Silaturahmi dengan Teman yang Tidak Sefrekuensi dan Hukum Foto Akhwat dalam Video Sholawatan

Silaturahmi dengan Teman yang Tidak Sefrekuensi dan Hukum Foto Akhwat dalam Video Sholawatan
Para pembaca Bimbinganislam.com yang mencintai Allah ta’ala berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang silaturahmi dengan teman yang tidak sefrekuensi dan hukum foto akhwat dalam video sholawatan.
Selamat Membaca.
Pertanyaan :
1. Ustadz, saya ingin bertanya. Kan kita diperintahkan untuk bersilaturahmi dengan saudara-saudara kita. Nah ketika kita bersilaturahmi, kita sebagai orang yang mungkin tidak diajak ngobrol diantara banyak orang, selain itu juga bahasannya tentang membandingkan dunia dan membangga-banggakan anak-anaknya. Di satu sisi saya orangnya kalem, dan lebih senang jika bercampur dengan orang yang berdiskusi, misalnya waktu perkuliahan, lebih senang dengan hal-hal bercandaan yang ringan, tapi tidak bisa sefrekuensi dengan mereka. Setiap bersilaturahmi, bukan rasa nyaman, tetapi kadang sudah ketebak gitu “paling nanti cerita ini, paling ntar aku diam.. ga sefrekuensi” begitu bagaimana ya, Ustadz?
Ini dalam lingkup keluarga besar.
2. Bagaimana hukumnya dalam Islam kalau bikin konten sholawat tapi ada ukhti” di dalam video tersebut? apa tidak menimbulkan fitnah yang bikin jadi imajinasi/tontonan buat para pria?
(Sahabat BIAS, G11-N010)
Jawaban :
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Tujuan utama dari menyambung silaturahmi adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala bukan untuk sekedar mencari kenyaman diri dan hati pribadi kita. Disamping itu kondisi tidak nyaman yang kita hadapi didalam menjalankan ibadah adalah menjadi satu ujian dan cobaan tersendiri yang jika kita mampu melewatinya dengan baik. Maka ia akan menjadi sebab kemuliaan di dunia dan akhirat serta pahala besar yang akan kita dapatkan.
Yang lebih utama adalah bersabar menghadapi manusia dan mendakwahi mereka sesuai kemamapuan dan ilmu yang kita miliki. Al-Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz menyatakan :
لا يجوز أن يقف في الطريق بل الواجب أن لا ييأس وأن يكون واسع البال كثير الصبر حتى يدرك إن شاء الله ما أراد أو يموت على ذلك، هكذا يجب، الله يقول: وَلا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ [يوسف:87] ويقول: لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ [الزمر:53] ويقول جل وعلا: قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ [الزمر:53].
فالواجب على الداعي والآمر بالمعروف والناهي عن المنكر أن لا يقف في الطريق وأن لا ييأس وأن لا يقنط، بل يكون عنده حسن الظن بالله وعنده الرجاء وعنده الصبر العظيم؛ حتى يدرك مطلوبه أو يموت في الطريق، أما الوقوف فلا.
“Tidak boleh untuk berhenti di jalan dakwah bahkan yang wajib adalah tidak boleh berputus asa. Dan hendaknya berlapang dada, banyak bersabar hingga kita bisa mencapai apa yang kita citakan insyaAllah atau kita mati di atas jalan dakwah.
Ini yang wajib kita lakukan, Allah ta’ala berfirman :
‘Jangan kalaina berputus asa dari rahmat Allah’ (QS Yusuf : 87).
‘Jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah.’ (QS Az-Zumar : 53).
‘Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap dirinya jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah.’ (QS Az-Zumar : 53).
Sehingga wajib bagi para dai dan para penyeru kebaikan serta pencegah kemungkaran untuk tidak berhenti di tengah jalan. Jangan berputus asa, jangan pesimis. Bahkan seharusnya ia berbaik sangka kepada Allah dan memiliki harapan serta kesabaran yang sangat besar sampai ia mendapatkan apa yang ia citakan atau ia mati di atas jalan kebaikan. Adapun berhenti maka tidak.” (Fatawa Syaikh Bin Baz no. 28198).
Secara khusus berkaitan dengan pertanyaan ini adalah hendaknya kita belajar bagaimana mencairkan suasana. Memalingkan pembicaraaan serta menyelipkan usaha dakwah di dalam setiap pertemuan keluarga yang kita hadiri. Bisa kita mengusulkan untuk mengundang ustadz agar diganti pengajian. Bisa juga kita datang membawa hadiah kecil diselipkan buku agama dll.
Adapun membuat konten shalawat yang menampakkan wanita maka ini tidak boleh dan tidak selayaknya dilakukan. Karena wanita adalah aurat yang selayaknya terjaga dari pandangan para lelaki asing wallahu a’lam
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
Selasa, 8 Muharram 1443 H/ 17 Agustus 2021 M
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله klik disini