AqidahArtikel

Keutamaan Dakwah Tauhid

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Keutamaan Dakwah Tauhid

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan keutamaan dakwah tauhid. Selamat membaca.

[lwptoc numeration=”none”]

Dakwah memiliki kedudukan yang sangat agung dalam agama kita. Selain memiliki pahala yang sangat besar bagi yang mengembannya, dakwah juga termasuk tugas para nabi dan rasul. Siapa yang meniti jalan mereka maka akan mendapatkan apa yang para nabi dan rasul dapatkan. Sampainya Islam kepada kita tidak lain karena kegigihan Nabi, sahabat, dan para ulama dalam menyebarkan dakwah yang mulia ini ke penjuru dunia.

Dakwah bukan perkara yang sederhana dan ringan. Untuk mencapai tujuan dari dakwah, maka kita harus mengikuti metode dakwah para nabi dan rasul. Orang-orang menawarkan perubahan dengan berbagai macam cara agar dakwah diterima, ada memulai dengan politik, dengan alasan ketika kekuasaan ada di tangan mereka, mereka mudah mengendalikan masyarakat menuju Allah, sehingga dakwah yang mereka bawa selalu bermuatan politik. Sebagian yang lain memulai dakwah dari ekonomi, akhlak, pendidikan, sosial, dan yang lainnya, tentunya dengan tujuan agar dakwah diterima oleh kalangan masyarakat.

Jika kita menengok dan membaca kembali kisah para nabi dan rasul, bagaimana mereka berdakwah dan dengan tema apa yang mereka bawa, maka kita akan dapati dakwah tauhid menjadi prioritas utama dalam berdakwah. Tak peduli penyakit apa yang menjangkit masyarakat atau kaum, yang pasti tauhid menjadi tema utama dakwah tauhid. Karena mereka berdakwah berdasarkan wahyu dan tuntunan ilahi bukan berdasarkan hawa nafsu atau agar digandrungi masyarakat.

Berikut beberapa alasan, kenapa dakwah harus dimulai dengan tauhid;

1. Tujuan Manusia Diciptakan Untuk Mentauhidkan Allah

Di antara keutamaan dakwah tauhid yang pertama adalah, Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Makna ayat tersebut; sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya semata tanpa ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang taat kepada-Nya akan Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barangsiapa yang durhaka kepada-Nya niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat keras. Allah pun mengabarkan bahwa diri-Nya sama sekali tidak membutuhkan mereka. Bahkan mereka itulah yang senantiasa membutuhkan-Nya di setiap kondisi. Allah adalah pencipta dan pemberi rezeki bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir Surat Adz-Dzariyat : 56)

2. Tauhid adalah Fitrah Manusia

Allah ta’ala berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia di atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Allah menjadikan pada akal manusia (kecenderungan menganggap) baik kebenaran dan (menganggap) buruk kebatilan. Karena sesungguhnya semua hukum dalam syariat Islam yang lahir maupun batin, Allah telah menjadikan pada hati semua makhluk-Nya kecenderungan (untuk) menerimanya, maka Allah menjadikan di hati mereka rasa cinta kepada kebenaran dan selalu mengutamakannya. Inilah hakikat fitrah Allah (yang dimaksud dalam ayat di atas).” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hlm. 640).

Dan barangsiapa yang keluar dari asal (fitrah) ini maka itu karena adanya sesuatu yang mempengaruhi dan merusak fitrah tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Semua bayi (yang baru lahir) dilahirkan di atas fitrah (cenderung kepada Islam), lalu kedua orangtuanyalah yang menjadikannya orang Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari 1/465 dan Muslim no. 2658)

3. Tauhid adalah Perjanjian Pertama Manusia dan Allah

Allah firman-Nya:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah) ketika Rabbmu (Allah ta’ala) mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabbmu”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (iman dan tauhid kepada Allah).” (QS al-A’raaf: 172)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dalam keadaan mereka mempersaksikan terhadap diri mereka sendiri bahwa Allah adalah Rabb (yang maha menciptakan dan memberi rezki) serta maha menguasai (mengatur segala urusan) mereka, dan bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia. Sebagaimana Allah ta’ala menjadikan fitrah dan tabiat mereka (ketika lahir di dunia) di atas keyakinan tersebut.” (Tafsir Ibni Katsir, 2/347).

4. Tauhid Tujuan Utama Diutusnya Para Rasul

Allah Ta’ālā berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian’.” (QS. Al-Anbiyā`: 25).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’ Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah, bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. An-Nahl : 36)

5. Tauhid Tujuan Utama Diturunnya Al-Quran

Allah Ta’ala berfirman,

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1) أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 1-3).

6. Tauhid, Dakwah Pertama Untuk Mengajak Manusia

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ– وَفِيْ رِوَايَةٍ – : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.

Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah -dalam riwayat lain disebutkan, ‘Sampai mereka mentauhidkan Allah.’- Jika mereka telah menaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah ‘azza wa jalla mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah menaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah menaati hal itu, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil) dari harta terbaik mereka, dan lindungilah dirimu dari do’a orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak satu penghalang pun antara do’anya dan Allah. (HR. Al-Bukhari no. 1496 dan Muslim no. 19)

Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam berdakwah ada urutannya, dan memulai dakwah dari hal-hal terpenting, dan yang paling utama adalah memulai dengan dakwah tauhid.

7. Syariat Jihad Ditegakkan Sebagai Penyempurna Tauhid

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّـهِ ۚ فَإِنِ انتَهَوْا فَإِنَّ اللَّـهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٣٩﴾

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (kesyirikan) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal : 39)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah () bersabda: Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab (pehitungan) mereka pada Allah Ta’ala. (HR. Al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 22)

Dalil di atas menunjukkan bahwa sebab utama kesyirikan diperangi karena mereka menyekutukan Allah, tentunya memerangi mereka dengan memperhatikan petunjuk Nabi dalam berperang, tidak serampangan dalam memahami jihad.

