FiqihKonsultasi

Tata Cara Menggantikan Imam yang Batal Saat Sujud atau Ruku

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Tata cara menggantikan imam yang batal saat sujud atau ruku’

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum Tata cara menggantikan imam yang batal saat sujud atau ruku’.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah selalu menjaga Ustadz dan keluarga. Izin bertanya ustadz,

Bismillah. Ustadz izin bertanya.

Setau ana, dalam shalat berjama’ah ketika imam batal maka yg menggantikannya adalah ma’mum yg di belakangnya.

Nah bagaimana cara ma’mum menggantikan imam apabila imam batal saat ruku’ atau duduk di antara 2 sujud atau saat sujud ustadz? Apakah tetap bergerak maju ke depan atau bagaimana ya ustadz? Jazakallahu khairan ustadz

(Disampaikan oleh Admin Bias T09 G-17)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Ikhwatal Iman Ahabbakumulloh, saudara saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Alloh.. Jika ada imam yang batal saat sholat maka ia harus segera membatalkan sholat, apapun kondisinya dan gerakan sholatnya. Sebab suci adalah syarat sah sholat, tidak sah sholat tanpa keadaan yang suci.

Dalam Ensiklopedi Fiqh disebutkan,

وإذا حصل للإمام سبب الاستخلاف في ركوع أو سجود فإنه يستخلف، كما يستخلف في القيام وغيره، ويرفع بهم من السجود الخليفة بالتكبير ويرفع الإمام رأسه بلا تكبير؛ لئلا يقتدوا به

“Jika ada sebab yang mengharuskan imam harus diganti dalam posisi rukuk atau sujud, maka imam bisa langsung menunjuk pengganti sebagaimana yang biasa dilakukan dalam posisi berdiri. Kemudian Imam pengganti mengangkat kepalanya dari sujud dengan mengeraskan takbir intiqal. Sementara imam yang batal, tidak boleh membaca takbir ketika bangkit, agar makmum tidak mengikutinya” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 3/253).

Sehingga kalau dibuat tahapan tentang tatacara mengganti imam yang batal bukan dalam posisi berdiri;

1. Imam yang batal langsung bangkit, tanpa membaca takbir intiqal (perpindahan) karena dia sudah batal, juga tidak perlu menyempurnakan gerakan yang ada.

2. Kemudian memberi isyarat kepada jama’ah dibelakangnya, bisa dengan menepuk atau menarik salah satu jamaah yang berada di belakangnya untuk menggantikan dirinya jadi imam.

3. Kemudian imam yang baru ini bertakbir intiqal dan meneruskan gerakan sampai bangkit ke posisi berdiri dengan tetap di shof pertama (posisi semula).

4. Setelah berdiri, dia bisa maju beberapa langkah untuk menempati posisi imam dan menyelesaikan sholat.

Lalu bagaimana jika imam yang batal langsung keluar ke kamar mandi tanpa memberikan isyarat kepada shof dibelakangnya? Ini kurang pas karena dikhawatirkan memicu keributan.

Bagi jama’ah shof kedua yang sudah paham memang bisa segera maju, tapi bagaimana jika mereka tidak paham?

Diantara dalil yang menerangkan serta menguatkan pembahasan ini adalah kisah penusukan yang dialami Amirul Mukminin Umar bin Khotthob rodhiallohu ‘anhu oleh Abu Lu’lu’ Al-Majusi.

Amr bin Maimun selaku rowi menceritakan kisah penusukan Umar bin Khotthob yang kala itu sedang memimpin sholat subuh,

