ArtikelFiqih

Waktu Shalat Wajib dan Sunnah Rawatib Sehari Semalam

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Waktu Shalat Wajib dan Sunnah Rawatib Sehari Semalam

Waktu-Waktu Shalat Wajib

Allah taala mewajibkan atas hamba-hamba-Nya Shalat 5 waktu sehari semalam yang sudah ditentukan waktunya, Allah berfirman:

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

“Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” Al-nisa: 103

Salah satu hikmahnya adalah agar senantiasa terjalin hubungan antara hamba dengan Rabnya di waktu-waktu Shalat tersebut, waktu-waktu Shalat ini ibaratnya seperti jadwal air yang digunakan untuk menyiram tanaman di waktu-waktu tertentu, tidak sekali siram lantas berhenti, agar tanaman itu tumbuh dengan baik, tidak kering dan layu, sebagaimana hati butuh disiram sehari sekian kali, dengan siraman rohani bertemu dengan Rabnya, agar tidak layu dan mati .

Diantara hikmah lain dengan dijadikannya Shalat di waktu-waktu terpisah adalah agar tidak muncul perasaan bosan dan berat dalam pelaksanaannya, bayangkan jika Shalat 5 waktu itu dikerjakan dalam sekali angkatan, tentunya akan menjadi berat, inilah kenapa Allah ta’ala Tuhan yang Maha bijaksana menjadikan Shalat terpisah di beberapa waktu khusus yang sudah ditentukan, agar tidak terlalu berat, supaya tidak menimbulkan kebosanan, dan bertujuan agar hamba senantiasa menjalin hubungan dan ingat dengan Rabnya.

Penentuan waktu-waktu Shalat dijelaskan oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam berikut:

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( وَقْتُ اَلظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ اَلشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ اَلْعَصْرُ وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ اَلشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ اَلْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu Ashar belum tiba, waktu Ashar masuk selama matahari belum menguning, waktu Shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang, waktu Shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu Shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit, jika matahari telah terbit tahanlah untuk mengerjakan Shalat, karena matahari ketika itu sedang terbit diantara dua tanduk syetan.” Riwayat Muslim no:612.

Hadist diatas menjelaskan kepada kita waktu-waktu Shalat wajib, adapun pembatasan waktu-waktu Shalat dengan ukuran jam, maka nanti akan berbeda-beda antara negri satu dengan yang lain karena berbedanya letak geografi.

Dari hadist di atas, kita akan menjelaskan batasan waktu untuk setiap Shalat pada ulasan berikut:

  1. Waktu Shalat Dhuhur

Dalam potongan hadist di atas, Nabi sallallahu alaihi wa sallam menjelaskan waktu dhuhur:

وقت الظهر إذا زالت الشمس وكان ظل الرجل كطوله ما لم يحضر العصر

“Waktu Dhuhur ialah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang sama dengan tingginya selama waktu ashar belum tiba”

Dalam kutipan ini Beliau sallallahu alaihi wa sallam menjelaskan awal mula waktu dhuhur dan akhirannya, adapun awal mula dhuhur adalah ketika lengsernya matahari, maksudnya adalah bergesernya matahari dari tengah-tengah langit menuju ke arah barat, praktek yang bisa kita lakukan agar bisa mengetahui bagaimana bergesernya matahari, bisa dengan cara berikut:

“Letakkanlah (tancapkan vertikal) sebuah tongkat di tempat yang terbuka, jika matahari sudah terbit dari timur maka akan muncul bayangan tongkat ini ke arah barat, dan setiap matahari semakin naik ke langit, panjang bayangan akan semakin berkurang, akan terus berkurang bayangan tersebut sampai berhenti di batas tertentu (tanpa bayangan), kemudian mulailah bayangan muncul ke arah timur, jika sudah mulai ada pertambahan bayangan walaupun sedikit ke arah timur, inilah yang dinamakan “lengsernya matahari ke barat”, maka ketika itu waktu dhuhur telah masuk”.