8. Tauhid Syarat Mendapatkan Kemenangan dan Kedudukan

Allah ‘azza wa jalla berfirman.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”(QS. An-Nur : 55)

Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah (wafat: 310 H) mengatakan:

وذُكر أن هذه الآية نزلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم من أجل شكاية بعض أصحابه إليه في بعض الأوقات التي كانوا فيها من العدوّ في خوف شديد مما هم فيه من الرعب والخوف، وما يلقون بسبب ذلك من الأذى والمكروه

“Disebutkan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah () dikarenakan keluh kesah sebagian sahabat beliau pada beberapa kejadian memilukan yang menimpa mereka dari pihak musuh, berupa rasa takut yang mencekam dan meneror, berupa gangguan dan hal-hal menyusahkan yang mereka jumpai karena kejadian-kejadian memilukan tersebut.” (Tafsir Ath-Thabari: 19/209[3])

Imam As-Sam’ani Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat: 489-H) mengatakan:

وَذكر بعض أهل التَّفْسِير: أَن أَصْحَاب رَسُول الله تمنوا أَن يظهروا على مَكَّة، فَأنْزل الله تَعَالَى هَذِه الْآيَة

“Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa para Sahabat Rasulullah berangan-angan untuk menguasai Makkah (yang saat itu tengah dikuasai oleh orang-orang musyrik), maka Allah menurunkan ayat ini.” (Tafsîr As-Sam’ani: 3/544[4])

9. Tauhid, Syarat Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk

Allah berfirman:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

“Kami akan campakkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, disebabkan mereka telah berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Tempat kembali mereka adalah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang zhalim.” (QS. Ali ‘Imran: 151)

Al-Qurthubi menjelaskan tafsirnya, beliau berkata

أَيْ كَانَ سَبَبَ إِلْقَاءِ الرُّعْبِ فِي قُلُوْبِهِمْ إِشْرَاكَهُمْ

“Yaitu sebab dimasukkan rasa takut dalam hati mereka adalah karena perbuatan syirik mereka.” (Tafsir Al-Qurthubi 4/223, Darul Kutub Al-Mishriyyah).

10. Tauhid Adalah Perintah Pertama dan Syirik Larangan Pertama

Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَ الْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَ تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf: 33)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ

Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya, “Apakah (tujuh perkara) itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik (menyekutukan) Allah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam penyebutan kata syirik pada urutan pertama terdapat isyarat bahwa syirik merupakan dosa yang paling besar sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah () dalam sabdanya.

11. Tauhid adalah Kebaikan Yang Paling Besar

وقد سُئِل النبي صلى الله عليه وسلم : أي العمل أفضل؟ فقال صلى الله عليه وسلم: إيمان بالله ورسوله

Rasulullah pernah ditanya, amalan apa yang paling utama? beliau menjawab: Iman Kepada Allah dan Rasul-Nya.

وسُئِل النبي صلى الله عليه وسلم -: أيُّ الذنب أعظم عند الله؟ فقال صلى الله عليه وسلم : أن تجعل لله ندًّا، وهو خلقك

Rasulullah pernah ditanya dosa apa yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab; Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu. (HR. Bukhari: 7520, dan Muslim: 86).

12. Tauhid adalah Syarat Diterimanya Amal

Firman Allah Ta’ala:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah ketika mengomentari ayat di atas:

وَهذانِ ركُنَا العملِ المتقَبَّلِ. لاَ بُدَّ أن يكونَ خالصًا للهِ، صَوابُا عَلَى شريعةِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم.

Ini adalah dua syarat sebuah amalan itu diterima yaitu harus ikhlas karena Allah dan harus sesuai dengan syariat Rasulullah (). (Tafsir Ibnu Katsir)

13. Tauhid adalah Hak Allah atas Hamba-Nya

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:

يَامُعَاذُ ، أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ ؛ قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ ؟ قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوْا

Wahai Mu’adz! Tahukah engkau apa hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allâh?’ Aku menjawab, ‘Allâh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, “Hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allâh ialah sesungguhnya Allâh tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah kausampaikan kabar gembira ini kepada mereka sehingga mereka akan hanya bersandar (kepada hal ini dan tidak beramal shalih).” (HR. Al-Bukhari, no. 2856, 5967, 6267, 6500, 7373 dan Muslim, no. 30).

14. Tauhid Menghapus Dosa-Dosa

Rasulullah () bersabda dalam sebuah hadits qudsi:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allah Tabaraka wa ta’ala berfirman, “Wahai, anak Adam! Sungguh selama engkau berdoa kapada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosa yang ada pada engkau, dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya engkau menemui-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku sedikit pun, tentulah Aku akan memberikan pengampunan sepenuh bumi.” (HR. At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).

15. Tauhid, Sebab Mendapatkan Keberkahan

Allah berfirman;

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri” (QS. Al-A’raf : 96).

Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan, seandainya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah.


Ditulis Oleh:
Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA. حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam.com)

Ustadz Abu Rufaydah, Lc., Ma. حفظه الله
Beliau Adalah Pengasuh Yayasan Ibnu Unib Cianjur dan Website Cianjurkotasantri.Com
Untuk Melihat Artikel Lengkap Dari Ustadz Abu Rufaydah, Lc., Ma.حفظه الله klik Disini

Ustadz Abu Rufaydah, Lc., MA.

Beliau adalah Pengasuh Yayasan Ibnu Unib Cianjur dan website cianjurkotasantri.com

Related Articles

Back to top button