إِنِّي لَقَائِمٌ مَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ غَدَاةَ أُصِيبَ وَكَانَ إِذَا مَرَّ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ قَالَ اسْتَوُوا حَتَّى إِذَا لَمْ يَرَ فِيهِنَّ خَلَلًا تَقَدَّمَ فَكَبَّرَ وَرُبَّمَا قَرَأَ سُورَةَ يُوسُفَ أَوْ النَّحْلَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّاسُ فَمَا هُوَ إِلَّا أَنْ كَبَّرَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ قَتَلَنِي أَوْ أَكَلَنِي الْكَلْبُ حِينَ طَعَنَهُ فَطَارَ الْعِلْجُ بِسِكِّينٍ ذَاتِ طَرَفَيْنِ لَا يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا إِلَّا طَعَنَهُ حَتَّى طَعَنَ ثَلَاثَةَ عَشَرَ رَجُلًا مَاتَ مِنْهُمْ سَبْعَةٌ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ طَرَحَ عَلَيْهِ بُرْنُسًا فَلَمَّا ظَنَّ الْعِلْجُ أَنَّهُ مَأْخُوذٌ نَحَرَ نَفْسَهُ
وَتَنَاوَلَ عُمَرُ يَدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَدَّمَهُ فَمَنْ يَلِي عُمَرَ فَقَدْ رَأَى الَّذِي أَرَى وَأَمَّا نَوَاحِي الْمَسْجِدِ فَإِنَّهُمْ لَا يَدْرُونَ غَيْرَ أَنَّهُمْ قَدْ فَقَدُوا صَوْتَ عُمَرَ وَهُمْ يَقُولُونَ سُبْحَانَ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ فَصَلَّى بِهِمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ صَلَاةً خَفِيفَةً

“Aku berdiri dan tidak ada seorangpun antara aku dan dia kecuali ‘Abdulloh bin ‘Abbas (berarti berdiri di shof kedua), pada subuh dihari saat ‘Umar terkena musibah. Subuh itu, ‘Umar hendak memimpin sholat dengan melewati barisan shof lalu berkata; “Luruskanlah shof”. Ketika dia sudah tidak melihat lagi pada jama’ah ada celah-celah dalam barisan shof tersebut, maka ‘Umar maju lalu bertakbir.

Sepertinya dia membaca surat Yusuf atau surat An-Nahl atau surat yang semisal itu (surat yang kurang lebih 100-an ayat) pada roka’at pertama hingga memungkinkan semua orang bergabung dalam sholat. Ketika aku tidak mendengar sesuatu darinya kecuali ucapan takbir tiba-tiba terdengar dia berteriak;

“Ada orang yang membunuhku, atau katanya; “seekor anjing telah menerkamku”, rupanya ada seseorang yang menikamnya dengan sebilah pisau bermata dua. Penikam itu tidaklah melewati orang-orang di sebelah kanan atau kirinya melainkan dia menikamnya pula sebanyak tiga belas orang yang mengakibatkan tujuh orang diantaranya meninggal dunia. Ketika seseorang dari kaum muslimin melihat kejadian itu, dia melemparkan baju mantelnya dan tepat mengenai si pembunuh itu. Dan ketika dia menyadari bahwa dia pasti tertangkap (tak lagi bisa menghindar), dia pun bunuh diri.

‘UMAR MEMEGANG TANGAN ‘ABDURROHMAN BIN ‘AUF LALU MENARIKNYA KE DEPAN. Siapa saja orang yang berada dekat dengan ‘Umar pasti dapat melihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang berada di sudut-sudut masjid, mereka tidak mengetahui peristiwa yang terjadi, selain hanya tidak mendengar suara ‘Umar. Mereka berkata; “Subhanalloh, Subhanalloh”. Maka ‘Abdurrohman bin ‘Auf melanjutkan sholat jama’ah (menggantikan ‘Umar bin Khotthob) secara ringan” [HR Bukhari 3424]

Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
26 Syawwal 1442 H / 07 Juni 2021 M

 



Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI IMAM SYAFI’I Kulliyyatul Hadits, dan Dewan konsultasi Bimbingan Islam,
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله  
klik disini

Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, S.Ag., M.Ag.

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Hadits 2010 - 2014, S2 UIN Sunan Kalijaga Qur’an Hadits 2015 - 2019 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Dynamic English Course (DEC) Pare Kediri, Mafatihul Ilmi (Ustadz Dzulqarnaen) sedang diikuti | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Kuliah Pra Nikah Naseeha Project

Related Articles

Back to top button