Keluarga

Saran Untuk Mereka Yang Tinggal Dengan Anak di Luar Pernikahan

Saran Untuk Mereka yang Tinggal dengan Anak di Luar Pernikahan

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan saran untuk mereka yang tinggal dengan anak di luar pernikahan. Selamat membaca.


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz.

Saya menikah dengan seorang duda yang telah memiliki anak, tetapi ternyata anaknya itu (anak laki2) bukan nasabnya dia hanya Ayah biologis anak tersebut.

Dan dia sangat mencintai anak tersebut. Dan terkadang suami saya berkomunikasi mengenai anak tersebut ke mantan istrinya, sampai pernah mantan istri tersebut beberapa kali memarahi suami saya via telepon di depan kawan2 suami saya.

Saya takut akan fitnahnya, apa yang sebaiknya dilakukan oleh suami saya dan juga saya sendiri ustadz, mohon nasehatnya.

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS melalui Grup WA)


Jawaban:

Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh.

Penetapan nasab anak akan berimplikasi pada hukum-hukum syar’iat yang lain sebagaimana dijelaskan telah dalam banyak hadits, seperti hukum menyusui, pengasuhan, penjagaan, nafkah, waris, persaksian, dan lain-lain.

Nasihat kami, jika anak tersebut adalah anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah, maka anak harus dinasabkan kepada bapaknya. Jika tidak melalui pernikahan, maka anak dinasabkan kepada ibunya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang anak zina:

لأَهْلِ أُمِّهِ مَنْ كَانُوا حُرَّةً أو لأمَةً

“(Anak itu milik) keluarga ibunya siapa pun mereka, baik wanita merdeka atau budak wanita” (HR. Abu Daud, no. 1930)

Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda:

الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ

“Anak yang lahir adalah milik pemilik ranjang (suami) dan pezinanya mendapatkan kerugian”. (HR. Bukhari, no.2053 dan Muslim, no. 1457).

Salah satu maksud dari hadist di atas adalah, bahwa penasaban anak itu hanya berlaku bagi suami (yang sah dengan akad nikah), adapun pezina, maka anak hasil zina tidak dinasabkan kepada pelakunya (ayahnya), dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Konsekuensi dari tidak adanya nasab adalah ke depan mereka tidak bisa saling mewarisi harta jika meninggal, juga jika si anak berjenis kelamin perempuan, maka ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali nikahnya, kelak wali nikahnya adalah hakim (pihak KUA).

Dan status anak tersebut tidak perlu diinformasikan kepada orang lain, bila tidak ada maslahatnya. Bapak biologis berbuat baik kepada anak biologisnya adalah sebuah kebaikan, tapi dia harus ingat bahwa anak itu bukan anaknya yang sah secara syariat.

Masalah berikutnya, jika anaknya ini adalah lelaki maka dia bukan mahram istrinya, maka tidak boleh bermudah-mudahan dalam masalah ini. Ada batasan-batasan syariat yang harus diukur bila tinggal serumah bersama.

Saran kami, jika memungkinkan, biarkan anak ini tinggal bersama keluarga ibunya, dan bapak biologisnya tetap berbuat baik kepada anak biologisnya dan mereka yang menjaganya dari pihak keluarga ibunya.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Baca selengkapnya: https://bimbinganislam.com/anak-zina-dalam-tinjauan-syariat/

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Jumat, 6 Ramadan 1443 H/8 April 2022 M


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button