Adab & AkhlakKeluargaKonsultasi

Tiga Anugerah Di Dalam Rumah

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Tiga Anugerah Di Dalam Rumah

Hari demi hari telah berlalu, di tengah wabah pandemi COVID-19, tidak sedikit orang yang dilanda kejenuhan, karena harus tinggal di rumah. Meski hal tersebut dilakukan sebenarnya juga untuk kebaikan dirinya. Itupun insyaAllah hanya untuk sementara waktu saja.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menggambarkan betapa bahagianya orang yang mendapat karunia rumah yang bagus nan luas yang diiringi dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala di dalamnya dengan  sabdanya :

طُوبَى لِمَنْ مَلَكَ لِسَانَهُ ، وَوَسِعَهُ بَيْتُهُ ، وَبَكَى عَلَى خَطِيئَتِهِ

“Keberuntungan adalah milik orang yang kuasa menjaga lisannya, merasa cukup dengan rumahnya sebagai tempat berlindung dan senantiasa menangisi setiap kesalahannya.”
(HR. At Thabarani, dinilai sebagai hadits shahih oleh Muhaddits ( Ahli Hadits ) Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3929).

Dari hadits di atas ada sebuah isyarat agar bagi siapa saja yang berada di dalam rumah untuk menjaga lisan, menjauhi fitnah dengan tinggal dan berdiam diri di dalam rumahnya serta senantiasa beribadah di dalamnya dengan amalan-amalan kebajikan yang dianjurkan bagi setiap muslim ketika ia sedang berada di rumah serta memohon ampun dan menangisi atas kesalahan – kesalahan yang pernah dibuatnya.

Kesibukan rata-rata orang hari ini berkurang drastis. Suasana hening adalah waktu yang pas untuk merenung. Menyadari tumpukan dosa yang menjulang tinggi. Lalu menyesal sembari menangisi dosa-dosa tersebut.
Namun dibalik itu semua, kenyataannya kita rasakan dan saksikan, dimana sebuah nubuwah yang dibawah oleh Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, benarlah beliau dan selalu dibenarkan. kita rasakan sendiri anugerah itu ternyata ada di dalam rumah kita.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ؛ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman di dalam rumahnya. Badannya sehat. Memiliki makanan untuk hari itu. Maka seakan ia telah memiliki dunia”.
(HR. Tirmidzi, no. 2346, Ibnu Majah, no. 4141. Abu ‘Isa (kunya Imam Tirmidzi)  mengatakan bahwa hadits ini hasan dan dinilai sebagai hadits hasan juga oleh ahli hadits Syaikh Albaniy).

1. Rasa Aman Tinggal di Rumah

Rasa aman adalah sebuah nikmat, terlebih di tengah wabah yang sedang menjamur di seluruh belahan dunia. Sekarang, karena adanya himbauan social (jaga jarak) distancing dan physical distancing (jangan kontak fisik), semua anggota keluarga ‘dipaksa’ berkumpul di rumah. Bahkan di luaran sana, ada aparat berpatroli melarang warga berkumpul ramai dan menjaga agar kita masuk ke rumah. Bukankah ini sebuah nikmat yang tak ternilai?

Oleh karenanya nikmat ini patut disyukuri, jangan sampai diingkari. Allah Ta’ala berfirman,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”
(QS. An Nahl: 112).

Gegara mengingkari nikmat, akhirnya datanglah musibah dan bencana. Bentuk dari menginkari nikmat adalah dengan berbuat kerusakan di luar rumah, tidak patuh terhadap arahan dan penyuluhan pihak yang berwenang dan membahayakan orang lain, dan puncak dari itu semua, ada yang abai terhadap tujuan besar syariat (maqashidus Syari’ah), di antaranya menjaga jiwa, yang mana hal ini diperintahkan dalam agama kita, juga termasuk ajaran para Rasul.

وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ

“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”
(QS. An Nahl: 113).

