Mu'aamalatul Hukkam

Mu’aamaltul Hukkaam (5)

Kaidah Yang Berkaitan Dengan Masalah Ke-imamahan (kepemimpinan)

Kaidah Kedua : “Barangsiapa mengalahkan penguasa sebelumnya, kemudian ia memegang tampuk kekuasaan, maka ia adalah penguasa sah yang wajib ditaati serta haram menentangnya maupun bermaksiat kepadanya”.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata di dalam kitab aqidah yang diriwayatkan oleh Abdus bin Malik Al-Athor :

من غلب عليهم يعني: الولاةبالسيف حتى صار خليفة، وسمي أمير المؤمنين، فلا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يبيت ولا يراه إماماً، براً كان أو فاجراً

“…Dan barangsiapa yang mengalahkan mereka – yaitu pemimpin negara sebelumnya – dengan pedang hingga menjadi khalifah dan digelari Amirul Mukminin, maka tidak boleh bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir bermalam dengan masih beranggapan tidak ada imam (untuk dibai’at), baik imam tersebut seorang yang baik ataupun jahat.”

(Al-Ahkam As-Sulthaniyyah oleh Abu Ya’la hal. 23. Lihat aqidah beliau ini secara lebih lengkap dalam Thabaqat Al-Hanabilah oleh Ibnu Abi Ya’la : 1/241-246).

Al-Imam Ahmad berdalil dengan riwayat dari Ibnu ‘Umar radliyallahu anhuma, bahwasannya ia berkata :

وأصلي وراء من غلب

“ … Dan aku shalat di belakang orang yang menang (dalam perebutan kekuasaan).”

(Al-Qadhi menyebutkannya dalam Al Ahkam As-Sulthaniyyah hal. 23, dari riwayat Abul Harits, dari Ahmad).
Dan dalam Shahih Bukhari, Kitabul Ahkam, Bab Kaifa Yubayi’ul Imaman Naasu (Bagaimana manusia membaiat penguasa); dari ‘Abdullah bin Diinar, ia berkata :

Random Ad Display

Aku pernah menyaksikan Ibnu ‘Umar saat manusia berkumpul membaiat ‘Abdul-Malik. Ia berkata :

كتب: أني أقر بالسمع والطاعة لعبد الله عبد الملك أمير المؤمنين، على سنة الله وسنة رسوله ما استطعت، وان بني قد أقروا بمثل ذلك

“Ia berwasiat : Sesungguhnya aku menyatakan akan mendengar dan taat kepada hamba Allah yang bernama ‘Abdul-Malik, amiirul-mukminiin, berdasarkan sunnah Allah dan sunnah Rasul-Nya sesuai dengan kesanggupanku. Dan sesungguhnya anak-anakku juga menyatakan hal yang semisal dengan itu”.

Maksud perkataan ‘Abdullah bin Dinar : “saat manusia berkumpul membaiat Abdul Malik” ; yaitu Ibnu Marwan bin Al Hakam.

Dan yang dimaksud dengan berkumpul (al-ijtima’) adalah berkumpulnya kalimat, karena sebelum itu terjadi perpecahan, yaitu menjadi dua wilayah kekuasaan. Setiap wilayah mendakwakan diri sebagai khilafah yang sah. Mereka itu adalah Abdul Malik bin Marwan dan Abdullah bin Az Zubair radhiyallahu ‘anhu.

Ibnu ‘Umar pada waktu itu melarang berbaiat kepada Ibnuz Zubair ataupun Abdul Malik. Namun ketika Abdul Malik memenangkan pertempuran dan memegang kendali kekuasaan, Ibnu Umar pun berbaiat kepadanya.

(Fathul Bari : 13/94).

Inilah yang dilakukan Ibnu Umar radhiyallahu anhu dalam berbaiat kepada penguasa baru yang memenangkan pertempuran dan berhasil menduduki tampuk kekuasaan. Aqidah inilah yang dipegang oleh para imam. Bahkan para fuqaha’ berijma’ atas hal ini, dari Harmalah, ia berkata :

سمعت الشافعي يقول : كل من غلب على الخلافة بالسيف حتى يسمي خليفة، ويجمع الناس عليه، فهو خليفة

“Aku mendengar Asy-Syafi’i berkata : ‘Setiap orang yang berhasil merebut kekhilafahan dengan pedang, yang kemudian ia digelari dengan khalifah setelahnya, dan manusia bersepakat atasnya, maka ia adalah khalifah yang sah.”

(Manaqib Asy-Syafi’I : 1/448).

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu ta’ala telah mengatakan adanya kesepakatan (ijma’) terhadap perkara ini, beliau berkata :

وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه، وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء، وتسكين الدهماء

“Para fuqahaa’ telah bersepakat tentang wajibnya taat kepada sulthaan yang menang (saat merebut kekuasaan) dan berjihad bersamanya. Dan bahwasannya ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak kepadanya, karena hal itu dapat melindungi darah dan menenangkan rakyat jelata.”

(Fathul Bari : 13/8).

NB : Syaikh Prof DR. Ibrahim bin Amir bin Ali Ar-Ruhaili -semoga Allah senantiasa menjaga beliau- pada Daurah Syar’iyyah beberapa hari lalu di solo menyatakan bahwa penguasa yang memenangkan ajang perebutan kekuasaan melalui pemilu. Kemudian berhasil menduduku tampuk kekuasaan, maka ia termasuk ke dalam jenis ini.

Menempuh cara haram (baik dengan memberontak, atau melalui demo, atau melalui pemilu dan cara-cara haram lainnya) untuk merebut kekuasaan dan berhasil. Ia adalah penguasa yang sah dan wajib ditaati, inilah ijma’/kesepakatan para ulama’ ahlis sunnah sebagaimana telah berlalu penjelasan di atas. Wallahu a’lam

Related Articles

Back to top button
https://socialbarandgrill-il.com/ situs togel dentoto https://dentoto.cc/ https://dentoto.vip/ https://dentoto.live/ https://dentoto.link/ situs toto toto 4d dentoto https://vlfpr.org/ http://jeniferseo.my.id/ https://seomex.org/ omtogel https://omtogel.site/ personal-statements.biz https://www.simt.com.mk/ https://www.aparanza.it/ https://vivigrumes.it/ https://interpolymech.com/ https://frusabor.com/ https://www.aparanza.it/ https://www.ibcmlbd.com/ https://www.newdayauctions.com/ https://sikd.madiunkota.go.id/style/scatterhitam/