Tausiyah

Keistimewaan Para Sahabat dalam Al-Quran (1)

Pendaftaran Grup WA Madeenah

Keistimewaan Para Sahabat dalam Al-Quran (1)

“Kita mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak dengan berlebihan, kita juga sama sekali tidak berlepas diri dari satupun dari mereka. Kita memurkai siapa saja yang membenci atau menyinggung sesuatu yang tidak baik tentang mereka. Kami pun hanya menyebut hal-hal yang baik yang berhubungan dengan mereka. Mencintai sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakaan bagian dari agama Islam, bagian dari iman, dan termasuk dalam perkara ihsan.”

Di atas merupakan pernyataan Imam Abu Ja’far Al-Thahawi (239-321 H) yang mewakili lisan ulama-ulama Islam. Hal tersebut tidak lain lantaran kedudukan para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhitung amat mulia di sisi umat Islam. Sebab merekalah satu-satunya penyampai ajaran Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga sampai kepada kita detik ini. Oleh karena itu, jika sampai ada orang yang merendahkan satu saja di antara mereka, itu artinya ia meruntuhkan ajaran Islam.

Oleh sebab itu, mana kala kaum kafir dan zindiq menyadari betapa sahabat menjadi penanggungjawab tersebarnya ajaran Islam, maka mereka berusaha membuat isu-isu negatif yang diarahkan kepada mereka. Namun jauh sebelum mereka membuat isu-isu tersebut, Allah Ta’ala sudah menampik segala propaganda abal-abal itu dalam Al-Quran, demikian juga telah dibantah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak haditsnya, serta para ulama yang datang setelahnya. Tidak tertinggal pula antara satu sahabat dengan yang lainnya saling membela.

Dalam kesempatan ini baik kiranya kita paparkan ayat-ayat suci Al-Quran yang secara terang-terangan mengabadikan keistimewaan serta kemuliaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Patut disinggung di sini apa yang dimaksud dengan istilah “Sahabat”. Menurut ulama ahli hadits “sahabat” atau الصَّحَابَة dengan bentuk plural, atau bentuk tunggalnya الصَّحَابِيُّ ialah sebuah istilah untuk orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan beriman pula meskipun sempat murtad sebelumnya.

Sebagian ulama mendefinisikan “…melihat…”, bukan “…berjumpa..” sehingga Ibnu Ummi Maktum tidak masuk dalam kategori sahabat sebab beliau tunanetra. Padahal ulama bersepakat bahwa beliau termasuk bagian daripada sahabat. Oleh sebab itu definisi kedua yang menggunakan istilah “…melihat..” dipandang tidak kuat.

Keistimewaan Sahabat dalam Al-Quran

Diantara Keistimewaan Sahaba yang Allah ceritakan dalam Al-Quran adalah:

Umat yang moderat

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi terhadap umat manusia seluruhnya, dan Rasulullah pun akan menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Ayat ini walaupun ditujukan kepada seluruh umat Islam, namun para sahabat adalah golongan pertama yang paling berhak dalam pujian ini sebelum umat Islam lainnya.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan persaksian di sini ialah bahwa umat Nabi Muhammad kelak akan menjadi saksi atas umat-umat terdahulu seluruhnya bahwa para nabi dan rasul telah menyampaikan risalah yang Allah turunkan kepada umat manusia. Dimana risalah tersebut menjadi jalan yang menuntun mereka kepada jalan yang benar. Oleh sebab itu, kelak pada Hari Kiamat tidak ada seorang pun yang menyimpang lalu kemudian beralasan tidak ada teguran atau aturan dari Allah.

Dari manakah umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa para nabi dan rasul telah menyampaikan risalah Allah kepada para umatnya masing-masing? Jawabnya adalah Al-Quran lah yang memberi tahu akan hal tersebut. Sehingga benarlah kata ulama bahwa keimanan itu sejatinya mengalahkan panca indra. Bahkan iman itu lebih meyakinkan daripada apa yang dilihat, diraba, dirasa, ataupun didengar.

Keteguhan Iman, Penyabar, dan Tawakal

Allah berfirman:

الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ ۝ الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ۝

Yaitu orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapati luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang mertakwa ada pahala yang sangat besar.

