Nasehat Buat Yang Ingin Berpoligami

Nasehat Buat Yang Ingin Berpoligami
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Nasehat Buat Yang Ingin Berpoligami. selamat membaca.
Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Afwan ustadz, ana mohon nasihatnya. InsyaAllah ana hendak jd istri ke 2.
Ditanyakan oleh Sahabat AISHAH (Akademi Shalihah)
Jawaban:
Wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokaatuh
Sejatinya poligami bukanlah ibadah semua orang atau sembarang orang. Perlu persiapan ilmu, kematangan mental, keridhoan terhadap Taqdir, dan tentu saja yang utama yakni pertolongan Allah.
Untuk mewujudkan rumah tangga poligami yang sukses bukan hanya dilihat dari sudut pandang istri keduanya saja, sehingga yang perlu persiapan hanya istri keduanya saja… Tidak!
Semua perlu persiapan, baik suami, istri pertama, juga istri kedua.
Apa persiapannya?
Bagi suami, adil adalah hal yang utama. Tapi bagaimana agar bisa adil?
Kesholihan dan tidak baperan.
Selain berilmu yang bisa menjadi sandarannya untuk bersikap adil, suami yang hendak poligami juga tidak boleh mudah luluh dengan rengekan atau tangisan istri, apalagi jika bisa meniadakan keadilan yang telah diketahuinya.
Jika anda ternyata masih baperan jangan berharap bisa mewujudkan adil dalam rumah tangga poligami, apalagi ketentraman dan kedamaian didalamnya.
Bagi istri pertama, sabar adalah hal yang utama. Jika belum bisa menjadikan sabar sebagai sikap dafault anda, yakni sabar untuk terus berbagi dalam banyak hal yang berkaitan dengan suami, hendaklah jangan memaksakan diri untuk poligami.
Berkaitan dengan sabar, Allah telah menyiapkan pahala yang tak berujung, pahala tanpa batas
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah, yang akan dicukupkan pahala tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10)
Adapun bagi istri kedua, mengalah adalah hal yang utama. Mengalah bahwa suami anda sangat mungkin memberi perhatian besar kepada istri pertama karena kebersamaan yang telah mereka lalui, mengalah bahwa istri pertama telah berbesar hati menerima anda untuk turut serta berada disamping suami, dll.
Jika belum bisa menjadikan sikap mengalah sebagai default anda, hendaklah jangan memaksakan diri untuk poligami.
Jangan lupa pula untuk banyak bersyukur ketika Allah telah memberikan anda suami sebagai tempat untuk meraih surga, mengingat banyaknya wanita yang ingin bisa mendapatkan surga lewat pernikahan. Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا ينظرُ اللَّهُ إلى امرأةٍ لا تشكُرُ لزوجِها وَهيَ لا تستَغني عنهُ
“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan ia tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya” [HR Nasa’i 9086, Shahihu At-Targhib 1944]
Maksudnya Allah akan memurkai wanita yang tidak bersyukur pada suaminya, Imam Ath-Thobari rahimahullah menjelaskan hadits ini
ولا ينظر إليهم، يقول: ولا يعطف عليهم بخير، مقتًا من الله لهم
“Allah tidak melihat mereka] maksudnya Allah tidak memberikan kasih sayang berupa kebaikan kepada mereka, dan mereka mendapat murka dari Allah” (Tafsir Ath Thabari, 6/528)
Terakhir, jangan sampai ketika menjadi istri kedua (disaat suami sudah mapan) yang notabene nya tidak ikut membersamainya dari awal karir atau usahanya justru melahirkan sikap tamak dan ingin memiliki sendiri.
Ingatlah bahwa dosa Takhbib adalah salah satu dosa besar yang sangat dikecam oleh syariat. Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺒَّﺐَ ﺍﻣﺮَﺃَﺓً ﻋَﻠَﻰ ﺯَﻭﺟِﻬَﺎ
”Bukan bagian dari kami, Orang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya” [HR Abu Daud 2175]
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah bahwa termasuk makna takhbib disini adalah memprovokasi untuk minta cerai atau menyebabkan perceraian (memprovokasi secara tidak langsung)
ﻣَﻦْ ﺃَﻓْﺴَﺪَ ﺯَﻭْﺟَﺔَ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﺃَﻱْ : ﺃَﻏْﺮَﺍﻫَﺎ ﺑِﻄَﻠَﺐِ ﺍﻟﻄَّﻼَﻕِ ﺃَﻭِ ﺍﻟﺘَّﺴَﺒُّﺐِ ﻓِﻴﻪِ ، ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺗَﻰ ﺑَﺎﺑًﺎ ﻋَﻈِﻴﻤًﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﻜَﺒَﺎﺋِﺮِ
“Maksud merusak istri orang lain (takhbib) adalah memprovokasi untuk meminta cerai atau menyebabkannya cerai, maka ia telah melalukan dosa yang sangat besar” (Mausu’ah Fiqhiyyah 5/291)
Wallahu A’lam
Semoga Allah memperbaiki urusan kita semua, Aamiin.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Kamis, 9 Syaban 1444H / 2 Maret 2023 M
Ustadz Marwan Hadidi, M.Pd.I حفظه الله
Beliau adalah Alumni STAI Siliwangi Bandung & Pascasarjana di Universitas Islam Jakarta jurusan PAI.
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mardan Hadidi, M.PD.I حفظه الله klik disini