Fiqih

Penjelasan Tentang Kaidah ‘Keyakinan Tidak Bisa Dikalahkan Oleh Keraguan’

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Penjelasan Tentang Kaidah ‘Keyakinan Tidak Bisa Dikalahkan Oleh Keraguan’

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Penjelasan Tentang Kaidah ‘Keyakinan Tidak Bisa Dikalahkan Oleh Keraguan’. selamat membaca.

Pertanyaan:

Bismillah, Semoga ustadz dan admin selalu diberkahi allah subhanahu wa ta’ala, Pada kaidah “Keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan”, misalkan wudhu lalu ragu batal maka hukum asalnya kita ada wudhu.

Apabila dalam kenyataannya sebenarnya kita benar-benar kentut dan kita benar-benar lupa sampai kita menganggap sholat kita sah saja. apa hukum dari kejadian tersebut ? apakah orang tersebut sholatnya sah dan tidak berdosa dikarenakan lupa ? syukron wa barakallahu fiik

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Bismillah

Aamiin, terimakasih atas segala doanya dan semoga Allah memngumpulkan kita dan kaum muslimin semua di dalam surgaNya.

Kaidah di atas akan tetap sah dalam penerapannya jika keraguaannya tidak dibatalkan dengan keyakinan yang datang setelahnya, dengan bukti valid atau bukti pendamping yang meyakinkan bahwa seseorang ternyata memang telah benar batal dan menjalankan shalat dalam keadaan tidak mempunyai thaharah.

Bila seperti itu yang terjadi, keraguan menjadi keyakinan akan perbuatan kentutnya maka shalat yang dilakukan tidak sah dan ia harus mengulang/mengqodho kembali shalatnya.

Namun, bila sampai saat itu keraguan masih menyelimuti dan keyakinan atas yakinnya keyakinan kita belum terbukti atau ragu maka kaidah “ “Keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan” tetap dijalankan.

Seperti contoh di atas, bila setelah shalat kemudian kita benar-benar teringat bahwa memang ternyata kita telah kentut sebelumnya atau kencing atau yang lainnya maka kita harus mengulangi shalat kita ketika kita tersadar/mengetahui perkara tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,”

من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها

“Barangsiapa yang tertidur dari melakukan shalat atau terlupa maka hendaklah ia shalat saat telah ingat” [HR. Muslim no. 1567]

sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ (4/34):

إِذَا سَلَّمَ مِنْ صَلَاتِهِ ثُمَّ تَيَقَّنَ أَنَّهُ تَرَك رَكْعَةً أَوْ رَكْعَتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، أَوْ أَنَّهُ تَرَكَ رُكُوْعًا أَوْ سُجُوْدًا أَوْ غَيْرَهُمَا مِنَ الأَرْكَانِ سِوَى النِّيَّةِ وَتَكْبِيْرَةِ الإِحْرَامِ فَإِنْ ذَكَرَ السَّهْوَ قَبْلَ طُوْلِ الفَصْلِ لَزِمَهُ البِنَاءُ عَلَى صَلَاتِهِ فَيَأْتِيْ بِالْبَاقِيْ وَيَسْجُدُ لِلسَّهْوِ، وَإِنْ ذَكَرَ بَعْدَ طُوْلِ الفَصْلِ لَزِمَهُ اسْتِئْنَافُ الصَّلَاةِ.

“apabila seseorang telah mengucapkan salam (shalatnya telah usai), kemudian ia yakin bahwa ia telah meninggalkan satu, dua, atau tiga rakaat, atau ia telah meninggalkan ruku’ atau sujud atau rukun lainnya kecuali niat dan takbiratul ihram, maka bila ingatannya segera datang, ia wajib bangun untuk menambahi apa yang telah ia lupakan dan kemudian sujud sahwi. Tapi bila ingatan itu datangnya setelah beberapa lama, maka ia harus mengulang kembali shalatnya.”

Dengan kewajiban mengulang bukan berati kemudian ada dosa dengan ke alpaan tersebut, selama tidak lalai dan meremehkan dengan perbuatannya. Berharap Allah mengampuni dosa karena lupa dan tidak sengaja. Begitu pula bila benar benar kita lupa dan kenyataannya ternyata kita kentut dan sama sekali kita tidak ingat, semoga Allah mengampuni kelupaan kita.

Sebagaimana firman Allah,

Baca Juga:  Dana Mepet, Haji Dulu atau Umroh?

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika turun firman Allah Ta’ala,

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS. Al-Baqarah: 286). Lalu Allah menjawab, aku telah mengabulkannya.” (HR. Muslim, no. 125).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku dosa ketika mereka dalam keadaan keliru, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, no. 2045. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ibnu Taimiyah berkata tentang masalah ini,

مَنْ فَعَلَ مَحْظُورًا مُخْطِئًا أَوْ نَاسِيًا لَمْ يُؤَاخِذْهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَحِينَئِذٍ يَكُونُ بِمَنْزِلَةِ مَنْ لَمْ يَفْعَلْهُ فَلَا يَكُونُ عَلَيْهِ إثْمٌ وَمَنْ لَا إثْمَ عَلَيْهِ لَمْ يَكُنْ عَاصِيًا وَلَا مُرْتَكِبًا لِمَا نُهِيَ عَنْهُ وَحِينَئِذٍ فَيَكُونُ قَدْ فَعَلَ مَا أُمِرَ بِهِ وَلَمْ يَفْعَلْ مَا نُهِيَ عَنْهُ . وَمِثْلُ هَذَا لَا يُبْطِلُ عِبَادَتَهُ إنَّمَا يُبْطِلُ الْعِبَادَاتِ إذَا لَمْ يَفْعَلْ مَا أُمِرَ بِهِ أَوْ فَعَلَ مَا حُظِرَ عَلَيْهِ

“Siapa saja yang melakukan perkara yang dilarang dalam keadaan keliru atau lupa, Allah tidak akan menyiksanya karena hal itu. Kondisinya seperti tidak pernah berbuat kesalahan tersebut sehingga ia tidak dihukumi berdosa. Jika tidak berdosa, maka tidak disebut ahli maksiat dan tidak dikatakan terjerumus dalam dosa. Jadi ia masih dicatat melakukan yang diperintah dan tidak mengerjakan yang dilarang. Semisal dengan ini tidak membatalkan ibadahnya. Ibadah itu batal jika tidak melakukan yang Allah perintahkan atau melakuakn yang dilarang.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 25:226).

Bila suatu ketika kita mendapatkan hal senada, keraguan menyelimuti, melihat kebiasaan kita sering melakukan kentut, dan mudah bagi kita untuk berwudhu maka tidak ada salahnya mengulangi wudhu untuk memantapkan apa yang kita ragukan.

Namun bila ini sering terjadi, dan rasa was-was juga sering muncul, maka kaidah di atas bisa di lakukan. semoga Allah menghilangkan keraguan dan was was dalam setiap amaliyah kita semua.

Wallahu a`lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Jum’at, 10 Sya’ban 1444H / 3 Maret 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button