Adab & AkhlakKonsultasi

Mengikhlaskan Niat Itu Mensucikan Hati Dari Niat Yang Salah?

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Mengikhlaskan Niat Itu Mensucikan Hati Dari Niat Yang Salah?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Mengikhlaskan Niat Itu Mensucikan Hati Dari Niat Yang Salah, selamat membaca.


Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz, izin bertanya, Apakah dengan mengikhlaskan niat juga berarti kita mensucikan hati dari niat yang salah? Mohon penjelasannya

Pertanyaan selanjutnya bagaimana mengamalkan ilmu yang tak memiliki amal dalam bentuk fisik? misalnya ilmu tentang hati dan keyakinan atau aqidah. bentuk amalnya sendiri seperti apa? dan bagaimana kita sudah tau kalau kita telah beramal? Mohon penjelasannya Ustadz. Jazakallahu khairan katsira

Ditanyakan oleh Santri Mahad Bimbingan Islam


Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Kesucian hati dan keikhlasan adalah dua kata yang sangat terkait antara satu dengan yang lain. Kesucian hati/kebersihan diri atau yang biasa dengan tazkitun nafs, bagian dari keimananan yang berupa amalan hati.

Termasuk di dalamnya keikhlasan, rasa takut, berbaik sangka, dan sebagainya. Bila kata ikhlas berdiri sendiri maka ikhlas juga dapat di pahami dengan kesucian hati/niat, dan bila di sebutkan dengan kesucian hati maka juga masuk di dalamnya niat dan tujuan dia dalam beramal.

Maka sangat penting sekali peran kesucian dan keikhlasan dalam mencari ilmu dan juga beramal, sehingga Allah dan Rasulullah shallahu alaihi wasallam menggantungkan kebahagiaan dengan kesucian diri yang dilakukan oleh seorang hamba, sebagaimana firman Allah ta`alaa:

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)” (QS: Al-A’la: 14)

Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar di dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir menjelaskan ,” Yakni yang membersihkan diri dari kemusyrikan, lalu beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya serta mengamalkan syariat-Nya. “.

Sehingga bisa dikatakan bahwa keikhlasan adalan bagian dari kesucian dan amalan hati yang harus dilakukan dan di jaga, dan keikhlasan dalam beramal menujukan tujuan dan keinginan hatinya hanya untuk Allah. Ikhlas terkait dengan amalan dan kesucian hati untuk meniatkan tujuan hanya untuk Allah semata.

Terkait dengan mengamalkan ilmu yang tidak amalan dhahir/fisik maka dikembalikan kepada macam amalan, bahwa amalan ada yang berbentuk amalan hati, amalan lisan dan amalan fisik.

Amalan hati tentunya dengan memperbaiki dan mensucikan hati yang dimiliki, walau tidak berbentuk namun akan terasakan dalam bentuk rasa sehingga akan melahirkan keyakinan, ketakutan, harapan, kesabaran, dan sebagainya dari amalan hati yang akan berdampak atau terkait dengan amalan lisan dan amalah fisik seseorang.

Karenanya sangat besar peran amalan hati dalam diri seseorang yang akan memperngaruhi amalan dhahirnya, begitupula aman dhahir yang juga mempunyai pengaruh besar dalam amalan hati seseroang, sehingga ketakwaan dan keyakinan seseorang dapat bertambah kuat dengan perilaku dhahir dari seorang hamba.

Sebagaimmana sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam,

الا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuhnya, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Al-Bukhari, no. 52 dan Muslim, no. 1599).

 

Wallahu A’lam,
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Beliau adalah Alumni S1 Universitas Islam Madinah Syariah 2000 – 2005, S2 MEDIU Syariah 2010 – 2012 | Bidang khusus Keilmuan yang pernah diikuti beliau adalah Syu’bah Takmili (LIPIA), Syu’bah Lughoh (Universitas Islam Madinah) | Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial Taklim di beberapa Lembaga dan Masjid

Related Articles

Back to top button