Sikap Terhadap Berita Pelarangan Cadar

Sikap Terhadap Berita Pelarangan Cadar
Para pembaca Bimbinganislam.com yang mencintai Allah ta’ala berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang bolehkah seorang istri bekerja sebagai guru, selamat membaca.
Pertanyaan :
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Semoga ustadz dan keluarga selalu dalam lindungan Allah dan di beri rahmat Nya.
Ana ingin bertanya seputar keputusan menteri agama yang melarang PNS untuk memakai celana cingkrang bagi laki-laki muslim dan cadar bagi muslimah.
Bagaimana sikap kita terhadap kebijakan pelarangan cadar dan celana cingkrang dari menteri agama sekarang ini?
Mohon pencerahannya ustadz.
Syukron wa Jazākallāhu khayran.
(Disampaikan oleh Admin T-09 G-42)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Semoga penanya dan keluarga juga senantiasa berada dalam lindungan Allah ta’ala serta diberikan rahmat-Nya. Dianugrahkan taufik untuk senantiasa mengikuti sunnah Nabi shalallahu a’alaihi wa sallam dan prinsip beragama orang-orang shalih terdahulu atau salafus shalih.
Berkaitan dengan pertanyaan ini ada beberapa hal yang hendak ingin kami sampaikan. Kami berdoa dan berharap kepada Allah ta’ala semoga point-point berikut ini bisa menjadi jawaban bagi penanya sekaligus nasehat bagi kaum muslimin secara umum :
Pertama : Menteri Agama Termasuk Jajaran Ulil Amri
Menteri adalah termasuk ke dalam jajaran Ulil Amri/Penguasa kaum muslimin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan :
والامامة نوعان: إمامة في الدين، وإمامة في التدبير والتنظيم فمن امامة الدين الامامة في الصلاة، فإن الامام في الصلاة امامته امامة دين ومع ذلك فله نوع من التدبير حيث ان النبي صلى الله عليه وسلم امر بمتابعته ونهى عن سبقه والتخلف عنه فهذا نوع تدبير، لانه مثلا اذا كبّر كبرنا واذا ركع ركعنا واذا سجد سجدنا وهكذا
واما امامة التدبير فتشمل الامام الاعظم ومن دونه، والامام الاعظم هو الذي له الكلمة العليا في البلاد كالملوك ورؤساء الجمهوريات وما اشبه ذلك
ومن دونه كالوزراء والأمراء وما أشبه ذلك، والأمة الإسلامية بشر كغيرها من البشر، والبشر كائن من الأحياء، وكل حي فلابد له من رئيس
“Ke-Imaman/kepemimpinan itu ada dua: Imam dalam agama dan imam dalam pengaturan dan sistem.
Diantara imam dalam agama adalah imam shalat. Imam shalat itu jenis keimamannya adalah imam dalam agama, bersamaan dengan itu ia memiliki unsur pengaturan juga, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengikuti gerakannya, serta melarang dari mendahului atau terlalu terlambat darinya.
Ini merupakan unsur pengaturan karena jika ia bertakbir kita ikut takbir, jika ia rukuk kita ikut rukuk, dan jika ia sujud kita ikut sujud dan seterusnya.
Adapun imam dalam pengaturan dan sistem maka ia mencakup Imamul A’dzom (khalifah) dan jajarannya. Imamul A’dzom adalah yang memiliki kalimat tertinggi di suatu negeri, seperti para raja dan para presiden (pemimpin republik), atau yang semisal dengannya.
Dan YANG DIBAWAH KOMANDO DIA SEPERTI PARA MENTERI, GUBERNUR-GUBERNUR DAN YANG SEMISAL DENGANNYA. Dan umat Islam itu manusia seperti layaknya manusia yang lain, manusia itu makhluk hidup yang mesti membutuhkan pemimpin.”
(Syarah Aqidah As-Sifariniyah : 1/663 Oleh Al-Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah).
Kedua : Terlarangnya Merendahkan Ulil Amri
Kewibawaan Ulil Amri harus dijaga, tidak boleh direndahkan, dilecehkan, tidak boleh disebarkan aib-aibnya dan harus didoakan dengan kebaikan, hidayah, serta taufik. Abu Darda’ radhiyallahu anhu menyatakan :
إِيَّاكُمْ وَلَعْنَ الْوُلاةِ ، فإن لعنهم الحالقة ، وبغضهم العاقرة ” ، قيل : يا أبا الدرداء ، فكيف نصنع إذا رأينا منهم ما لا نُحِبُّ ؟ قَالَ : ” اصْبِرُوا ، فَإِنَّ اللَّهَ إِذَا رَأَى ذَلِكَ مِنْهُمْ حَبَسَهُمْ عَنْكُمْ بِالْمَوْتِ
“Hati-hati kalian, jangan kalian melaknat para penguasa. Sebab, sesungguhnya melaknat mereka adalah kemelut dan kebencian terhadap mereka adalah kemandulan yang tidak mendatangkan buah apa-apa.
