Kencing Berdiri di Urinoir, Aman Dari Najis?

Kencing Berdiri di Urinoir, Aman Dari Najis?
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan kencing berdiri di urinoir, aman terkena najis? Selamat membaca.
Pertanyaan:
Berdasarkan pengalaman ketika kita buang air kecil berdiri di urinoir terus kita beristinja dengan air yang keluar, setelah selesai tanpa sadar celana kita basah terkena cipratan air yang digunakan untuk beristinja.
Bagaimana hukumnya? (Saya ragu apakah itu air cipratan untuk membersihakan najis yang sudah kena najis) apakah celana saya jadi tidak suci?
(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Jawaban:
Bismillah…
Bila tidak dalam keadaan sangat mendesak maka hindarilah buang air di urinoir, di antara sebabnya: aurat tidak rentan terbuka di depan umum, kencing dalam keadaan berdiri, cipratan dari air kencing yang sangat rentan sekali bila tidak berhati-hati.
Karenanya bila kita yakin bahwa celana kita atau badan kita terkena cipratan tersebut harus kita bersihkan bila kita ingin pergunakan untuk ibadah sholat, bila tidak kita lakukan dengan kesengajaan maka sholatnya tidak sah. Terus berhati hatilah supaya kita tidak tidak terjebak ke dalam keraguan yang kita munculkan sendiri.
Disunnahkan untuk buang air dalam keadaan duduk atau jongkok dengan banyak perbuatan nabi, sebagaimana disebutkan dalam hadist-hadist yang menjelaskan bahwa beliau ketika buang hajat dengan cara duduk/jongkok. Baik dengan posisi tertentu ataupun dengan jongkok tertumpu kepada kedua kaki sekaligus. Terkait dengan sedikit khilaf di antara ulama terkait dengan hukum kencing berdiri dalam kondisi tertentu sebagaimana yang disebutkan berikut:
Diperbolehkan dalam kondisi tertentu untuk melakukan buang air dalam keadaan berdiri, namun bila dibiasakan untuk jongkok/duduk maka itu adalah yang terbaik, di samping sunnah maka lebih bisa menghindari diri dari cipratan air kencing yang terjadi.
Hendaknya seseorang tetap berusaha untuk melakukan buang air dalam keadaan duduk/jongkok, sebagaimana perbuatan dan perintah Rasulullah dalam hal ini.
Di samping lebih bisa menghindari diri dari air kencing yang potensinya lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk/jongkok.
Ummul mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوْهُ مَا كَانَ يَبُوْلُ إِلَّا جَالِسًا
“Barangsiapa yang berkata bahwa Rasulullah kencing dengan berdiri, maka jangan kalian benarkan. Rasulullah tidak pernah kencing kecuali dengan duduk’.” (HR. An-Nasa’i)
Namun, bila tidak memungkinkan atau kesulitan untuk duduk/jongkok sebagaianpara ulama membolehkannya.
Sebagaimana pendapat yang di pilih oleh madzhab Hanabilah, qoul dari Madzhab Imam Malik dan sebagian Salaf, juga yang di pilih oleh Ibnul Mundzir, Syaukani, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin. Berdasarkan hadits Hudzaifah radhiallahu anhu,
، قَالَ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا ، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum. Lalu beliau buang air seni dengan berdiri di tempat tersebut. Kemudian beliau meminta diambilkan air. Aku bawakan untuk beliau air, lalu beliau berwudhu. ”(Shahih Bukhari hadist no 220)
Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin menerangkan,
“Kencing sambil berdiri hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat; pertama aman dari terkena najis, kedua aman dari pandangan orang lain.” (Syarah al Mumti’ 1/115-116).
Sekali lagi, bila tidak dalam keadaan sangat mendesak maka hindarilah buang air di urinoir, di antara sebabnya: aurat tidak rentan terbuka di depan umum, kencing dalam keadaan berdiri, cipratan dari air kencing yang sangat rentan sekali bila tidak berhati-hati.
Wallahu a`lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله
Jumat, 20 Ramadan 1443 H/ 22 April 2022 M
Ustadz Mu’tashim Lc., M.A.
Dewan konsultasi BimbinganIslam (BIAS), alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله klik di sini