
Pahala Bacaan Tahlil Dan Hakikat Pengamalannya
Para pembaca Bimbinganislam.com yang semoga selalu Allah berikan keberkahan berikut kami sajikan pembahasan tentang pahala bacaan tahlil dan hakikat pengamalannya, selamat membaca.
Pengertian Bacaan Tahlil
Bacaan Tahlil adalah ucapan لا إله إلا الله .
Maka barang siapa yang meragukan kalimat ini dan bahkan melarang mengucapkannya maka tidak diragukan lagi akan kekafirannya. Karena kalimat ini “Laa Ilaha Illallah,” adalah kalimat tauhid itu sendiri, yang mana keislaman seseorang ketika diikrarkan harus melalui ucapan ini dahulu sebagai awal bukti nyata amalan zhahir.
Ajaran Islam yang mulia ini juga memerintahkan penganutnya untuk mengilmui, mempelajari kandungan makna kalimat Tauhid ini, Allah Ta’ala berfirman;
ﻓَﺎﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ
“Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah…”
(QS. Muhammad: 19)
Allah Ta’ala juga berfirman,
ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﺷَﻬِﺪَ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
“Melainkan mereka yang mengakui kebenaran, sedang mereka orang-orang yang mengetahui (mengilmui).”
(QS. Az-Zukhruf: 86)
Setelah kita mempelajari dengan benar makna kalimat لا إله إلا الله, kita berusaha mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan mendakwahkan konsekuensi dari kalimat ini.
Salah Paham akan Tahlil
Adapun ucapan sebagian orang di negeri kita ini bahwa ‘Tahlil’ itu adalah sebuah amalan dengan berkumpulnya manusia di rumah sang mayit kemudian diselingi acara makan bersama disertai ritual mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah Ta’ala, maka berdasarkan ajaran islam yang lurus, hal ini terlarang karena beberapa point berikut :
1. Berkumpul di rumah mayit sebagai peringatan kematian adalah Niyahah (meratapi mayit)
Niyahah beda dengan Ta’ziyah (berbela sungkawa), kerena Ta’ziyah disyariatkan sedangkan Niyahah terlarang.
Dari sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ
“Kami menilai berkumpulnya banyak orang di rumah keluarga mayit, dan membuatkan makanan (untuk peserta tahlilan), setelah jenazah dimakamkan adalah bagian dari niyahah (meratapi mayit).”
(Hadits shahih. HR. Ahmad, no. 6905 dan Ibnu Majah, no. 1612)
Pernyataan ini disampaikan oleh sahabat Jarir radhiallahu ‘anhu, beliau mengisahkan keadaan di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa mereka (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum) sepakat, acara berkumpul dan makan-makan di rumah duka setelah pemakaman termasuk meratapi mayat.
Artinya, mereka sepakat untuk menyatakan haramnya praktik tersebut. Karena, niyahah (meratap) termasuk hal yang dilarang.
2. Tidak tenggang rasa kepada keluarga mayyit
Banyak yang tidak berpikir atau enggan mau tahu bahwa acara berkumpul dan makan bersama di keluarga mayit adalah hal yang merepotkan dan memberatkan mereka.
Yang lebih menyedihkan lagi bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu harus terbebani dengan biaya pengeluaran semacam ini untuk bilangan hari tertentu bahkan bisa bertahun-tahun dan berulang lagi untuk tahun berikutnya, khususnya jika keluarga mayit ini dari orang terpandang dan ditokohkan.
Perhatikanlah arahan Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatanya berkenaan dengan keluarga mayit!
Beliau menyampaikan;
اِصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ
“Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukan mereka.”
(Hadits shahih. HR. Abu Dawud, no. 3132)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ
“Dan aku menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi keluarga mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat.
Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami dan sesudah kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja’far maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka”
(lihat Kitab Al-Umm 1/278).
Menjadi jelaslah perkaranya bahwa yang diingkari adalah amalan khusus untuk mayit ini dan tata cara peringatan kematiannya dan bukan bacaan Tahlil di dalam acara tersebut. Dan untuk acara semisal ini adalah kesalahan karena beberapa alasan, antara lain :
1. Acara ‘Tahlilan’ merupakan bentuk ibadah yang tidak dituntunkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Adapun Berkumpul di rumah orang yang kena musibah kematian dan apalagi disertai dengan penghidangan makanan dari tuan rumah setelah penguburan disebut acara ‘Tahlilan’ adalah sebuah kekeliruan bahkan bisa sampai derajat kemungkaran karena lebih dekat ke perayaan niyahah (meratap) yang dilarang oleh agama.
2. Jamuan yang diberikan tuan rumah kepada tetamu bertentangan dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan para tetangga untuk memberi makan kepada keluarga mayit, bukan keluarga mayit yang menghidangkan makanan kepada tetangga atau tamu.
3. Bertentangan dengan akal.
Karena orang yang sedang didera kesedihan dengan sebab kematian anggota keluarganya sepantasnya dihibur. Bukan ditambahi beban dengan menghidangkan jamuan buat para tamu, baik tetangga maupun kerabat atau dengan membayar orang yang membacakan al-Qur’an, ceramah, tahlil atau doa.
