FiqihhotKonsultasi

Jangan Sembarangan Takfir (Mengkafirkan Manusia)

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Jangan Sembarangan Takfir (Mengkafirkan Manusia)

Para pembaca Bimbinganislam.com yang mencintai Allah ta’ala berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang jangan sembarangan takfir (mengkafirkan manusia).

Selamat Membaca.


Pertanyaan :

Assalamu’alaikum ustadz,
Ada perkataan, “bahwa para pelaku kekafiran seperti penyembah kubur, penghalal zina, dan semisalnya harus dikafirkan secara personal (takfir mu’ayyan), tanpa harus ditegakkan hujjah meski pelakunya memiliki syubhat dan tidak ada udzur karena pelakunya tinggal ditengah kaum muslimin dan memiliki sarana untuk belajar agama.”
Apa perkataan ini benar?
Apakah setiap orang boleh mengkafirkan mu’ayyan atau khusus ulama saja?

Baarakallaahu fiykum.

(Sahabat BIAS, G09-N012)


Jawaban :

Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh

Jangan Sembarangan Takfir (Mengkafirkan Manusia)

Dalam Kitab Aqidah, Kitab Fiqih dan penjelasan para ulama, secara umum mengkafirkan seorang muslim yang melakukan kekafiran ada dua macam:

Pertama. Takfir muthlaq adalah pengkafiran secara umum, tanpa menentukan orang atau individu tertentu. Contoh ucapan pengkafiran secara muthlaq:

“Barangsiapa berdoa kepada orang-orang mati maka ia kafir”
“Barangsiapa menyembelih untuk selain Allah maka ia kafir”
“Barangsiapa yang menghalalkan zina maka ia kafir”
Dan ucapan yang semisalnya tanpa menunjuk person tertentu.

Kedua. Takfir mu’ayyan adalah pengkafiran terhadap individu tertentu. Contoh:

“Adi telah kafir karena ia berdoa kepada orang-orang mati”
“ Bayu telah kafir karena menyembelih untuk selain Allah”
Dan ucapan yang semisalnya yang mengandung pengkafiran terhadap person tertentu.

Seorang Mufti dari negeri haramain, Syaikh Shalih Al Fauzan pernah ditanya program acara interaktif;

سائل يسأل: يقول: فضيلة الشيخ سؤالي هو: هل يجوز لطالب العلم الذي تمكَّن من مسائل التكفير أن يكفر شخصا بعينه دون الرجوع إلى العلماء اعتمادًا على ما عنده من العلم في مسائل التكفير؟

Pertanyaan:

Wahai Syaikh yang mulia, pertanyaanku adalah, bolehkah seorang penuntut ilmu yang telah mapan (kuat, mendalam) ilmunya dalam masalah takfir (pengkafiran) untuk mengkafirkan seseorang secara mu’ayyan (memvonis individu tertentu) tanpa merujuk kepada para ulama karena berpegang dengan ilmu yang ia miliki dalam masalah takfir?

الجواب: مسائل التكفير أمرها خطير، مزلة أقدام ومضلة أفهام، يُرجَع فيها إلى أهل العلم ولا يُحكَم على أحد بالكفر إلا إذا قُدِّم للمحكمة الشرعية ونظرت فيما يقتضي كفره من القول والعمل فَيُكَفَّر، أما أن كل واحد ويكفر؟! فهذا الأمر لا يجوز، نعم. لكن على سبيل العموم تقول من فعل كذا أو قال كذا أو اعتقد كذا فهو كافر، أما التعيين والأشخاص فلا بد أن يُرجَع أمرهم إلى المحاكم الشرعية مع الإثبات عليهم، نعم

JAWABAN:

Masalah takfir (pengkafiran) perkaranya sangat berbahaya, banyak kaki tergelincir dan pemahaman tersesat dalam masalah ini, hendaklah merujuk kepada para ulama, dan tidak boleh menghukumi seseorang dengan kekafiran kecuali apabila telah disidangkan di pengadilan syari’at dan telah diteliti dalam pengadilan tersebut apa yang mengharuskan kekafirannya, baik ucapan maupun perbuatan, baru kemudian dikafirkan. Adapun setiap orang mengkafirkan, maka perkara ini tidak boleh, na’am.

Akan tetapi dalam bentuk umum (takfir secara muthlaq, tanpa memvonis person tertentu) boleh engkau mengatakan,

“Siapa yang melakukan ini, atau mengatakan ini, atau meyakini ini, maka ia kafir.”

