Adab & AkhlakArtikel

Merantaulah…

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Merantaulah…

Safar, merantau, adalah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk merealisasikan satu tujuan tertentu. Bisa saja seseorang safar untuk tujuan study, bisnis, menyambung hubungan kekeluargaan, atau hanya sekedar menghibur diri berlepas dari kepenatan kesibukan kerja.

Safar, merantau, termasuk kegiatan penting yang sudah digeluti oleh manusia semenjak keberadaan mereka di muka bumi ini. Bahkan kalau kita lihat, safar dan bepergian telah dipraktekkan oleh orang-orang terdahulu, dengan banyak motivasi dan tujuan sebagaimana yang disebutkan di atas.

Kita ambil contoh nabi Musa alaihissalam misalnya, beliau melakukan safar yang sangat panjang dengan tujuan menuntut ilmu kepada Khidr alaihissalaam, Allah menyebutkan sedikit kisah Musa dalam al-Quran:

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَآ أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِىَ حُقُبًا

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”.
(QS Al-Kahf: 60)

Dalam kitab al-Tafsir al-Muyassar dikatakan:

واذكر حين قال موسى لخادمه يوشع بن نون: لا أزال أتابع السير حتى أصل إلى ملتقى البحرين، أو أسير زمنًا طويلا حتى أصل إلى العبد الصالح؛ لأتعلم منه ما ليس عندي من العلم

“Dan ingatlah ketika musa berkata kepada pelayannya, Yusya’ bin Nun, ”aku akan tetap meneruskan perjalananku hingga aku sampai pada tempat pertemuan dua lautan. atau aku akan terus berjalan dalam waktu yang lama hingga berjumpa dengan orang yang shalih (Khidr) itu untuk aku timba darinya ilmu yang tidak aku miliki”.
(Al-Tafsir al-Muyassar hal:300)

Dalam sampel yang lain terkadang orang melakukan perjalanan jauh dengan tujuan untuk berbisnis, dagang, untuk memenuhi kehidupan hidupnya, seperti kebiasaan orang Qurays yang melakukan perjalanan dagang yang panjang di kala syita (musim dingin) dan di kala soif (musim panas), kisah ini Allah abadikan dalam al-Quran:

لِاِيۡلٰفِ قُرَيۡشٍۙ*اٖلٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ الشِّتَآءِ وَالصَّيۡفِ‌ۚ

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas”.
(QS Al-Quroys: 1-2)

Al-Syaikh Abdurrahman ibn Nashir al-Sa’dy mengatakan dalam tafsir beliau:

رحلتهم في الشتاء لليمن، والصيف للشام، لأجل التجارة والمكاسب

“Rihlah/perjalanan mereka (orang-orang Quroys) di musim dingin menuju yaman, dan di musim panas menuju syam bertujuan untuk berniaga dan mencari penghasilan”.
(Taisiru al-Karimi al-Rahman juz:1 hal: 935)

Begitulah beberapa contoh ringkas kebiasaan orang terdahulu untuk bersafar, ada yang berniat untuk belajar, ada yang bertujuan untuk berbisnis, dan tentunya ada landasan yang lain untuk bersafar.

Adapun manfaat khusus seorang bersafar dan merantau, dijelaskan secara tersendiri oleh Imam al-Syafii dalam syairnya:

تغرب عن الأوطان في طلب العلا # وسافر ففي السفار خمس فوائد

تَفَرُّجُ هم واكتساب معيشة # وعلم وآداب وصحبة ماجد

“Pergilah dari kampung halaman untuk mencari kemuliaan # merantaulah! Karena merantau memiliki 5 faidah”.
“1.Hilangnya kegalauan, 2.mendapat pekerjaan untuk biaya hidup # 3.mereguk ilmu pengetahuan, 4.belajar tata karma dan 5.memperoleh banyak sahabat”.
(Diwan al-Imam al-Syafii 41)

5 faidah yang didapatkan oleh orang yang merantau menurut al-Imam al-Syafii kurang lebih maksudnya demikian:

1.Menghilangkan kegalauan
Kenapa galau? Karena orang yang menetap di satu tempat saja, tidak melakukan bepergian, lama kelamaan ia akan merasa futur dan diliputi kebosanan, tak ada tantangan hidup, yang dihadapi itu-itu saja tanpa ada variasi, ini keadaan yang didapati oleh orang-orang yang stay di satu tempat saja. Jika ia berani untuk merantau, safar, maka lingkungan yang ia hadapi akan berubah, pemandangan akan berganti, maka ketika itu mulai hilanglah kegalauan dan kebosanan hidupnya.

2.Safar untuk mencari penghidupan
Seseorang yang merasa rezekinya sempit di suatu daerah, dianjurkan baginya untuk merantau di tempat lain untuk mencari rezeki, Allah berfirman:

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya”.
(Al-Mulk: 15)

Betapa banyak contoh orang yang rezekinya sempit di daerah tertentu, kemudian ia memberanikan diri untuk merantau, kemudian Allah bukakan banyak pintu rezeki di tempat lain.