4. Mengadakan perayaan untuk kematian dengan bilangan tertentu, seperti perayaan pada hari ketiga, ketujuh, dan seterusnya adalah kebiasaan yang berasal dari ajaran agama Hindu.
Oleh karena itu, selayaknya kaum muslimin meninggalkannya.
Cara Mendoakan Mayit Sesuai Ajaran Nabi
Pertanyaan besar, Adakah solusi untuk mengganti acara peringatan kematian ini yang tujuan utamanya adalah mendoakan si Mayyit??
Jawabannya Ada.
Cara mendoakan mayit yang tidak bertentangan dengan syariat bisa dengan berbagai cara, seperti mendo’akan dan memohonkan ampunan ketika mendengar berita atau mengetahui kematian seorang muslim, ketika saat shalat jenazah, ketika ziarah kubur.
Serta terus mendoakan dan memohonkan ampunan (dikhususkan dan lebih utama anak yang sholeh dari si mayyit) di setiap ada waktu dan kesempatan, dan boleh juga bagi kaum muslimin secara umum (mendoakan) dengan tanpa menentukan waktu, tempat dan tata-cara khusus yang tidak diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul Nya.
Wallahu Jalla Wa ‘Ala A’lam.
Cara Membaca ‘Tahlil’
Tidak ada dalil khusus tentang tata cara spesifik membaca kalimat لا إله إلا الله.
Maka kembali ke hukum asal bahwa membaca kalimat ini dengan zikir amalan lisan sebanyak-banyaknya tak terikat oleh waktu dan tempat (kecuali tempat kotor : wc dan sebagainya) dan yang lebih utama dari itu semua yaitu beramal dengan amalan yang tidak bertentangan kalimat Tauhid ini.
Bacaan Tahlil Tidak Cukup Di Lisan
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata :
“Syahadat dengan lisan saja tidak cukup. Buktinya adalah kaum munafik juga mempersaksikan keesaan Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi mereka hanya bersaksi dengan lisan mereka. Mereka mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka yakini di dalam hati mereka. Oleh sebab itu ucapan itu tidak bermanfaat bagi mereka…”
(lihat Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hal. 23).
Kalimat لا إله إلا الله tidak cukup hanya diucapkan, tanpa ada keyakinan dan pelaksanaan terhadap kandungan dan konsekuensinya.
Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik (yang artinya),
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di dalam kerak paling bawah dari neraka Jahannam, dan kamu tidak akan mendapati penolong bagi mereka.”
(QS. An-Nisaa’: 145)
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apabila datang kepadamu orang-orang munafik seraya mengatakan: Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah. Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar utusan-Nya. Dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. Al-Munafiqun: 1)
Oleh sebab itu para ulama menerangkan bahwa untuk mewujudkan kalimat لا إله إلا الله di dalam kehidupan kita, harus terpenuhi hal-hal sebagai berikut:
Mengucapkannya, mengetahui maknanya, meyakini kandungannya, mengamalkan kandungan dan konsekuensinya :
yaitu beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain-Nya, serta membela orang yang menegakkan tauhid dan memusuhi orang-orang yang menyimpang dan menentangnya.
(lihat pembahasan Syarh Tafsir Kalimat at-Tauhid, hal. 11 dan 16)
Ganjaran Pahala Bacaan Tahlil
Banyak sekali dalil petunjuk yang menjelaskan tentang besarnya pahala dan keutamaan kalimat bacaan Tahlil ini, di antaranya;
1. Terbebas dari Neraka dan Tiket masuk Surga
Suatu hari Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wasallam mendengar muadzin mengucapkan ’Asyhadu alla ilaha illallah’. Lalu beliau menimpali sembari mengatakan pada apa yang diucapkan muadzin tadi,
خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ
”Engkau terbebas dari neraka.”
(HR. Muslim, no. 873)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir perkataannya (sebelum meninggal dunia) adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga”
(HR. Abu Daud. Dihukumi sebagai hadits shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashabih, no. 1621).
2. Dzikir Yang Terutama (paling baik)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang salah satu pahala bacaan tahlil ini,
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaha illallah’.”
(HR. Tirmidzi, no. 3383. Dihukumi sebagai hadits hasan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih Tirmidzi, serta tahqiq beliau terhadap Kalimatul Ikhlas, Hal. 62)
3. Termasuk Kunci Semua Pintu Surga
Dari Sahabat yang mulia ‘Ubadah bin Shamit radhiallahu ’anhu, menuturkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ
“Barangsiapa mengucapkan ’saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya
Dan (bersaksi) bahwa ’Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta Ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya,
Maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana saja yang dia kehendaki.” (Hadits Shahih. HR. Muslim, no. 149).
Semoga Allah Ta’ala memberikan ilmu yang bermanfaat dan taufik terhadap pemahaman agama yang lurus ini serta Allah mudahkan kita mendapat pahala yang besar dari tahlil ini.
Wallahu Ta’ala A’lam Bis Shawaab.
Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
Ustadz Fadly Gugul حفظه الله
Beliau adalah Alumni STDI Imam Syafi’i Jember (ilmu hadits), Dewan konsultasi Bimbingan Islam
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Fadly Gugul حفظه الله تعالى klik disini