FiqihKonsultasi

Diam itu Lebih Baik dari Pada Kita Melampiaskan Kemarahan

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Pertanyaan :

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Pada materi tersebut salah satu cara untuk memenej marah adalah dengan tidak melampiaskan dengan perkataan dan perbuatan. Kadang meskipun tidak mengatakan hal yang menyakitkan orang lain, tapi hati sering bergejolak karena marah bahkan terkadang memikirkan hal yang tidak baik terhadap orang lain tersebut. Apakah hal tersebut lebih baik dari pada tidak bisa menahan lisan dan perbuatan?

Terima kasih..

جَزَاك اللهُ خَيْرًا

(Dari Hamba Alloh Anggota Grup WA Bimbingan Islam T04-3936)

Jawaban :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Terimakasih kami haturkan kepada penanya dan kami berdoa memohon kepada Allah agar senantiasa menganugrahkan kepada kita semua sobron jamila/kesabaran yang indah.

Jawaban dari pertanyaan antum ialah ; Diam itu lebih baik dari pada kita melampiaskan kemarahan kita. Dalilnya ialah sabda nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata baik atau diam”. (HR Muslim : 47).

Saudara kami yang dirahmati oleh Allah, marah adalah musuhnya akal, ketika seseorang marah maka akal tidak akan memaksimalkan fungsinya. Gelap dan bahkan buta dan tidak mampu melihat kebenaran.
Al Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah mengatakan :

وعين الرضا عن كل عيب كليلة : ولكن عين السخط تبدي المساويا

“Mata yang ridha itu melihat seluruh aib sebagai sebuah keindahan.
Namun mata kemarahan akan menampakkan semua keburukan”.
(Al-Aghani : 12/250, Ushul Fiqh ‘Ala Manhaji Ahlil Hadits : 54/397).

Marah ini merusak akal seperti serigala merusak domba yang menjadi mangsanya. Dalam kondisi marah seseorang tidak akan mampu membedakan kebenaran dari kebatilan. Sifat mudah marah adalah sifat buruk yang sangat sedikit manusia bisa selamat darinya. Namun demikian manusia yang sama sekali tidak bisa marah juga tidak baik. Dan ketika kita marah maka yang terbaik ketika itu adalah diam agar kita tidak mengucapkan kata-kata yang itu di luar kendali kita hingga kita akan menyesal kelak.

Sebagian ahli hikmah mengatakan bahwa Allah menciptakan untuk kita satu lisan dan dua telinga, diantara hikmahnya ialah agar kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Muadz bin Jabal radhiyallahu ta’ala ‘anhu pernah bertanya kepada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

وهل نؤاخذ بما تكلمت به ألسنتنا ؟ قال : فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم فخذ معاذ ثم قال : ” يا معاذ ثكلتك أمك وهل يكب الناس على مناخرهم في جهنم إلا ما نطقت به ألسنتهم فمن كان يؤمن بالله واليوم والآخر فليقل خيراً أو يسكت عن شر. قولوا خيراً تغنموا واسكتوا عن شر تسلموا

“Apakah kita akan disiksa atas apa yang dikatakan oleh lisan kita ?
Maka rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memukulnya sembari berkata : Wahai Muadz celaka engkau bukankah manusia itu tidaklah diseret terbalik di neraka jahannam melainkan disebabkan aatas apa yang diucapkan oleh lisannya. Maka barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang baik atau ia diam dari keburukan. Berkatalah yang baik engkau akan beruntung dan diamlah dari keburukan engkau akan selamat”. (HR Muslim dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani di dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah : 412).

Berbicara dalam keadaan tidak marah saja seperti ini akibatnya, apalagi ketika kita berbicara dalam keadaan marah, apalagi tujuannya hanya untuk melampiaskan kemarahan. Tentu yang keluar adalah hal-hal buruk yang akan kita sesali kelak. Kelak di akhirat tidak ada orang menyesal karena diam, namun banyak sekali manusia menyesalkarena berbicara. Oleh karena itulah nabi bersabda dalam hadits tersebut di atas ; “Diamlah dari mengucapkan keburukan engkau akan selamat”.

Dan di sana ada amarah yang terpuji yaitu amarah yang muncul karena Allah, atas nama Allah, atas nama agama. Adapun marah karena ego, karena musrni emosi semata maka ia adalah marah yang tercela dan lebih baik kita diam pada saat itulah diam akan menjadi emas bagi kita.

Wallahu a’lam.

Referensi ;

Shahih Muslim oleh Al Imam Muslim
Ushul Fiqh ‘Ala Manhaji Ahli Hadits oleh Syaikh Zakariya bin Ghulam Al Bakistani.
Silsilah Ahadits Ash-Shahihah Oleh Al Imam Al-Albani.

Konsultasi Bimbingan Islam
Ustadz Abul Aswad Al Bayati

Related Articles

Back to top button