Sikap Menghadapi Suami Yang Kurang Bertanggung Jawab

Sikap Menghadapi Suami Yang Kurang Bertanggung Jawab
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Sikap Menghadapi Suami Yang Kurang Bertanggung Jawab, selamat membaca.
Pertanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ketika mempunyai pekerjaan suami tidak terbuka soal keuangan, penuh perhitungan dan kurang dalam memberikan nafkah.Sehingga isteri terpaksa bekerja dan dominan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.Sudah hampir 1 tahun suami mengganggur.Tiap hari terjadi pertengkaran karena isteri merasa lelah menjadi tulang punggung dan merasa ini bukan kewajibannya.
1.) Bagaimana sikap terbaik menghadapi karakter suami yang kurang tanggung jawab seperti itu?
2.) Apakah hukumnya isteri yang mengajukan perceraian dengan alasan untuk menghindari dosa yang lebih banyak karena tidak bisa respek dan berbakti kepada suami yang demikian? (20 tahun berusaha bersabar, tapi selalu terjeblos ke dosa yang sama menyakiti suami)
جزاك اللهُ خيراً
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Dalam sebuah pernikahan menafkahi istri dan anak anak adalah wajib sesuai kemampuan, jika tidak ditunaikan maka dosa ada pada suami dan tidak ada dosa pada istri.
Hendaknya juga istri tetap menghormati suami, mengagungkan hak nya, memotivasi, memberikan dukungan agar suami semangat kerja kembali.
Bisa jadi suami milih untuk nganggur karena langkah istri yang salah untuk bekerja sehingga menjadi tulang punggung keluarga, disini bisa jadi suami merasa tidak dihargai dan tidak berguna sehingga dia semakin malas bekerja. Maka motivasilah suami, berilah kepercayaan, karena diantara karakter lelaki adalah merasa dibutuhkan dan penting untuk keluarganya.
Kemudian jaga komunikasi yang baik, tidak merendahkan walau keadaan sedang terpuruk, tetap jaga adab dalam berbicara, tidak menggurui, tidak mengangkat suara, sekali lagi bangunlah kepercayaan suami untuk bisa kembali bertanggung jawab.
Juga bisa menjadi solusi dengan cara mengirimkan beberapa video nasihat, atau tulisan dari ustadz ustadz tentang kewajiban sebagai suami, cuma disampaikan dengan penuh adab kepada suami, jangan dengan sindiran atau merendahkan.
Dan jika istri ingin melihat mukjizat pada suami maka dawamkan shalat malam kemudian doa dan merendah kepada Allah, bersimpuh dan meminta kepada Allah, maka akan ada keajaiban yang datang kepada keluarga sebagai bentuk jawaban dari Allah, jika belum maka sabar dan jangan memaksakan ingin segara dikabulkan doa.
Yang terakhir jika ingin mengajukan pisah dari pihak istri maka istilahnya adalah khulu dan ini diperbolehkan jika ada sebab syari seperti tidak bisa menuaikan hak suami, akan, melahirkan banyak kemaksiatan lagi.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{ وَلَا یَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُوا۟ مِمَّاۤ ءَاتَیۡتُمُوهُنَّ شَیۡـًٔا إِلَّاۤ أَن یَخَافَاۤ أَلَّا یُقِیمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا یُقِیمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَیۡهِمَا فِیمَا ٱفۡتَدَتۡ بِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن یَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ }
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya (suami dan istri) khawatir tidak akan mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang zalim. [Surat Al-Baqarah: 229]
وفي صحيح البخاري عن ابن عباس أن امرأة ثابت بن قيس أتت النبي صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله: ثابت بن قيس ما أعتب عليه في خلق ولا دين، ولكني أكره الكفر في الإسلام ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتردين عليه حديقته ، قالت نعم ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اقبل الحديقة وطلقها تطليقة
Dari Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhu bahwa istri Tsabit Ibnu Qais menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit Ibnu Qais, namun aku tidak suka durhaka (kepada suami) setelah masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kebun kepadanya?”. Ia menjawab: Ya. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (kepada Tsabit Ibnu Qais): “Terimalah kebun itu dan ceraikanlah ia sekali talak.” (HR.Bukhari) Dalam riwayatnya yang lain: Beliau menyuruh untuk menceraikannya.
Dan perlu diperhatikan ketentuan khulu seperti harus mengambalikan mahar dan perpisahan ini adalah untuk selamanya tidak ada rujuk.
Juga perlu direnungkan maslahat jika benar benar terjadi khulu seperti bagaimana kondisi anak anak, kondisi nanti istri tanpa suami dan lain-lain.
Jika tidak maka bersabar dan hidup bersama dengan suami dengan beberapa point nasihat yang sudah disampaikan.
Semoga Allah memberikan sakinah, mawaddah dan rahmah kepada keluarga Ibu dan suami.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fauzan Azhiimaa, Lc. حافظه الله