Muamalah

Pembayaran Suatu Pekerjaan Yang Belum Jelas, Termasuk Gharar?

Pendaftaran Mahad Bimbingan Islam

Pembayaran Suatu Pekerjaan Yang Belum Jelas, Termasuk Gharar?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Pembayaran Suatu Pekerjaan Yang Belum Jelas, Termasuk Gharar?selamat membaca.

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ustadz, semoga ustadz dan seluruh pengajar serta tim yang terlibat dalam kegiatan BIAS selalu mendapatkan kebaikan dan lindungan Allah.

Saya mau bertanya bagaimana hukum seseorang meminta bantuan kita untuk membantu pekerjaannya untuk suatu proyek namun tidak jelas bayarannya, karena disesuaikan dengan keuntungan yg didapat. Apakah uang yang diterima adalah gharar sehingga hukumnya haram digunakan?

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

Waalaikumsalamwarahmatullah wabarokatuh

Aamiin, dan semoga Allah juga selalu memberikan kepada anda dan kita semua kebahagian di dunia dan di akhirat.

Pada pertanyaan terkait kegiatan pembayaran yang belum jelas imbalan yang didapatkan dari suatu pekerjaan yang dibebankan maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yang pertama bahwa perbuatan ini bisa dikategorikan kepada akad musyarakah/ syirkah atau yang kedua bahwa kegiatan tersebut bisa dimasukkan ke dalam akad ijarah dengan sewa menyewa jasa atau manfaat yang diberikan. Namun keduanya tetap harus ada kejelasan fee yang akan didapatkan.

Bila yang dimaksudkan pada kegiatan diatas adalah akad syirkah ( syirkah abdan) maka hal ini diperbolehkan bila tidak ada pelanggaran yang dilakukan.

Diantaranya harus ada kejelasan pembagian hasil atau prosentase keuntungan yang disepakati bersama. Bahkan bila ada kerugian bisa ditanggung bersama oleh orang orang yang berada di dalam team kerja tersebut.

Sebagaimana dalam riwayat Abu Ubaidah Ibnu Abdillah, dari ayahnya Abdullah bin Mas”ud diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Saya dan Sa’ad serta Ammar melakukan kerja sama pada hari Badar. Namun saya dan Ammar tidak memperoleh apa-apa, sementara Sa’ad mem-peroleh dua orang tawanan.”

Nabi pun membenarkan apa yang mereka lakukan. Imam Ahmad berkata, “Nabi sendiri yang mengesahkan kerja sama/ syirkah yang mereka lakukan. ”

Dalam kitab Fathul Wahab, terbitan Daru al-Fikr: 1/255, Syeikh Zakaria Al-Anshory mendefinisikan syirkah abdan sebagai berikut:

شركة أبدان بأن يشتركا أي اثنان ليكون بينهما كسبهما ببدنهما متساويا كان أو متفاوتا مع اتفاق الحرفة كخياطين أو اختلافهما كخياط ورفاء

“Syirkah abdan adalah bilamana terdapat dua pihak yang saling bersekutu untuk menjalankan roda usaha, baik dengan jalan pembagian yang sama atau berbeda dari segi profesi fisiknya, beserta kesesuaian hirfah (job deskripsi). Contoh: kerja sama antara dua orang yang berprofesi sama-sama penjahit, atau kerja sama antara dua pihak dengan profesi yang berbeda, seperti: antara penjahit dengan tukang pintal.” (Syeikh Zakaria Al-Anshory, Fathul Wahab, Penerbit: Daru al-Fikr: 1/255).

Namun juga harus diperhatikan dalam syirkah abdan ini bahwa ia memiliki rukun yang harus dijalankan di awal antara lain:

1. Keberadaan dua orang atau lebih yang berakad

2. Jenis Usaha dan pembagian kerja yang jelas

3. Kesepakatan pembagian keuntungan dan kerugian dari hasil kerja sama tersebut.

Bila tidak dipenuhi maka akad tersebut menjadi cacat dan tidak sah.

Apakah nantinya bila tetap diberikan uang keuntungan dari suatu pekerjaan yang didapatkan cacat dari akad yang terlanjur dilakukan boleh salah satu pihak menerimanya?

Hukumnya boleh menerima pemberian tersebut bila dianggap sebagai pemberian biasa dan bukan dari hasil kerjasama syirkah karena rukun dari kerjasama tersebut tidak dipenuhi.

Baca Juga:  Hukum Jabat Tangan Dengan Lawan Jenis Dalam Islam

Bila hubungan kerjasama usaha tidak terjadi maka secara otomatis pula di dalamnya tidak ada tuntutan dengan hak dan kewajiban dari kedua pihak karena dasar dari akad yang ada tidak dijalankan dengan benar.

Inipun pada dasarnya bermasalah karena ternyata ada pihak pihak tertentu yang bakal akan menuntut dengan apa yang telah dikerjakannya.

Karenanya menjadi keharusan masing masing pihak hendaknya memperjelas akad transaksi yang di lakukan, baik secara lisan, tulisan atau urf/kebiasaan yang masing masing pihak telah mengetahui dengan hak dan kewajiban yang akan didapat atau dilakukan.

Begitupula bila gambaran akad diatas akan ditarik pada jenis akad sewa menyewa inipun juga harus ada kejelasan dengan bentuk penugasan dan upah yang didapatkan, karena bila tidak ada kejelasan maka hal ini akan berakibat dapat menzalimi salah satu pihak .

Sebagaimana firman Allah ta`ala,

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ

“Jika mereka telah menyusukan anakmu maka berilah upah mereka”. (Q.S. Ath-Thalaq 65 : 6)

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik”. (Q.S. Al-Qashash 28 : 26)

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada orang yang membekamnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang meminta menjadi buruh (pekerja), beritahukanlah upahnya”. (HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah)

Maka tetaplahlah harus ada kejelasan dalam bekerja dan menjalin hubungan kerjasama di dalam suatu usaha, sehingga tidak ada kedzaliman dan aturan yang dilanggar.

Untuk upah yang diharapkan dari pekerjaan yang didapatkan pelanggaran sisi syariat diantara solusinya adalah memperbaiki /memperbarui akad nya dan bila itu telah terjadi maka ia hanya bisa berharap dari pemberian orang yang telah mengajak bekerja dengannya tanpa bisa banyak menuntut hasil dari usaha yang dianggap kerjasama atau pihak yang menyewa jasanya karena dasar pekerjaannya tidak ada.

Wallahu A’lam

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Selasa, 25 Jumadil Akhir 1444H / 17 Januari 2023 M 


Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button