Adab & AkhlakKeluargaKonsultasiNikah

Melakukan Onani Karena Terhalang Bertemu Istri Ketika Pandemi?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Melakukan Onani Karena Terhalang Bertemu Istri Ketika Pandemi?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang mencintai Allah ta’ala berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum melakukan onani karens terhalang bertemu istri ketika pandemi.
selamat membaca.


Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Ustadz, mau tanya terkait kondisi saat ini, ada beberapa dari saudara-saudara kita di luar sana yang akhirnya harus berpisah bebebrapa waktu dengan istri/suami karena kondisi karantina/isolasi disebabkan terkonfirmasi covid19.

Terkait istimna/onani (maaf), apa hukum onani ketika seorang yang sudah berkeluarga terhalang dengan kondisi terpapar covid ini (harus karantina/isolasi)?

(Disampaikan oleh Fulan, Sahabat Bimbingan Islam – BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

 

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Melakukan onani, hukumnya haram, dengan berbagai cara dan bentuk yang dilakukan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, sebagaimana disebutkan dalam fatwa islamweb dari kementrian waqaf Qatar dan juga Darul ifta kerajaan Yordania, sebagaimana dalam link berikut:

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/99923/حكم-الاستمناء-لمن-استحكمت-الشهوة-منه
https://aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=246#.YBJak14zZ-w

Landasan Dalil

1. Firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ .فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

“Mereka ( orang-orang yang beruntung ) adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka . Kecuali kepada pasangan atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa mencari di balik itu, maka merekalah orang-orang yang melampaui batas”. (al-Mu’minun: 5-7).

Sisi pendalilan: Pada ayat di atas, Allah membatasi bolehnya bersenang-senang syahwat hanya kepada istri atau budak hamba sahaya yang dimiliki, dan bentuk berlezat-lezat syahwat kepada yang lain adalah haram dan tercela. Bahkan Allah menamai orang yang mencari kesenangan syahwat pada selain istri dan budak hamba sahaya sebagai orang yang melampaui batas.

2. Dalil kedua adalah hadist yang dibawakan oleh Ustman bin ‘Affan radiyallahu ‘anhu bahwa Rasul bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah mempunyai kemampuan fisik untuk berhubungan biologis, maka hendaklah segera menikah, bagi yang belum mampu menikah hendaklah berpuasa, sejatinya berpuasa bisa menjadi tameng baginya”. (HR. Bukhari).

Sisi pendalilan dari hadist ini: bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi pemuda yang sudah mampu untuk menikah agar segera menikah, jika belum mampu dituntun untuk berpuasa sebagai opsinya, dengan puasa bisa menjadi pelindung baginya agar tidak masuk kepada perkara haram, jikalau onani adalah opsi, harusnya Nabi menjelaskan hal tersebut, tidak adanya penjelasan bahwa onani sebagai pilihan, ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan.

3. Sisi argumen yang lain tidak bolehnya onani, adalah keterangan yang dibawakan oleh para dokter dan praktisi kesehatan

Bahwa perbuatan onani ini, selain mempengaruhi psikologi pelakunya, juga berdampak pada kesehatannya, bahkan bisa melemahkan kemampuan seksualnya ketika berhubungan dengan sang istri, bahkan bisa juga mengantarkan pada kemandulan dan dampak buruk lainnya.

Bagaimana Solusinya?

Adapun kondisi orang yang sementara terpisah dari istrinya karena isolasi mandiri corona, insyaAllah masih bisa ditahan dan diminimalisir potensi syahwatnya dengan sementara waktu melakukan puasa, menghindari penggunaan gadget berlebih dan jangan bermain media sosial yang penuh gambar perempuan yang tidak berhijab, juga sementara mengurangi interaksi dengan wanita-wanita non-mahram di lingkungan luar, karena isolasi dengan istri juga tidak akan lama selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, hanya 2 pekan atau 14 hari, insyaAllah masih bisa dikendalikan, semoga Allah menjaga kita dari perkara yang haram.

wallahu a’lam.

Dijawab oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Selasa, 19 Jumadil Akhir 1442 H/ 2 Februari 2021 M


Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Beliau adalah Alumnus S1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله 
klik disini

 

Ustadz Setiawan Tugiyono, B.A., M.HI

Beliau adalah Alumni D2 Mahad Aly bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bahasa Arab 2010 - 2012 , S1 LIPIA Jakarta Syariah 2012 - 2017, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2018 - 2020 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah, Dauroh Masyayikh Ummul Quro Mekkah di PP Riyadush-shalihin Banten, Daurah Syaikh Ali Hasan Al-Halaby, Syaikh Musa Alu Nasr, Syaikh Ziyad, Dauroh-dauroh lain dengan beberapa masyayikh yaman dll | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Belajar bersama dengan kawan-kawan di kampuz jalanan Bantul

Related Articles

Back to top button