Adapun akhir dari waktu dhuhur adalah ketika bayangan suatu benda panjangnya sama dengan benda tersebut selepas matahari tergelincir ke arah barat, adapun praktek untuk mengetahui akhir waktu dhuhur adalah sebagai berikut:

”Kita kembali melihat tongkat yang kita tancapkan tadi, misal panjang tongkatnya 1meter, engkau perhatikan ketika sebelum matahari tergelincir, bayangannya yang di arah timur semakin lama semakin berkurang sampai pada titik tertentu, letakkanlah tanda pada titik ini (dimana bayangan tongkat hilang), kemudian selepasnya bayangan bertambah ke arah timur, saat inilah mulai waktu dhuhur, kemudian bertambah terus ke arah timur sampai panjang bayangan ukurannya sama dengan panjang asli tongkat, ketika inilah waktu dhuhur telah usai dan mulai masuk waktu ashar”.

  1. Waktu Shalat Ashar

Dalam potongan hadist sebelumnya dikatakan bahwa waktu ashar adalah:

ووقت العصر ما لم تصفر الشمس

“waktu Ashar masuk selama matahari belum menguning”

Kita tahu sebelumnya bahwa permulaan waktu Shalat ashar adalah dengan selesainya waktu dhuhur, yaitu ketika bayangan suatu benda sama dengan bayangan benda tersebut, adapun akhir waktu ashar mempunyai dua pembagian waktu:

Waktu ikhtiyar

Yaitu dimulai di awal waktu ashar sampai menguningnya matahari, sebagaimana kutipan sabda Nabi yang disebutkan sebelumnya “waktu ashar sampai matahari belum menguning”, maksudnya ketika langit menguning, adapun penetapan dengan ukuran jam, akan berbeda beda dengan perbedaan musim.

Waktu darurat

Bermula dari menguningnya matahari sampai matahari terbenam, berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

من أدرك ركعة من العصر قبل أن تغرب الشمس فقد أدرك العصر

“Barangsiapa yang mendapati satu rakaat Shalat ashar sebelum matahari terbenam maka terhitung baginya telah mendapati Shalat ashar” HR.Bukhari no:579, Muslim no:608

Permasalahan: apa yang dimaksud dengan waktu darurat?

Makna darurat: misalnya ada seorang yang sedang sibuk sehingga belum bisa melaksanakan Shalat ashar dengan kesibukan yang memang tidak bisa ditinggalkan, seperti seorang perawat yang sedang dalam proses memasang perban luka/operasi, -dia sejatinya mampu melaksanakan Shalat ashar sebelum matahari menguning namun dengan penuh kesulitan-, akhirnya ia terpaksa Shalat ashar sebelum matahari tenggelam, kita katakan bahwa ia melakukan Shalat ashar masih dalam waktunya, dan tidak berdosa, karena ini adalah waktu darurat, jika memang seorang terpaksa harus mengakhirkan Shalat karena darurat, tidak menjadi masalah selagi belum tenggelam matahari.

  1. Waktu Shalat Maghrib

Dalam hadist sebelumnya disebutkan:

وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ

“waktu Shalat Maghrib selama awan merah belum menghilang”

Maksudnya adalah bahwa waktu Shalat maghrib masuk secara langsung selepas selesai waktu ashar, yaitu ketika terbenamnya matahari, dan berlangsung waktu maghrib sampai hilangnya awan merah di langit.

Jika warna merang di langit telah hilang, maka keluarlah waktu maghrib dan telah memasuki waktu isya, adapun penentuan waktunya dengan ukuran jam akan berbeda dengan perbedaan musim, jadi kapan saja sengkau mendapati warna merah senja di langit menghilang di ufuk, ini menunjukkan bahwa waktu maghrib sudah habis.

  1. Waktu Shalat isya

Dalam hadist disebutkan:

Baca Juga:  Bagaimana Cara Mengerjakan Shalat Qobliyah Dhuhur?

  وَوَقْتُ صَلاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ

“waktu Shalat Isya hingga tengah malam”

Waktu isya dimulai ketika sudah keluar waktu maghrib, yaitu ketika warna merah di langit sudah hilang, kemudian berlangsung sampai pertengahan malam.

Permasalahan: bagaimana caranya menghitung pertengahan malam?