2. Sehat Jasmani

Jika seorang melihat kenyataan manusia yang rela mengeluarkan biaya yang besar untuk berobat, ini bukti nyata mahalnya kesehatan yang merupakan kenikmatan dari Allah Ta’ala. Akan tetapi kebanyakan manusia lalai dari kenikmatan kesehatan ini, dia akan ingat jika kesehatan hilang darinya.
Tidak heran, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah  sampai membuat kaidah berharga dalam bukunya al Fawaid,

حفظ القوة مقدم على الحمية

Menjaga Energi vital (kesehatan daya tahan tubuh) lebih diutamakan ketimbang berpantang (tindakan preventif)”
(Lihat pembahasannya dalam Kitab Al-Fawaid, bab Faidah Jaliilah bagian ke-5, hal. 174).

Oleh karena itulah seorang hamba hendaklah selalu mengingat-ingat kenikmatan Allah Yang Maha Mulia yaitu berupa anugerah kesehatan, kemudian bersyukur kepada-Nya, dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada-Nya. Jangan menjadi orang yang merugi, sebagaimana hadits di bawah ini:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari,  no. 5933).

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah  berkata: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik  (sehat jasmani), ada yang mengatakan kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain.”
(lihat kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no. 5933)

3. Kecukupan Konsumsi Harian

Sejatinya ketika seorang muslim bisa makan di hari ini, hal itu merupakan kenikmatan luar biasa. Bahagia itu tidak harus punya tabungan yang cukup untuk makan sebulan kemudian. Namun kekurangan di hari kedua, ketiga, dan seterusnya bisa disiasati dengan berburu keberkahan.

Ada yang bisa bekerja dari rumah “Alhamdulillah”, istilah modernnya ‘work from home, ada juga yang harus mengais rizki, dengan mencari sebagian karunia Allah Ta’ala  di luar rumah, tentunya dengan memperhatikan aturan kehidupan saat wabah menular ini, Sehingga semuanya bertawakkal secara sempurna kepada Allah Ta’ala  dengan sikapnya masing-masing.

Dari sahabat mulia ‘Umar bin Khattab, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi, no. 2344. Abu ‘Isa (Imam Tirmidzi) mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Jangan saling menyalahkan, bahkan saling membantulah di antara kalian “Wahai Hamba Allah Ta’ala”
Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا، اْلمُسْلِمُ أَخُو اْلمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

“Jangan saling dengki, jangan tanajusy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan pula sebagian kalian menjual di atas jual beli sebagian yang lain, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh menzhaliminya, tidak membiarkannya (tanpa memberikan pertolongan), tidak berbohong kepadanya dan tidak memperhinakannya.
Takwa itu ada di sini -seraya menunjuk ke hatinya tiga kali-. Cukuplah bagi seseorang suatu keburukan bila ia menghina saudaranya seislam. Setiap muslim itu haram: darah, harta dan kehormatan-nya.”
(HR. Muslim, no. 2564).

Tak bisa dipungkiri bahwa penghasilan berkurang nominalnya. Sekarang timbul pertanyaan. Bagaimana cara kita menyiasatinya?
Syukuri dan berlatih hidup sederhana. Bukankah dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sekeluarga pernah hanya mengonsumsi kurma dan air putih selama berbulan-bulan?

Kurangi pengeluaran yang tidak perlu. Contohnya pulsa dan lauk-pauk berlebih. Apalagi pengeluaran yang tidak ada manfaatnya.

Tiga anugerah Inilah di antara setitik, dari nikmat-nikmat Allah Ta’ala  yang tak terhitung di dalam rumah, Manusia tidak akan mampu menghitung semua anugerahNya di setiap lini kehidupan.
Allah Ta’ala berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18).

Maka sebagai warga Negara yang baik, mari kita sukseskan moto yang menjadi viral di musim pandemi ini dengan tindakan nyata;  “Yuuk, di rumah saja!”
anugerah di rumah

Wallahu Ta’ala A’lam.

 

Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)



Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button