KeluargaKonsultasi

Seorang Ibu Kerja Merantau Jauh Dari Suami Dan Anak

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Seorang Ibu Kerja Merantau Jauh Dari Suami Dan Anak

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Seorang Ibu Kerja Merantau Jauh Dari Suami Dan Anak, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Izin bertanya. Bolehkah seorang ibu dengan 2 anak balita, bekerja merantau jauh dari anak dan suami? Anak di asuh oleh kakek dan neneknya atas permintaan mereka sendiri, dan suami merantau beda tempat dengan sang istri.

Alasan sang istri bekerja adalah untuk mencukupi kebutuhan orang tua istri yang sudah sepuh dan tidak bekerja. Jadi mereka belum rela bila sang istri tersebut resign. Yang ingin kami tanyakan, apakah perbuatan istri tersebut termasuk perbuatan dzolim kepada anak-anaknya yang masih balita?

 


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in

Seorang anak perempuan boleh bekerja guna membantu ekonomi keluarga, dan tidak boleh keluar dari rumah kecuali atas izin suaminya bila telah menikah. Juga ketika bekerja itu mengharuskan safar, maka sebagai anak perempuan ataupun wanita wajib didampingi mahram, serta jenis pekerjaaanya ini sesuai karakter wanita dan ia aman tanpa gangguan.

Pada dasarnya, membiayai kebutuhan orang tua adalah tanggung jawab bapak kepala rumah tangga, bukan tugas anak. Apalagi ia adalah anak perempuan. Bagi ibu dan anak perempuan dalam keluarga tidak berkewajiban untuk memberikan nafkah untuk keluarga. Allah ﷻ berfirman:

ٱلرِّجَالُ قَوَّمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ…. ٣٤ [ النساء:34]

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…. (QS. An Nisa’: 34).

Oleh karena itu, jika seorang wanita telah mempunyai anak, dan tinggal di rumah orang tuanya, atau orang tua tinggal bersama dia, maka suami yang bekerja di luar daerah hendaknya membiayai juga kebutuhan mertuanya sebagai ihsan (perbuatan baik) dari memperhatikan dan ikut menjaga keluarga kecilnya di rumah.

Wanita Boleh Bekerja Selama Memperhatikan Syarat Ini!

Hukum asalnya perempuan boleh saja bekerja selama tidak melanggar aturan syar’i, di antara syarat-syaratnya ialah:

  1. Dengan tetap mengenakan hijab syar’i bila bekerja di luar rumah.
  2. Memilih pekerjaan yang halal, baik sebagai penjual barang maupun jasa.
  3. Tidak bekerja di tempat yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan dalam tempo yang lama (ikhtilat), seperti bekerja di kantor, atau yang lainnya.
  4. Tidak melalaikan tugasnya sebagai istri dan ibu jika telah berkeluarga, atau mempunyai anak dan atas seizin suami.
  5. Tidak banyak berkomunikasi dengan lawan jenis kecuali sebatas yang diperlukan dan tanpa melembutkan suara.

Pekerjaan syar’i seorang wanita bisa macam-macam seperti berjualan online, jualan masakan/makanan yang dibuat di rumahnya tanpa harus magang di warung/restoran. Demikian pula bekerja sebagai guru di sekolahan yang terpisah antara laki dengan perempuan. Penjahit wanita. Dokter yang praktik di rumah dan khusus menangani pasien wanita atau anak laki-laki yang belum baligh. Dan banyak lagi lainnya.

Kesimpulan

Jika wanita bekerja dan melalaikan sebagian tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anak balitanya, maka hal ini ada unsur bentuk kezaliman atas hak mereka sebagai anak. Bukan persoalan ada kakek neneknya yang menjaga, tapi balita itu butuh pada sosok Ibu, yang tidak akan dijumpai rasa ini ketika ia telah beranjak dewasa.

Wallahu Ta’ala A’lam.

 

Dijawab dengan ringkas oleh: 
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. 
حفظه الله

Related Articles

Back to top button