Jawabannya: jika engkau hendak menghitung kapan pertengahan malam itu, pertama tama hitunglah dari waktu terbenamnya matahari sampai waktu terbitnya fajar, maka pertengahan antara waktu terbenam matahari dan terbit fajar inilah yang kita sebut pertengahan malam (akhir Shalat isya).

Misalnya: jika matahari terbenam pada jam 6 sore, dan kemudian fajar terbit pada jam 4 pagi, maka pertengahan malam adalah pada jam 11 malam, atau misalnya matahari terbenam di jam 6 sore dan fajar terbit pada jam 5 pagi, maka pertengahan malam adalah pada jam 11.30 tengah malam, begitu seterusnya.

  1. Waktu Shalat Fajar / Subuh

Dalam potongan hadist Nabi sallallahu alaihi wa sallam sebelumnya dikatakan:

وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ

“dan waktu Shalat Shubuh semenjak terbitnya fajar hingga matahari belum terbit karena matahari ketika itu sedang terbit diantara dua tanduk syetan”

Waktu Shalat fajar/subuh dimulai semenjak terbit fajar kedua (fajar sodiq), dan selesai ketika matahari terbit, yang dimaksud fajar kedua adalah warna cahaya putih yang terpampang horisontal di ufuk arah timur, dan cahaya putih itu terhampar dari arah utara ke selatan, adapun fajar yang pertama (fajar kadzib) biasanya keluar 1 jam sebelum fajar kedua, dan ada beberapa perbedaan antara keduanya, fajar pertama itu terbentang ke atas, tidak horisontal, fajar pertama itu terbentang seakan panjangnya dari timur ke barat secara vertikal, adapun fajar kedua terbentang secara horisontal dari arah utara ke selatan.

Fajar yang pertama kondisi masih gelap, maksudnya adalah bahwa cahaya yang tampak di langit hanyalah sebentar kemudian kembali ke kondisi gelap lagi, adapun fajar yang kedua ketika tampak tidak kemudian kembali gelap, namun justru semakin lama cahaya yang muncul semakin bertambah dan semakin bersinar/terang.

Fajar kedua (fajar sodiq) ini tersambung dengan ufuk, tidak ada sisi gelap antara fajar kedua dan ufuk, adapun fajar yang pertama (fajar kadzib) terputus/terpisah dari ufuk, diantara keduanya ada jarak/pemisah kondisi gelap.

Ulasan diatas diringkas dari tulisan Syaikh Muhammad Solih al-munajjid hafidzohullah dengan sedikit penambahan di sini

Waktu-Waktu Shalat Rawatib

Solat-Shalat sunnah rawatib hukumnya sunnah muakkadah untuk dikerjakan, dan makruh hukumnya jika sampai ditinggalkan, barangsiapa yang meninggalkannya secara berkelanjutan (terus-menerus) bisa menjatuhkan sisi ‘adalah/keadilan si pelaku menurut pendapat sebagian ulama, bahkan bisa terkena sanksi dosa karena perbuatan tersebut, karena ketika seorang secara terus menerus meninggalkannya, ini menunjukkan pada sedikit dan kecilnya kualitas agama si pelaku.

Jumlah rakaat Shalat sunnah rawatib ada 10 rakaat, rinciannya sebagai berikut:

  1. 2 rakaat sebelum dhuhur, menurut sebagian ulama yang lain ada yang berpendapat 4 rakaat sebelum dhuhur, bagi yang berpendapat 4 rakaat sebelum dhuhur maka jumlah keseluruhan adalah 12 rakaat.
  2. 2 rakaat selepas dhuhur.
  3. 2 rakaat selepas maghrib.
  4. 2 rakaat selepas isya.
  5. 2 rakaat sebelum Shalat subuh.

