmatan) dan khidmah (pelayanan).

Tapi kalau didapati kekurangan pasangan semisal rambut beruban beberapa helai, atau bau badan, atau bau mulut, tanda lahir dalam batas normal, ini bukan termasuk aib yang berpengaruh, bisa diatasi dan diobati.

Begitupula virginitas, karena ia tidak menghilangkan mut’ah (kesenangan) alias hubungan biologis masih bisa terlaksana dan tercapai kepuasan pada masing-masing pasangan.

Syaikh Shaleh Al-Munajid menyampaikan:

أما بخصوص كتمان الزوجة وأهلها لذهاب بكارتها : فهو غير مخالف للشرع ؛ لأن الله تعالى يحب السِّتر ، ويجازي خيراً عليه ، ولا يلزم الزوجة أن تخبر زوجها بذهاب بكارتها إن كانت قد فقدتها بوثبة أو حيضة شديدة أو بزنا تابت منه.

“Terkhusus bagi seorang istri dan keluarga yang menutupi sebab hilangnya keperawanan, hal ini tidak menyalahi syari’at, karena Allah Ta’ala lebih menyukai orang yang merahasiakan aib dan akan memberikan balasan bagi siapa saja yang telah menutupi aib. Seorang istri tidak harus memberitahukan suaminya tentang hilangnya keperawanannya meskipun lenyapnya keperawanan tersebut karena terjatuh, atau karena haid yang berat atau karena perbuatan zina pernah ia alami dan telah bertaubat.”

Sebuah Komite Lembaga Fatwa Tetap Resmi dari negeri Haramain pernah ditanya tentang seorang muslimah yang di masa kecilnya pernah mengalami kecelakaan hingga mengakibatkan hilangnya lapisan keperawanannya, dan dia pun telah melangsungkan akad nikah dengan suaminya akan tetapi belum melakukan hubungan suami-istri.

Apa yang perlu dilakukan dan mana yang harus dipilih, apakah dia harus memberitahukan suaminya kejadian tersebut sebelum berhubungan intim ataukah lebih baik dia merahasiakannya?

Baca Juga:  Siapakah Yang Menjadi Wali Nikah Untuk Anak Angkat

Dan bagi muslimah yang belum melangsungkan pernikahan, apakah dia tetap merahasiakan perkara tersebut karena khawatir tersebar?

Apakah perlu memberitahukan kepada lelaki yang datang meminang yang ingin menikahinya?

Para Ulama menjawab;

لا مانع شرعا من الكتمان ، ثم إذا سألها بعد الدخول أخبرته بالحقيقة

الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد الرزاق عفيفي

فتاوى اللجنة الدائمة ( 19 / 5 )

Secara syari’at tidaklah berdosa apabila pihak wanita merahasiakan hal tersebut. Namun, ketika suaminya menanyakan hal tersebut setelah berhubungan badan, maka hendaklah dia menyampaikan yang sebenarnya. (Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz dan Syaikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 5/19).

Kesimpulan:

Intinya aib maksiat masa lalu itu tutuplah rapat-rapat, dan tak perlu dibuka kembali. Hal ini bukanlah ketidakjujuran, tapi Ini adalah jalan keselamatan. Islam menganjurkan agar masing-masing individu merahasiakan setiap dosa dan kesalahan yang dia lakukan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508).

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras, menceritakan perbuatan maksiat yang pernah dia lakukan dalam kondisi sendirian. Menceritakan maksiat bisa menjadi sebab, Allah tidak memaafkan kesalahannya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk bentuk terang-terangan maksiat, seseorang melakukan maksiat di malam hari, Allah tutupi sehingga tidak ada yang tahu, namun di pagi hari dia bercerita,

Hai Fulan, tadi malam saya melakukan perbuatan maksiat seperti ini..’

Malam hari Allah tutupi kemaksiatanya, pagi harinya dia singkap tabir Allah yang menutupi maksiatnya. (HR. Bukhari, no. 6069 & Muslim, no. 7676)

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Jum’at, 10 Dzulqo’dah 1443 H/ 10 Juni 2022 M


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik di sini

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button