Menyikapi Tetangga Yang Sering Meminjam Uang

Pertanyaan
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Bagaimana menyikapi tetangga yang sering kali pinjam uang ?
Hampir tiap minggu pinjam uang.
Hutang sebelumnya belum di lunasi, sudah pinjam lagi, kadang setengah maksa.
Saya melihat tetangga kurang pandai mengatur uang. Ada usaha kontrakan dan juga berdagang.
Selain saya ada juga tetangga yang pinjami.
Kondisi saya tidak berlebihan. Memang ada yang bisa ditabung untuk kebutuhan pendidikan anak-anak.
Saya merasa terganggu, karena kadang saat saya belum menerima uang lagi (gajian) dia pinjam.
Bukan tidak mau memudahkan urusan orang lain.
Apakah berdosa jika saya tidak meminjamkan uang?
Ditanyakan oleh Sahabat BiAS
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajmain.
Hutang-piutang merupakan salah satu masalah (sekaligus) solusi bagi sebagian ikhwah, karena memang hukum asalnya Jaaiz alias boleh.
Islam adalah agama yang menghendaki kemudahan bagi sesama, yang kesulitan keuangan dapat pinjam pada yang memiliki kelebihan, baik itu tanpa jaminan atau dengan jaminan. Namun masalahnya adalah jika hutang ini telah menjadi hoby atau kebiasaan karena ketidakberdayaannya mengendalikan nafsu yang tak pernah terpuaskan.
Disinilah kita perlu bijak menyikapi, antara membantunya atau menolaknya. Kalaupun membantunya maka ikhlaslah dalam niat, dan jika menolaknya juga bukan karena benci pada personnya hingga membuat kita berakhlaq buruk padanya, tapi niatkan untuk mencegahnya dari berbuat dzolim -yaitu ingkar janji dan tidak membayar hutang-, sebagaimana yang Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam sabdakan;
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
Tolonglah saudaramu dalam keadaan dia dhalim atau didhalimi [HR Bukhari 2443]
Kedua sikap tersebut (membantunya dan menolaknya) sama-sama baik dalam kacamata Islam, karena membantunya pun akan mendatangkan faedah besar bagi kita kelak, walau saat ini kita (mungkin) korban perasaan. Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ»
Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah rodhiyallohu anhu ia berkata; Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Alloh akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat*.
Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Alloh akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Alloh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Alloh akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Alloh akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Alloh) untuk membaca Al Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Alloh akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang kurang amalannya, maka nasabnya tidak meninggikannya di sisi Alloh ta’ala. [HR Muslim 2699]
As-Sarkhasi menerangkan:
Dan meminjami hukumnya adalah dianjurkan. (Al-Mabsuth 14/36)
Ibnu Quddamah menerangkan: Hutang hukumnya dianjurkan bagi orang yang menghutangi dan dibolehkan bagi orang yang berhutang. (Al-Mughni 4/236)
Lalu bagaimana solusinya jika keduanya baik?
Solusi untuk diri anda adalah pilih yang anda yakin dengan keikhlasan hati anda, jika anda ikhlas memberinya pinjaman maka pinjamilah, jika tidak maka tolaklah dengan halus. Pilihlah mana yang anda yakini, dan tinggalkan apa yang meragukan anda, karena keragu-raguan dapat melukai niat tulus. Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu [HR At-Tirmidzi 2518]
Adapun solusi serta nasihat bagi peminjam yang suka menunda pengembalian, ingatlah bahwa penundaan hutang itu senantiasa tercatat sebagai bentuk kedzoliman. Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ
Menunda-nunda pembayaran hutang padahal mampu, termasuk kedholiman. [HR Bukhori 2400 dan Muslim 1564]
Wallohu A’lam
Wabillahit Taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, حفظه الله
Tanya Jawab
Grup Admin Bimbingan Islam
Kamis, 7 Syaban 1438H / 4 Mei 2017M