Adapun ta’yin (takfir secara mu’ayyan) dan vonis terhadap individu-individu, maka harus dikembalikan perkaranya ke pengadilan-pengadilan syari’ah yang disertai dengan penetapan atas mereka, na’am. (selesai kutipan via youtube).

Jangan Salah Jalan!!!

Penting bagi kita untuk saling mengingatkan, “Jangan gegabah memvonis kafir dan murtad.

Pengkafiran atau mengeluarkan seseorang dari keislamnnya (murtad) bukanlah masalah yang mudah, melainkan masalah yang sangat berat risikonya dan amat berbahaya.

Pengkafiran juga berdampak pada hukum-hukum yang sangat banyak baik masalah akhirat maupun dunia, seperti ancaman pedih baginya berupa laknat, murka, terhapusnya amal, tidak diampuni, kekal di Neraka. Demikian juga hukum-hukum dunia seperti cerai dengan istri, dihukum bunuh, tidak ada hak waris, haram dishalati, tidak boleh dikubur di pekuburan kaum muslimin, dan hukum-hukum lainnya yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.

Mengingat begitu berbahaya pengkafiran ini, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kepada kita agar jangan tergesa-gesa dalam memvonis kafir dengan ancaman beliau yang sangat berat. Berikut ini beberapa hadits beliau:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ. فَقَددْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا». وَفِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: «إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا».

Dari Abdullah ibn Umar Radhiallahu’anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir’ dan ternyata tidak, maka akan kembali kepada salah satu di antara keduanya.” Dalam riwayat Muslim dengan lafazh, “Barang siapa mengkafirkan saudaranya maka akan kembali kepada salah satunya.” (HR. al-Bukhari no. 6104 dan Muslim no. 111)

عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ، وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذٰلِكَ».

Dari Abu Dzar Radhiallahu’anhu bahwa beliau mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan kekufuran kecuali akan kembali kepada dirinya kalau ternyata yang dituduh tidak demikian.” (HR. al-Bukhari no. 6045)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِههِ أَحَدُهُمَا».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir’ maka akan kembali kepada salah satunya.” (HR. al-Bukhari no. 6103)

Berdasarkan hadits-hadits di atas, para ulama pun telah memperingatkan kepada kita semua agar jangan tergesa-gesa dan jangan gegabah dalam mengkafirkan kaum muslimin. Karena sejatinya pengkafiran memiliki syarat-syarat dan penghalang. Maka pengkafiran secara umum boleh bagi ahli ilmu yang mumpuni, paham akan Al-Qur’an dan As sunnah serta kaidah-kaidah masalah ini, mereka menghukumi secara adil dan berdasarkan bashirah (ilmu), bukan asal-asalan dan berdasarkan hawa nafsu.

Ulama ahli ijtihad di abad ke – 8 H., Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّكْفِيرَ لَهُ شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ قَدْ تَنْتَقِي فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ وَأَنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ

“Bahwa takfir memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang dalam mengkafirkan individu tertentu (mu’ayyan), dan bahwa takfir secara umum (muthlaq) tidak mengharuskan takfir terhadap individu tertentu (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang.” (Majmu’ Al-Fatawa, 12/488).

Imam Ahmad dan mayoritas para imam yang sering mengatakan secara umum bahwa barang siapa mengatakan atau melakukan ini kafir, namun mereka tidak mengkafirkan kebanyakan orang yang mengatakan ucapan tersebut. (Lihat Majmu’ Fatawa 12/487).

Lihatlah! ini keadaan para imam–imam ahlus sunnah terdahulu, betapa wara’ nya (hati-hati) mereka dalam memvonis kafir secara ta’yin (menunjuk langsung individu tertentu) dimana ilmu tersebar luas, bandingkan dengan keadaan kita sekarang yang semakin jauh dari generasi emas umat ini, banyaknya kejahilan, jauh dari majelis-majelis ilmu, maka sudah sepantasnya untuk lebih berhati-hati lagi dalam masalah ini.

Akhirnya, Allah Ta’ala jua lah yang menunjukkan ke jalan yang lebih lurus. Wallahu Ta’ala A’lam.

Demikianlah, semoga bermanfaat.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Senin, 21 Muharram 1443 H/ 30 Agustus 2021 M



Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button