Ada yang menyatakan, Ya Abu Darda, lantas bagaimana kami berbuat jika kami melihat apa yang tidak kami sukai ada pada mereka?
Beliau menjawab, Bersabarlah! Sesungguhnya Allah bila melihat perkara itu ada pada mereka maka Dia akan mencegahnya dari kalian dengan kematiannya.”
(HR. Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah : 2/488)
Disebutkan pula di dalam kitab Al-Muntadzam Fi Tarikhil Muluk Wal Umam karya Imam Ibnul Jauzi, bahwa Khalid bin Abdillah Al-Qasyri pernah menyatakan ketika beliau berkhutbah pada waktu beliau menjadi penguasa Mekah :
إني والله ما أوتي بأحد يطعن على إمامه إلا صلبته في الحرم
“Demi Allah, tidaklah aku mendapati seseorang mencaci maki penguasanya melainkan akan aku salib orang itu di masjidil haram.”
(Al-Muntadzam Fi Tarikhil Muluk Wal Umam : 6/299 Peristiwa tahun 91 H).
Di dalam atsar-atsar ini terdapat dalil yang terang serta argumentasi yang kokoh akan larangan keras serta larangan yang tegas akan tidak bolehnya mencaci maki penguasa serta menyebarkan aib-aibnya.
Maka hendaknya setiap muslim berhenti pada batasan di mana para ulama salaf berhenti di sana. Karena mereka adalah sebaik-baik kaum dengan persaksian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka berhenti berdasarkan ilmu, dengan ilmu pula mereka menahan diri. Orang yang tidak berada di barisan mereka adalah orang-orang yang menyimpang.
Barangsiapa menyelisihi manhaj salaf ini dan lebih memilih untuk mengikuti hawa nafsunya tidak ada keraguan bahwa di dalam hatinya ada kebencian. Karena cacian dan makian itu menghilangkan keinginan untuk menasehati penguasa. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ثَلَاثُ خِصَالٍ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ أَبَدًا : إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلهِ، وَمُنَاصَحَةُ وُلَاةِ الْأَمْرِ ، وَلُزُوْمُ الْـجَمَاعَةِ
“Ada tiga hal yang dengannya hati seorang muslim akan bersih (dari khianat, dengki, dan keburukan) yaitu beramal dengan ikhlas karena Allâh Azza wa Jalla , menasihati ulil amri (penguasa) dan berpegang teguh pada jama’ah kaum Muslimin.”
(HR Ahmad : 7/183, Ad-Darimi : 1/75, Ibnu Hibban : 72, 73, dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah : 404).
Ketiga : Jika Ulil Amri Melakukan Kekeliruan
Jika Ulil Amri membuat statement yang keliru maka boleh bagi kita untuk membantah kekeliruan statement tersebut dengan tanpa menjatuhkan nama baik penguasa. Akan tetapi hendaknya bantahan tersebut disampaikan secara umum. Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul pernah ditanya :
قال : جعلتم موقف أحمد بن حنبل دليلاً على عدم جواز الخروج على الحاكم، ولم تستدلوا به على جواز الإنكار علانية؟!
“Engkau menjadikan sikap Imam Ahmad bin Hanbal sebagai dalil untuk tidak memberontak terhadap penguasa. Akan tetapi engkau tidak berdalil dengan sikap Imam Ahmad akan bolehnya mengingkari penguasa dengan terang-terangan ?
Beliau menjawab dalam salah satu fatwa beliau :
هذا الكلام فيه نظر؛
أولاً : أحمد لم ينكر على الحاكم علانية، هو أنكر على القائلين بخلق القرآن، لكنه لم يسم الحاكم ولم يوجه إليه العامة لينكروا عليه، وفرق بين إنكار المنكر والخطأ ، وبين تعيين الحاكم وتسميته والإنكار عليه مباشرة
ثانياً : لم يستدل أحد بموقف أحمد من عدم الخروج على الحاكم، إنما يورد موقف أحمد بن حنبل من المأموم بوصفه إمام أهل السنة والعلماء وافقوه على ذلك، تفسيراً لأحاديث السمع الطاعة لولاة الأمر، وعدم الخروج عليهم وإن ظلموا وجاروا
ثالثاً: موقف أحمد دل عليه الدليل من السنة النبوية ، أمّا المجاهرة في الإنكار علانية لولاة الأمر فهذا خلاف السنة النبوية المتقررة عند أهل السنة والجماعة، إنما الإبداء علانية له بالإنكار مذهب الخوارج والمعتزلة والزيدية والسبئية
أللهم اجعلنا هداة مهتدين لا ضالين و لا مضلين
“Ucapan ini perlu ditinjau ulang dari beberapa sisi
Pertama : Imam Ahmad bin Hanbal tidak mengingkari penguasa dengan terang-terangan. Beliau mengingkari orang yang menyatakan Al-Qur’an makhluk. Dan beliau tidak menyebut nama dan tidak mengarahkan orang banyak untuk mengingkari penguasa.
