Aqidah

Penyimpangan Tauhid Asma Wa Shifat, Bisa Murtad?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Penyimpangan Tauhid Asma Wa Shifat, Bisa Murtad?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan penyimpangan tauhid asma wa shifat, bisa murtad? Selamat membaca.


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Allah memberikan keberkahan untuk ustadz dan tim Bimbingan Islam. Mualif mengatakan dalam kitab Al Qawaidul Arba bahwa “ketahuilah bahwa ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah kecuali dengan tauhid”.

Apakah dalam termasuk jika ada penyimpangan dalam tauhid asma wa shifat dapat digolongkan rusak dalam amal ibadah? Jazaakallah khaiiran atas jawaban dan perhatiannya.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarokatuh

Aamiin, semoga Allah juga berikan doa semisal kepada Anda dan kita semua.

Sebagaimana yang dipahami, bahwa syarat ibadah diterima bila memenuhi ikhlas dan mengikuti syariat nabi Muhammad. Ikhlas terkait dengan tauhid bagaimana seorang hamba dalam melakukan niat amal ibadah. Bila ini tidak dilakukan, maka ibadah dapat menjadi rusak, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam ayat dan hadist shahih.

Penyimpangan tauhid asma wa shifat tidaklah serta merta mempengaruhi persyaratan yang disebutkan di atas, karena tidak semua penyimpangan membatalkan persyaratan ibadah/keikhlasan atau keislaman seseorang. Sehingga harus dilihat kembali dengan penyimpangan asma wa shifat, apakah dapat mengeluarkan seseorang dalam Islam apa tidak.

Bila penyimpangan tersebut ternyata dapat mengeluarkan seseorang dari Islam maka dapat dikatakan bahwa penyimpangan dalam asma wa shifat dapat membatalkan ibadah seseorang.

Misalnya dalam pengingkaran sebagian kelompok sempalan dalam masalah asma wa shifat, selain menolak sebagian shifat Allah Ta’ala, mereka juga mengingkari sebagian nama Allah Ta’ala. Di antara dalil dalam masalah ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ

Padahal mereka kafir kepada Ar-Rahman (Dzat yang Maha Penyayang).” (QS. Ar-Ra’du: 30)

Ar-Rahmaan adalah salah satu dari nama Allah Ta’ala. Sebab turunnya ayat di atas adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menulis perjanjian damai antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di Hudaibiyyah, datanglah Suhail bin ‘Amr. Suhail berkata, “Marilah kita tulis perjanjian antara kami dan kalian.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu memanggil juru tulis beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tulislah bismillaahi ar-rahmaan ar-rahiim.”

Suhail berkata, “Adapun nama Allah Ar-Rahmaan, maka demi Allah, aku tidak mengenal siapa dia.” Mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Kami tidaklah mengenal nama Ar-Rahman, kecuali Rahmaan Al-Yamaamah.” (HR. Bukhari no. 2731, 2732, secara ringkas)

Bila penyimpangannya seperti itu, dengan mengingkari shifat dan nama Allah, maka bisa membatalkan tauhid atau keislaman seseorang.

Namun bila ternyata kesalahan dalam asma wa shifat tersebut karena jahil dan belum ditegakkan hujjah atau tidak dalam pengingkaran terhadap kaidah/prinsip Islam maka tidak sampai membatalkan keislaman seseorang, semisal para ulama dalam mentakwilkan sebagian nama dan shifat Allah.

Baca Juga:  Hukum Mengucapkan Salam Khusus Non Muslim

قال الإمام الشافعي –رحمه الله-: (لله أسماء وصفات لا يسع أحداً ردها، ومن خالف بعد ثبوت الحجة عليه، فقد كفر. وأما قبل قيام الحجة، فإنه يعذر بالجهل….

Berkata Imam syafi`i rahimahulah ta`ala,” Allah memiliki shifat shifat yang tidak selayaknya seseorang menolaknya, maka barang siapa yang menyelisihi setelah hujjah di tegakkan kepadanya maka ia telah kafir. Namun sebelum ditegakkan hujjah maka ia di berikan udzur dengan kejahilannya. …) (Fathul baari: 13/407)

وقال ابن قتيبة – رحمه الله -: (قد يغلط في بعض الصفات قوم من المسلمين، فلا يكفرون بذلك) (3).

Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata,” terkadang sebagian kaum musliman dalam sebagian shifat di dapatkan kesalahan parah maka mereka tidak dikafirkan dengan hal seperti itu.” (Fathul baari: 6/523)

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:

Bagaimanakah sikap kita terhadap beberapa ulama yang mentakwil shifat-shifat Allah, seperti: Ibnu Hajar, Imam Nawawi, Ibnul Jauzi, dan lain sebagainya.

Apakah kita tetap menganggap mereka termasuk para Imam ahlus sunnah wal jama’ah atau bagaimana? Apakah kita berkata: mereka melakukan kesalahan dengan takwil mereka, atau mereka sesat?

Mereka menjawab:

“Sikap kita terhadap Abu Bakar al Baqillani, al Baihaqi, Abu al Farj Ibnul Jauzi, Abu Zakariya an Nawawi, Ibnu Hajar dan yang serupa dengan mereka dari beberapa ulama yang mentakwil sebagian shifat-shifat Allah atau menyerahkan sepenuhnya kepada Allah tentang hakekat makna shifat-shifat tersebut.

Menurut hemat kami mereka semua termasuk para ulama kaum muslimin yang ilmunya bermanfaat bagi umat, semoga Allah merahmati mereka semua dengan rahmat yang luas dan jazahumullah khoiral jazaa’.

Mereka masih tergolong ahlus sunnah dalam masalah-masalah yang sesuai dengan para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- dan para ulama salaf pada tiga abad pertama yang mendapatkan persaksian baik dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- .

Namun mereka bersalah kerena mentakwil nash yang menjelaskan tentang shifat-shifat Allah, hal itu bertengan dengan ulama salaf dan para imam sunnah –rahimahumullah-. Baik mereka mentakwil shifat-shifat dzatiyah, ataupun shifat perbuatan atau sebagiannya.

Petunjuk yang benar hanya milik Allah. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-

(Syekh Abdul Aziz bin Baaz, Syekh Abdur Razzaq al ‘Afifi, Syekh Abdullah bin Qu’ud) (Fatawa Lajnah Daimah: 3/241).

Wallahu A’lam

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
21 Rabiul Awal 1444 H/ 17 Oktober 2022 M


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini

Akademi Shalihah Menjadi Sebaik-baik Perhiasan Dunia Ads

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button