Dalil dari rincian Shalat rawatib yang disebutkan sebelumnya adalah hadist dari Abdullah ibnu umar rodiyallahu anhuma, beliau berkata:

“حفظت من رسول الله عشر ركعات: ركعتين قبل الظهر، وركعتين بعدها، وركعتين بعد المغرب في بيته، وركعتين بعد العشاء في بيته، وركعتين قبل الصبح، كانت ساعة لا يدخل على النبي فيها أحد، حدثتني حفصة أنه كان إذا أذن المؤذن وطلع الفجر؛ صلى ركعتين”، متفق عليه

“Saya menghafal dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam 10 rakaat, 2 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat setelah dhuhur, dan 2 rakaat selepas maghrib di rumah beliau, kemudian 2 rakaat selepas isya di rumah beliau, dan 2 rakaat sebelum subuh, itu adalah waktu dimana tidak seorangpun mengunjungi Nabi sallallahu alaihi wa sallam di waktu tersebut, Hafsoh rodiyallahu anha (saudari ibnu umar yang merupakan istri Nabi) menceritakan kepadaku bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika muadzin telah mengumandangkan adzan di waktu terbit fajar, selepasnya beliau Shalat 2 rakaat”. Bukhory no:1180 dan Muslim no: 729

Disebutkan pula dalam hadist yang dikeluarkan oleh imam Muslim no:730, dari Aisyah rodiyallahu anha beliau berkata:

كان يصلي قبل الظهر أربعا في بيتي، ثم يخرج فيصلي بالناس، ثم يرجع بيتي فيصلي ركعتين

“Biasanya Nabi sallallahu alaihi wa sallam melakukan Shalat 4 rakaat sebelum dhuhur di rumahku, kemudian beliau keluar untuk mengimami para sahabat, kemudian tatkala pulang ke rumahku beliau Shalat 2 rakaat”.

Sumber: kitab Al-mulakkhos al-fiqhy oleh syaikh Solih Al-fauzan juz:1 hal: 172-173

Waktu pelaksanaan Shalat-Shalat sunnah rawatib:

Adapun untuk Shalat sunnah qabliyah (yang dikerjakan sebelum Shalat fardhu) dimulai semenjak telah masuk waktu Shalat fardhu tertentu sampai Shalat fardhu tersebut didirikan.

Adapun untuk waktu Shalat sunnah rawatib ba’diyah (yang dikerjakan selepas Shalat fardhu) dimulai selepas salam dari Shalat fardhu sampai habis/keluar waktu Shalat fardhu tersebut.

Sebagai permisalan: Shalat sunnah qobliyah dhuhur, maka dimulai semenjak matahari bergeser/mulai tergelincir ke barat sampai Shalat tersebut mulai didirikan, ketika Shalat dhuhur didirikan, tidak ada lagi waktu untuk Shalat sunnah qabliyah.

Adapun untuk Shalat sunnah ba’diyah dhuhur, dimulai semenjak selesai salam Shalat dhuhur, sampai sebelum masuk Shalat ashar, yaitu sebelum ukuran panjang bayangan suatu benda sama dengan aslinya.

Penjelasan perihal waktu Shalat sunnah rawatib ini dipaparkan oleh Imam Ibnu qudamah al-maqdisi rohimahullah berikut:

” كل سنة قبل الصلاة فوقتها من دخول وقتها إلى فعل الصلاة ، وكل سنةٍ بعدها فوقتها من فعل الصلاة إلى خروج وقتها” المغني (2/544)

“Setiap Shalat sunnah qabliyah waktunya semenjak sudah masuk waktu Shalat fardhu sampai Shalat fardhu tersebut didirikan, dan setiap Shalat sunnah badiyah maka waktunya dimulai sejak selesai Shalat fardhu sampai habis/keluar waktu untuk Shalat fardhu tersebut”. Al-mughny juz:2 hal: 544

Demikian, semoga bermanfaat

Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat.
Wabillahi taufiq.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Kamis, 2 DzulHijjah 1441 H (23-7-2020 M)



Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Beliau adalah Alumnus S1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله 
klik disini

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Setiawan Tugiyono, B.A., M.HI

Beliau adalah Alumni D2 Mahad Aly bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bahasa Arab 2010 - 2012 , S1 LIPIA Jakarta Syariah 2012 - 2017, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2018 - 2020 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah, Dauroh Masyayikh Ummul Quro Mekkah di PP Riyadush-shalihin Banten, Daurah Syaikh Ali Hasan Al-Halaby, Syaikh Musa Alu Nasr, Syaikh Ziyad, Dauroh-dauroh lain dengan beberapa masyayikh yaman dll | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Belajar bersama dengan kawan-kawan di kampuz jalanan Bantul

Related Articles

Back to top button