KeluargaKonsultasi

Sunnah Memotong Rambut Bayi Ketika Aqiqah Kelahiran

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Sunnah Memotong Rambut Bayi Ketika Aqiqah Kelahiran

Pertanyaan

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz, dalam aqiqah kelahiran bayi disunnahkan untuk memotong rambut bayi. Apakah dalam Islam, ada aturan siapa saja yang diharuskan untuk memotong rambut bayi tersebut?
Dan apa makna ‘Tergadaikan’ dengan aqiqahnya, Ustadz?

جَزَاكَ الله خَيْرًا

(SAHABAT BiAS T07)

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Memotong rambut bayi kemudian menimbang rambut tersebut kemudian bersedekah seberat perak sama dengan beratnya rambut adalah sesuatu yang disyariatkan berikut dalil yang melandasinya :

الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ

Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih di hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur kepalanya.” (HR. Nasa’i : 4149, Abu Daud : 2837, Turmudzi : 1522, dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Irwa’ul Ghalil : 1164).

Kami belum mendapati dalil akan siapa-siapa yang diharuskan untuk memotong rambut bayi. Selama kita belum mengetahui dalilnya maka bebas siapa saja yang memotong rambut bayi tersebut wallahu a’lam.

Adapun ucapan Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam “murtahanun” (tergadai) sampai si bayi diaqiqahi, maknanya adalah sang ayah jika belum mengaqiqahi si anak.. jika kemudian anak ini mati, maka ia tidak bisa memberikan syafaat kepada ayahnya.

Dikatakan oleh Imam Al-Khathabi :

قال أحمد: هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم يُشفع في والديه

“Ahmad berkata ; Maknanya adalah hal syafaat, beliau (Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam) memaksudkan jika orang tua belum mengaqiqahi anak, kemudian anak ini mati maka kedua orang tuanya tidak diberikan syafaat (dari anak tadi-pent).” (Ma’alimus Sunan : 4/264 melalui perantara kitab Al-Mufashshal Fi Ahkamil Aqiqah : 35 oleh DR Hisamuddin bin Musa).

Berdasarkan hal ini, maka sebagian ulama menyatakan bahwa aqiqah itu hukumnya wajib bagi yang mampu, dan inilah pendapat yang kami yakini lebih benar. Meski di sana banyak ulama lain menyatakan bahwa aqiqah itu sunnah hukumnya.

Permasalahan ini adalah khilafiyyah ijtihadiyyah yang kita diperbolehkan berselisih di dalamnya dengan tetap menjaga adab-adab Islami di dalamnya, dengan tanpa diiringi cacian dan makian.

Wallahu A’lam
Wabillahit Taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam.com)

Tanya Jawab
Grup WA Bimbingan Islam T07
Senin, 15 Rajab Akhir 1439 H / 02 April 2018 M

 

 

 



Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله
Beliau adalah Alumni Mediu, Dewan konsultasi Bimbingan Islam, dan da’i di kota Klaten.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad al Bayati, BA حفظه الله  
klik disini

Ustadz Abul Aswad Al Bayati, BA.

Beliau adalah Alumni S1 MEDIU Aqidah 2008 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dauroh Malang tahunan dari 2013 – sekarang, Dauroh Solo tahunan dari 2014 – sekarang | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Koordinator Relawan Brigas, Pengisi Kajian Islam Bahasa Berbahasa Jawa di Al Iman TV

Related Articles

Back to top button