KeluargaWaris

Problem, Bagaimana Bila Tidak Menjalankan Wasiat Ibu?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Problem, Bagaimana Bila Tidak Menjalankan Wasiat Ibu?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan pembahasan tentang bagaimana bila tidak menjalankan wasiat ibu. Selamat membaca.


Pertanyaan:

Ustadz, saya mau tanya hukum melanggar suatu amanah dari ibu yang sudah meninggal apakah haram? Terima kasih.

(Ditanyakan oleh Sahabat BIAS via Instagram Bimbingan Islam)


Jawaban:

Amanah yang anda maksud di sini adalah wasiat.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

“Diwajibkan atasmu, apabila seorang di antara kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” [QS. Al-Baqarah: 180]

Secara umum wasiat dari orang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya tidak terlepas dari dua keadaan;

Pertama, wasiat kepada orang yang hendak untuk melakukan suatu hal, misalkan dari ibu pada anaknya, seperti membayarkan utang, memulangkan pinjaman dan titipan, merawat anak yang ditinggalkan, dst.

Kedua, wasiatnya dalam bentuk harta, agar diberikan kepada pihak tertentu dan pemberian ini dilakukan setelah pemberi wasiat meninggal dunia.

Menjalankan Wasiat Ibu

Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan;

1. Wasiat bisa dijalankan, jika isi wasiatnya adalah mubah. Apalagi jika isi wasiatnya adalah kewajiban, seperti membayar hutang dari harta warisan, maka ini hukumnya wajib tanpa diragukan lagi, dan berdosa bila melanggarnya.

2. Apabila wasiat itu isinya anjuran berupa merawat adik-adiknya, dan wasiat ini diberikan pada anak lelaki tertua oleh ibunya sebelum meninggal, maka hukumnya wajib menjalankan wasiat tersebut, jika ia menyanggupinya. Beda kasusnya, jika sang anak tidak menyanggupi sebelum itu karena ada uzur, maka dalam hal ini, wasiat tersebut tidak wajib ditunaikan.

3. Jika wasiat berkenaan dengan harta warisan, maka harta yang diwasiatkan tidak boleh melebihi 1/3 dari total harta keseluruhan. Anak ini tidak boleh menjalankan wasiat ibunya. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat hadits;

استأذن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يوصي بثلثي ماله قال : (لا ، قال : فالشطر ؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا ، قال : فالثلث ؟ قال النبي صلى الله عليه وسلم : الثلث والثلث كثير . إنك أن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس)

Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mewasiatkan dua pertiga hartanya beliau berkata, “Tidak boleh”, Lalu Sa’ad berkata, “Setengahnya”. Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Tidak boleh”,

Lalu Sa’ad berkata lagi, “Kalau begitu sepertiganya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Sepertiganya. Sepertiganya itu cukup banyak. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga meminta-minta kepada orang lain”. (HR. Bukhari, no. 1295, Muslim, no. 1628).

4. Terlarang dan tidak sah, wasiat harta yang diberikan kepada ahli waris yang mendapatkan warisan meski dengan nominal yang kecil, kecuali jika seluruh ahli waris sepakat membolehkannya, setelah pembagian warisan dilaksanakan berdasarkan hukum-hukum Allah Ta’ala. Baru kemudian dibagi lagi secara suka rela oleh ahli waris.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Allah itu telah memberikan kepada semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat harta bagi orang yang mendapatkan warisan.” (HR. Abu Daud, dinilai shahih oleh al Albani).

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag.
حفظه الله
Senin, 28 Jumadil Akhir/ 31 Januari 2022


Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini

Ustadz Fadly Gugul, S.Ag

Beliau adalah Alumni S1 STDI Imam Syafi’I Jember Ilmu Hadits 2012 – 2016 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Takhosus Ilmi di PP Al-Furqon Gresik Jawa Timur | Beliau juga pernah mengikuti Pengabdian santri selama satu tahun di kantor utama ICBB Yogyakarta (sebagai guru praktek tingkat SMP & SMA) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Dakwah masyarakat (kajian kitab), Kajian tematik offline & Khotib Jum’at

Related Articles

Back to top button