Mereka itu ialah orang-orang yang kepada mereka orang-orang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia (baca: Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, oleh karena itu mestinya kalian takut kepada mereka,’ maka perkataan itu justru membuat iman mereka semakin bertambah dan mereka pun berkomentar, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.’” (QS. Ali Imran : 172-173)

Ayat ini benar-benar telah menggambarkan betapa para sahabat radhiyallahu ‘anhum memiliki jiwa kesatria yang sangat tinggi. Mereka adalah sosok manusia yang memiliki nilai keimanan yang tiada tara, kesabaran yang sangat hebat, serta tawakal tinggi yang membuat mereka selalu teguh tak bergetar.

Secara ringkas ayat ini mengisahkan bahwa sekembalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perang Uhud ke Madinah dan mendengar bahwa Abu Sufyan beserta bala tentaranya dari kalangan orang-orang musyrik berkeinginan untuk kembali ke Madinah, beliau memerintahkan para sahabat agar segera keluar lagi untuk berjihad dengan kondisi yang cukup memperihatinkan. Bagaimana tidak? Belum lagi rasa letih itu hilang seusai berperang di Uhud, bekas luka perang ada di sana sini, namun mereka tidak berpikir panjang bahkan mereka sangat tidak ragu sama sekali mentaati perintah Rasulullah.

Sesampainya mereka di sebuah tempat yang bernama Hamra’ Asad, tiba-tiba ada orang yang memberi tahu mereka bahwa orang-orang kafir Quraisy telah mempersiapkan pasukan untuk menggempur kalian, oleh sebab itu patutlah kalian merasa takut dan khawatir. Sebab pasukan mereka kumpulkan amatlah banyak. Sedangkan kalian tak sebanding.

Namun berita yang disangka akan membuat para sahabat gentar itu, justru membuat iman mereka semakin menguat dan tawakal mereka kepada Allah semakin kokoh seraya berucap:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.

sebagai tanda bahwa sebesar apa pun pasukan orang-orang musyrik itu, cukuplah Allah yang akan membereskan mereka.

Oleh karena itulah kemudian Allah memenangkan mereka sebagaimana yang Allah abadikan dalam firman-Nya:

فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ۝

Maka merekapun kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka tindak mendapatkan bencana apa pun, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran : 174)

Penolong Rasulullah

Allah berfirman:

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ ۝ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۝

Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah sebagai pelindungmu. Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kami membelanjakan semua kekayaan yang ada di bumi, niscaya kamu tidak bisa menyatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah menyantukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahakuasa Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal: 62-63)

Ayat ini berkaitan dengan perang Badar. Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Allah lah yang akan menguatkan Rasulullah dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang beriman, yaitu para sahabat dari kalangan Anshar (Aus dan Khazraj), sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad Al-‘Arabi Al-Jazairi. Sebagaimana diketahui bahwa suku Aus dan Khazraj ini memiliki sejarah gelap. Sejarah mencatat sebelum kedatangan Rasulullah (baca: masa Jahiliyah), kedua suku ini memiliki sengketa secara turun temurun. Sehingga peperangan demi peperangan pun tidak bisa dihindarkan. Namun ketika fajar Islam menyingsing, Allah satukan hati mereka yang mungkin menurut sangka manusia suku Aus dan Khazraj ini tidak mungkin bersatu dan damai.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hai Nabi, cukuplah Allah menjadi pelindung bagimu dan bagi orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang beriman.” (QS. Al-Anfal: 24)

Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan sebab turunnya ayat ini:

Pertama, ayat ini turun di sebuah daerah bernama Baida pada perang Badar sebelum perang berkecamuk. Sehingga berdasarkan pendapat ini yang dimaksud dengan “orang-orang yang mengikutimu” ialah pasukan umat Islam di perang Badar ini yang berjumlah 314 orang.

Kedua, ayat ini berkaitan dengan orang-orang Anshar.

Ketiga, ayat ini tidak hanya berkaitan dengan kaum Anshar saja, namun juga mencakup kaum Muhajirin.

Bersambung…

Ditulis Oleh:
Ustadz Firman Hidayat حفظه الله
(Kontributor Bimbinganislam.com)

Beliau adalah Alumni
Hamalatul Quran Yogyakarta dan Mahasiswa Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab Jakarta (LIPIA)

Ustadz Firman Hidayat Marwadi

Beliau adalah Alumni Pesantren Asy-Syifa Yogyakarta , Pesantren Hamalatul Quran Yogyakarta , Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab Jakarta (LIPIA)

Related Articles

Back to top button