3.Untuk mencari ilmu
Para pendahulu kita yang solih dari kalangan para Nabi dan orang-orang solih yang kita teladani, mereka melakukan perantauan untuk menuntut ilmu, bahkan terkadang menempuh perjalanan yang sangat-sangat jauh hanya untuk mendengar satu hadist saja, seperti perjalanan Musa ketika ingin bertemu Khidr alaihimassalaam untuk belajar, Imam al-Syafii yang melakukan perjalanan dari Makkah ke Madinah, ke Yaman, kemudian ke Iraq, sampai kemudian ke Mesir, atau ulama-ulama yang lain seperti al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya, kisah-kisah mereka banyak termaktub dalam karangan-karangan ulama baik yang klasik maupun yang kontemporer.

4.Belajar adab dan tatakrama
Seorang perantau yang berakal mereka bersemangat merantau untuk menemui orang-orang baik, para ulama, para ahli di bidang keilmuan dengan tujuan untuk mengeruk ilmu mereka, meneguk adab dan tatakrama dari mereka, meneladani akhlak mereka untuk menyempurnakan kepribadian, kemudian dengannya ilmu, adab dan akhlak yang sudah didapat akan dishare kepada yang lain, dengan ini menjadi baiklah masyarakat, masyarakat yang kaya dengan tatakrama dan kepribadian yang mulia.

5.Safar untuk memperoleh sahabat yang baik
Hal ini dipersaksikan oleh indra kita dan realita masyarakat, seorang yang merantau dan mempergauli orang-orang yang mulia lagi berilmu, mereka akan mendengarkan perkataan-perkataan baik mereka, orang-orang yang berkerumun disitu juga semua adalah orang-orang yang baik, mereka sama-sama belajar ilmu, adab dan akhlak, dengannya kita akan mendapatkan ganti berupa sahabat-sahabat mulia, satu sisi kita merantau meninggalkan sanak kerabat di tempat asal kita, sisi yang lain kita mendapat ganti kawan-kawan yang baik.

Al-Imam al-Syafii mengatakan dalam syairnya:

سافرْ تجد عوضاً عمَّن تفارقهُ
وانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ

“Safarlah, engkau akan menemukan pengganti orang-orang yang engkau tinggalkan. Berpeluhlah engkau dalam usaha dan upaya, karena nikmatnya kehidupan baru terasa setelah engkau merasakan payah dan peluh dalam berusaha.”

إني رأيتُ وقوفَ الماء يفسدهُ
إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ

Sungguh aku melihat, air yang tergenang dalam diamnya, justru akan tercemar. Jika saja air tersebut mengalir, tentu ia akan baik dan menyegarkan. jika ia tidak bergerak dan mengalir maka ia akan rusak.

والأسدُ لولا فراقُ الأرض ما افترست والسَّهمُ لولا فراقُ القوسِ لم يصب

Seekor singa, andai tidak meninggalkan sarangnya, niscaya ia tidak akan mampu berburu. Anak panah, andai tidak melesat meninggalkan busurnya, maka jangan pernah bermimpi akan mengenai sasaran.

والشمس لو وقفت في الفلكِ دائمة
لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنَ عَرَبِ

Sang mentari, andai selalu terpaku di ufuk, niscaya ia akan dicela oleh segenap ras manusia, dari ras arabia, tidak terkecuali selain mereka.

والتبر كالترب ملقى في أماكنه
والعودُ في أرضه نوعاً من الحطب

Dan bijih emas yang masih terkubur di bebatuan, hanyalah sebongkah batu tak berharga, yang terbengkalai di tempat asalnya. Demikian halnya dengan gaharu di belantara hutan, hanya sebatang kayu, sama seperti kayu biasa lainnya.

إن تغرَّب هذا عزَّ مطلبهُ
وإنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ عَزَّ كالذَّهَب

Andai saja gaharu tersebut keluar dari belantara hutan, ia adalah parfum yang bernilai tinggi. Dan andaikata bijih itu keluar dari tempatnya, ia akan menjadi emas yang berharga.
(Diwan al-Imam al-Syafii 26-27)

Demikian sedikit motivasi untuk merantau, jika kita ingin mendapat kelonggaran rezeki, perubahan keadaan ekonomi, bertambahnya ilmu dan pengalaman, bertambahnya kawan-kawan solih, hilangnya rasa bosan dan gabut, merantaulah, bersafarlah, jika semua itu didasari dengan niat yang baik dan benar, Allah akan bukakan berbagai pintu kebaikan kepada anda.

Wallahu a’lam

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله



Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله
Beliau adalah Alumnus S1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله 
klik disini

Ustadz Setiawan Tugiyono, B.A., M.HI

Beliau adalah Alumni D2 Mahad Aly bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bahasa Arab 2010 - 2012 , S1 LIPIA Jakarta Syariah 2012 - 2017, S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta Hukum Islam 2018 - 2020 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah, Dauroh Masyayikh Ummul Quro Mekkah di PP Riyadush-shalihin Banten, Daurah Syaikh Ali Hasan Al-Halaby, Syaikh Musa Alu Nasr, Syaikh Ziyad, Dauroh-dauroh lain dengan beberapa masyayikh yaman dll | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Belajar bersama dengan kawan-kawan di kampuz jalanan Bantul

Related Articles

Back to top button