Dan ada perbedaan besar antara mengingkari kemungkaran dan kesalahan dengan memvonis penguasa, menyebut namanya dan mengingkari penguasa secara langsung (tunjuk hidung).
Kedua : Tidak ada satupun orang yang berdalil dengan sikap Imam Ahmad akan tidak bolehnya memberontak kepada penguasa. Akan tetapi menyebutkan sikap Imam Ahmad bin Hanbal terhadap Al-Makmun dengan kapasitas beliau sebagai Imam Ahlissunnah Wal Jamaah dan para ulama menyetujui sikap beliau ini.
Sebagai bentuk tafsir terhadap hadits-hadits mendengar dan taat pada penguasa dan tidak memberontak kepada mereka meskipun mereka zalim, meskipun mereka jahat.
Ketiga : Sikap Imam Ahmad bin Hanbal ditunjukkan oleh dalil dari sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun terang-terangan di dalam mengingkari penguasa maka ini menyelisihi sunnah nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah tetap di kalangan ahlissunnah wal jamaah.
Sesungguhnya menampakkan pengingkaran kepada penguasa dengan terang-terangan adalah merupakan madzhab Khawarij, Mu’tazilah, Zaidiyyah dan Saba’iyyah (para pengikut Abdullah bin Saba’).
Ya Allah jadikanlah kami sebagai oraang yang diberi petunjuk dan menyeru kepada petunjuk bukan sebagai orang sesat yang menyesatkan.”
(Status FB Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul 3 nov 2019).
Maka tidak boleh bagi kita menggelari orang yang berusaha menjaga kewibawaan penguasa dengan julukan juru bicara penguasa, membela kesesatan penguasa, antek penguasa, pasang badan untuk melindungi penguasa, penjilat penguasa dan julukan buruk lainnya.
Karena barangkali ia telah menasehati penguasa dengan sembunyi-sembunyi, atau dia telah membantah kekeliruan yang dilakukan oleh penguasa dengan tidak menjatuhkan nama baiknya. Bahkan dia melakukannya sebagai bentuk pengamalan terhadap hadits yang sangat banyak.
Ziyad nin Kusaib Al-Adawi menyatakan :
كُنْتُ مَعَ أَبِيْ بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ أَبِيْ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ, فَقَالَ أَبُوْ بِلاَلٍ: انْظُرُوْا إِلَى أَمِيْرِنَا يَلْبَسُ لِبَاسَ الْفُسَّاقِ, فَقَالَ أَبُوْ بَكْرَةَ : اسْكُتْ! سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِيْ الأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ
“Saya pernah bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu Amir yang sedang berkhutbah sambil mengenakan pakaian tipis. Abu Bilal berkata: Lihatlah pemimipin kita, dia mengenakan pakaian orang-orang fasiq.
Abu Bakrah menegurnya seraya berkata :
Diamlah, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menghina pemimpin di muka bumi, niscaya Allah akan menghinakannya“”
(Shahih Sunan Tirmidzi : 1812 oleh Al-Albani).
Keempat : Tabayyun Terlebih Dahulu Tentang Berita Pelarangan Cadar & Celana Tidak isbal
Tentang berita pelarangan celana cingkrang dan cadar di kalangan PNS, ini harus kita cermati dan cek terlebih dahulu. Tidak langsung ditelan mentah-mentah, Allah ta’ala menyatakan :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
(Al Hujurat : 6).
Kesimpulan & Sikap Terbaik Seorang Muslin
Kami secara pribadi tidak mengetahui detail berita tentang larangan ini, akan tetapi hendaknya kita benar-benar berhati-hati di dalam menerima dan menyebarkan berita. Adapun sikap ahlissunnah wal jamaah berkaitan dengan penyimpangan yang barangkali dilakukan oleh penguasa maka jelas.
Mereka membantah kesalahan dengan tanpa menjatuhkan nama baik, mereka menasehati penguasa dengan empat mata, mereka mendoakan kebaikan untuk penguasa, dan senantiasa menjaga kewibawaan penguasa di hadapan rakyat dengan tanpa menjilat dalam rangka untuk merealisasikan perinah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan dalam rangka menjaga umat dari timbulnya fitnah. Wallahu ta’ala a’lam
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
Jumat, 11 Rabiul Awwal 1441 H / 8 November 2019 M
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله klik disini