hotIbadahManhaj

Siapa Yang Berhak Menghukumi Ahlul Bid’ah?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Siapa Yang Berhak Menghukumi Ahlul Bid’ah?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan tentang siapa yang berhak menghukumi ahlul bid’ah? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Bismillah. Assalamu’alaikum ustadz, semoga Allah selalu merahmati ustadz dan tim BiAS. Ustadz apa kriteria-kriteria seseorang disebut ahlul bid’ah?

Apakah penyimpangannya dalam masalah aqidah atau jika masalah cabang dan terlalu banyak atau ada kriteria lain? Jazaakallahu khair.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabaarokatuh.

Semoga Allah juga memberikan rahmat, hidayah dan kebahagiaan kepada kita semua.

Memang, hendaknya kita bisa membedakan antara pelaku bid`ah dengan ahlul bid`ah, sebagaimana kita juga membedakan antara orang yang berbuat bohong dengan seorang pembohong.

Bidah bisa terjadi di dalam masalah ilmu fiqih, akhlak ataupun akidah. kemudian, tidak semua pelaku bid`ah kemudian di klaim menjadi seorang ahlul bidah, bila salah menghukumi dan tidak berhati-hati maka bukan dakwah Islam yang menyebar, malah permusuhan dan fitnah yang akan berkembang.

Apakah semua orang berhak mengklaim ini bidah dan ini ahlul bid`ah, ternyata tidak. Bahwa justifikasi tersebut adalah hak para ulama, buka orang awam yang baru belajar melakukan perbuatan itu. Tanpa ilmu dan pemahaman yang cukup, akan menjadikan perkara sunnah menjadi bidah dan bidah menjadi sunnah dan sebagainya.

Karenanya coba renungkan apa yang telah ditunjukkan oleh syekh Shalih Bin Abdul Aziz Alu Syekh di dalam salah satu muhadhorohnya “Nashiihatu lisy Syabaab” ketika ditanya: “siapakah yang berhak dihukumi sebagai pelaku bid’ah?, beliau menjelaskan, “ Vonis bid’ah adalah hukum syar’i, dan memvonis orang yang mengamalkan bidah sebagai mubtadi’ adalah hukum syar’i yang berat sekali, karenanya hukum-hukum syar’iyyah yang menyangkut perseorangan/individu seperti kafir, mubtadi’ dan fasiq adalah haknya ahlu ilmi (ulama).

Sesungguhnya tidaklah ada mengharuskan perbuatan kufur dengan vonis kafir, karena tidaklah amalan kufur itu melazimkan pelakunya menjadi kafir, pasangan (tsanaa’iyyah) tidaklah saling melazimkan (mengharuskan) satu dengan lainnya.

Demikianlah, tidaklah setiap orang yang mengamalkan bid’ah maka ia adalah mubtadi’ (ahlul bid`ah) dan tidaklah setiap orang yang melakukan kefasikan maka ia menjadi fasik dengan serta merta.

Terkadang dikatakan, dia kafir secara zhahir bila ditinjau dari zhahirnya semata, dia fasiq secara zhahir, dia mubtadi’ secara zhahir, namun hal ini tidaklah berarti hukum mutlak, taqyid (mengikat) dengan zhahir tidaklah menghukumi secara mutlak sebagaimana telah ditetapkan pada beberapa tempat/pembahasan.

Baca Juga:  Menunda Qadha' Puasa Ramadhan

Menghukumi mubtadi’ dikarenakan seseorang mengucapkan perkataan mubtadi’ atau ucapan bid’ah bukanlah hak bagi setiap orang yang mengenal sunnah, namun hal ini adalah haknya ahlu ilmu, yang mana seseorang tidaklah dihukumi sebagai mubtadi’ melainkan setelah terpenuhinya syarat dan dihilangkannya penghalang, dan masalah ini dikembalikan kepada ahlu fatwa, karena memenuhi syarat dan menghilangkan penghalang adalah bagian mufti .

[Lihat : Masa`il fil Hajri wa maa yata’allaqu bihi : Majmu’atu min ba’dli asyrithoti asy-Syaikh Shalih bin Abdil Aziz Ali Syaikh, I’dad : Salim al-Jaza`iri, didownload dari maktabah sahab salafiyah, http://www.sahab.org]

Memang ada beberapa kaidah terkait bidah dan mubtadi`, namun diperlukan penjelasan yang rinci dan kehati-hatian untuk meminimalkan fitnah yang akan terjadi.

Sehingga sekali lagi kami tekankan, dalam hal menghukumi ahlul bid`ah bukan hal yang mudah dan tidak mudah bagi kita untuk menebar stempel ahlul bid`ah.

Maka kita coba fokus dengan amalan yang dilakukan, apakah itu bidah dan tidak, untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar dengan cara yang baik dan bijak, dengan argumen yang kuat, dalam rangka mencari kebenaran dari amaliyah yang murni, mana yang sunnah, mana yang bid`ah tanpa tergesa gesa memberikan cap ahlul bida`ah kepada pelakunya.

Kecuali bila seseorang merasa ia sebagai seorang ulama yang bisa menghukumi pelaku bidaah sebagai ahlul bid`ah maka lakukanlah.

Bukan sekadar fitnah yang disebar tanpa ada hujjah yang ditegakkan atau syubhat yang dihilangkan dari pelakunya. Perbuatan dan justifikasi apa pun, semua akan Allah minta pertanggung jawaban.

Semoga Allah selalu bimbing kita semua kepada jalannya yang lurus. Wallahu a`lam.

Ustadz Mu`tashim Lc., M.A.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Senin, 15 Syawal 1443 H/ 16 Mei 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik disini

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button